Rabu, 17 Agustus 2016. Rakyat Indonesia mendapatkan kado ulang tahun kemerdekaan ke-71 dari pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang mempersembahkan medali emas Olimpiade Rio 2016, sesaat sebelum tengah malam WIB.
Rasa haru campur bahagia dirasakan, tak hanya oleh Tontowi/Liliyana atau pendukung atlet Indonesia di Olimpiade Rio 2016, melainkan seluruh rakyat Indonesia. Medali emas itu mengembalikan tradisi yang sempat hilang pada Olimpiade London 2012.
Sejak 1992, Indonesia memang punya tradisi emas, dari Olimpiade ke Olimpiade. Cabang bulu tangkis tak pernah berhenti menyumbangkan medali emas sampai terhenti pada 2012. Tak satu pun medali diraih cabang andalan Indonesia itu.
Wajar apabila kemudian kegembiraan membuncah ketika Tontowi/Liliyana menyudahi perlawanan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, setelah pengembalian Goh saat beradu pukulan drive membentur net. Mereka menang 21-14, 21-12 dalam tempo 45 menit – sesuai tahun kemerdekaan Indonesia.
“Indonesia memiliki tradisi emas Olimpiade dari bulu tangkis. Di London, kami gagal mendapatkan medali. Hasil ini untuk bayar utang kegagalan tersebut,” kata Liliyana.
Medali emas dari Owi/Butet – begitu mereka biasa dipanggil – merupakan titik kulminasi harapan dan optimisme rakyat Indonesia melihat perjuangan 28 atlet di Olimpiade Rio 2016.
Sejak hari kedua pelaksanaan Olimpiade, Sabtu (6/8/2016), kita sudah dibuat bangga oleh para atlet. Sri Wahyuni Agustiani menjadi peraih medali pertama Indonesia di Rio 2016. Dia meraih medali perak dari cabang angkat besi nomor 48 kg putri.
Dua hari berselang, perolehan medali Indonesia bertambah. Kali ini, lifter Eko Yuli mempersembahkan medali perak dari nomor 62 kg. Dia pun mencatatkan sejarah sebagai satu-satunya atlet Indonesia yang bisa meraih medali dari tiga keikutsertaan Olimpiade.
Puncak kebahagiaan rakyat Indonesia terjadi pada ulang tahun ke-71 negeri ini. Owi/Butet mengumandangkan “Indonesia Raya” untuk pertama kalinya di Rio 2016.
TTL: Lampung, 24 Juli 1989
Eko Yuli Irawan menorehkan sejarah ketika menyabet medali perak cabang olahraga angkat besi pada Olimpiade Rio 2016, dengan total angkatan 312 kg pada kelas 62 kg. Atlet berusia 27 tahun tersebut tercatat sebagai satu-satunya olimpian yang selalu menyumbang medali pada pesta olahraga multievent terbesar di dunia tersebut.
Pada dua Olimpiade sebelumnya, yakni Beijing 2008 dan London 2012, Eko mendapat medali perunggu. Dalam debutnya di Beijing, Eko turun pada kelas 56 kg dan kalah dari Long Qingquan (China) serta Hoang Anh Tuan (Vietnam), yang masing-masing meraih emas dan perak.
Empat tahun berselang di London, Eko bertanding di kelas 62 Kg. Ketika itu total angkatannya adalah 317 kg, sama seperti yang diraih lifter Kolombia, Oscar Figueroa, yang meraih emas pada Olimpiade Rio. Karena memiliki bobot lebih berat dibanding Figueroa, Eko harus puas dengan medali perunggu.
Meski demikian, raihan tersebut sudah menobatkan dirinya sebagai atlet Indonesia tersukses. Ini karena Eko membuat hattrick medali.
Akan tetapi, Eko tidak puas dengan pencapaian tersebut karena dia masih menyimpan mimpi terbesar sebagai seorang atlet. Dia ingin menyabet medali emas dan target itu dicanangkan ketika tampil pada Olimpiade Tokyo 2020.
"Di Indonesia, tidak ada atlet lain yang bisa meraih tiga medali Olimpiade secara beruntun. Namun, cita-cita utama saya adalah meraih emas. Jadi, saya masih akan lanjut," ujar Eko.
TTL: Bandung, 13 Agustus 1994
Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, melakukan debut gemilang pada Olimpiade Rio 2016. Atlet berusia 22 tahun ini mempersembahkan perak, sekaligus medali pertama Indonesia pada event tersebut yang berlangsung di Rio de Janeiro, Brasil.
Turun pada kelas 48 kg, Yuni berhasil meraih angkatan snatch 85 kg, clean & jerk 107 kg, dengan angkatan total 192 kg. Dia hanya kalah dari lifter Thailand, Sopita Tanasan, yang sukses mengangkat total beban 200 kg (snatch 92 kg dan clean & jerk 108 kg) sehingga berhak menyabet medali emas.
Dengan demikian, Yuni meneruskan prestasi para seniornya yang pernah mengukir prestasi pada Olimpiade Sydney 2000 dan Athena 2004. Saat di Sydney, lifter putri Indonesia meraih dua perunggu melalui Sri Indriyani (48 kg) dan Winarni (53 kg) serta perak yang dipersembahkan Lisa Rumbewas (48 kg). Kemudian di Athena, hanya Lisa yang kembali menyabet perak (53 Kg).
Setelah tanpa medali pada Olimpiade Beijing 2008 dan London 2012, lifter putri Indonesia kembali berbicara pada pentas pesta olahraga multievent terakbar di dunia tersebut. Yuni menorehkan tinta emas dalam kariernya sebagai atlet angkat besi, sekaligus lifter wanita keempat Indonesia yang meraih medali Olimpiade.
Dengan usianya yang masih muda, bukan mustahil Yuni bisa melanjutkan mimpinya untuk kembali mendulang medali pada Olimpiade Tokyo 2020. Semoga!
TTL: Banyumas, 18 Juli 1987
Tradisi medali emas Olimpiade dari cabang bulu tangkis sempat terhenti pada perhelatan empat tahun silam di London. Tetapi, pada Olimpiade Rio 2016, Indonesia kembali mendapatkan satu keping emas dari cabang olahraga andalan Tanah Air tersebut melalui nomor ganda campuran. Adalah Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang mengembalikan tradisi tersebut, yang dimulai sejak Olimpiade Barcelona 1992.
Tak cuma kembali membuat Indonesia bisa meraih medali emas pada pesta olahraga multievent paling akbar di dunia tersebut. Tontowi dan Liliyana pun menorehkan sejarah baru karena mereka menjadi ganda campuran pertama Indonesia yang bisa menyumbang emas. Sebelumnya, emas Olimpiade berasal dari tunggal putra, tunggal putri, dan ganda putra.
Namun, tugas Tontowi tak berhenti di sini, karena dia harus melanjutkan perjuangan yang sudah dirintisnya bersama Liliyana. Lantaran usianya 29 tahun saat ini, mungkin Tontowi sudah tidak ambil bagian saat Olimpiade di Tokyo empat tahun mendatang meskipun dia tetap memiliki tekad ambil bagian. Tetapi, dia memiliki tugas membimbing pemain junior agar tradisi emas Indonesia tak terputus, apalagi setelah Liliyana pensiun.
Sebelumnya, Liliyana telah menyatakan bahwa Olimpiade Rio merupakan Olimpiade terakhirnya. Meskipun demikian, pemain 30 tahun ini belum memastikan kapan akan gantung raket karena masih mempertimbangkan keputusannya itu.
"Saya siap jika harus dipasangkan dengan pemain baru. Dulu, Nova (Widianto) bisa membawa Ci Butet (Liliyana). Ci Butet bisa membawa saya sekarang. Selanjutnya, saya harus bisa membawa pemain junior agar bisa sukses," kata Tontowi, seperti dikutip dari JUARA.net.
"Mencari pemain seperti Liliyana tidak gampang. Tetapi, kalau dia bisa membawa saya seperti sekarang ini, kenapa saya tidak?" tambah Tontowi, yang dipasangkan dengan Liliyana sejak 2010.
Setelah meraih gelar Makau Terbuka 2010, Tontowi/Liliyana terus meraih gelar bergengsi seperti juara SEA Games 2011, Kejuaraan Dunia 2013, Kejuaraan Asia 2016, berbagai gelar superseries termasuk tiga kali menjadi jawara All England (2012, 2013, 2014), sebelum meraih emas Olimpiade Rio 2016.
"Saya masih bersemangat untuk mengejar medali emas pada Olimpiade Tokyo 2020 dan Asian Games 2018. Untuk gelar superseries, saya tidak terlalu menggebu-gebu untuk meraihnya," ujar Tontowi.
TTL: Manado, 9 September 1985
Liliyana Natsir berhasil mewujudkan impiannya untuk menyabet medali emas Olimpiade. Setelah meraih medali perak pada Olimpiade Beijing 2008 (berpasangan dengan Nova Widianto) dan kalah dalam perebutan perunggu pada Olimpiade London 2012 (bersama Tontowi Ahmad), pemain asal Manado ini menuntaskan rasa penasarannya tersebut pada Olimpiade Rio 2016.
Bersama Tontowi Ahmad, Liliyana menyabet medali emas sekaligus menorehkan sejarah sebagai ganda campuran pertama Indonesia yang menyabet penghargaan tertinggi di Olimpiade. Sebelumnya, emas Indonesia dari cabang olahraga bulu tangkis hanya didulang dari nomor tunggal putra, tunggal putri, dan ganda putra.
Tentu saja emas ini menjadi akhir yang manis bagi Liliyana, karena dia sudah memiliki rencana gantung raket usai Olimpiade Rio. Meskipun belum secara gamblang membuat keputusan pensiun, pemain yang pada 9 September ini berusia 31 tahun, sudah memastikan bahwa Olimpiade Rio merupakan Olimpiade terakhirnya.
Dengan demikian, tongkat estafet akan diberikan kepada para pemain junior. Besar harapan, dengan prestasi yang ditorehkan, para penerus perjuangan Liliyana bisa menjaga tradisi emas bulu tangkis ketika tampil pada Olimpiade Tokyo 2020.
Berbicara prestasi, Liliyana sudah kenyang dengan berbagai gelar bergengsi. Meskipun demikian, pemain yang juga sering dipanggil Butet ini masih memiliki impian lain meskipun levelnya di bawah Olimpiade, yakni Asian Games. Pasalnya, Liliyana belum pernah meraih medali emas, setelah hanya memperoleh perak pada Asian Games Incheon 2014.
"Kalau perihal penasaran ingin mendapatkan medali emas di Asian Games, tentu masih. Namun, sekarang saya belum mau berpikir yang berat-berat dulu," kata Liliyana pada konferensi pers PB Djarum di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (1/9/2016).
"Saya masih harus lihat kondisi fisik saya dan kesanggupan bertanding. Komitmen untuk bermain di Asian Games juga penting untuk memutuskan nantinya akan seperti apa," tambah Liliyana.
Keberhasilan Indonesia meraih medali di Olimpiade Rio 2016 disambut suka cita oleh masyarakat. Para pahlawan Indonesia diarak menggunakan bus atap terbuka. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali di sejumlah kota.
Kali pertama mendarat di Indonesia sepulang dari Brasil, Selasa (23/8/2016), Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir diarak dari bandara. Keesokan harinya, bersama Eko Yuli dan Sri Wahyuni, Owi/Butet kembali diarak dari Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga ke Istana Merdeka.
Jumat, 9 September 2016, Owi/Butet bersama Eko Yuli melakukan kirab peringatan ke-33 Hari Olahraga Nasional (Haornas) di Surabaya yang bertemakan “Ayo Olahraga untuk Indonesia Sehat dan Produktif”.
“Dengan olahraga diposisikan sebagai kebutuhan dan gaya hidup, membuka ruang bermunculnya bibit-bibit potensial olahragawan yang bisa berprestasi di tingkat internasional seperti Tontowi/Liliyana, Eko Yuli, dan Sri Wahyuni,” kata Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi.
Haornas juga akan diwarnai aksi juggling bersama yang dilakukan oleh 1.000 pesepak bola usia muda dari 34 provinsi.
Kegiatan ini akan dicatat sebagai rekor oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk peserta juggling terbanyak. Kemudian ada 3.000 peserta yang akan masuk rekor MURI.
Inilah salah satu wujud euforia dari keberhasilan atlet kita di Olimpiade.
Seusai diarak, para pahlawan Olimpiade Indonesia bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. Keberhasilan atlet bulu tangkis dan angkat besi kian membuat Jokowi membuka mata pada potensi cabang olahraga pendulang medali di Olimpiade.
Presiden memerintahkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi untuk memberikan prioritas pada cabang-cabang olahraga yang sudah terlihat prestasinya dan berpotensi meraih medali di berbagai ajang internasional.
"Kita harus fokus, enggak semua harus dikerjakan. Fokus di tempat-tempat yang memungkinkan kita untuk mendapatkan medali," kata Jokowi.
Menpora Imam Nahrawi mengaku siap menjalankan instruksi tersebut. Ia mengaku sudah memetakan cabang olahraga apa saja yang berpotensi mendapat medali dan akan menjadi prioritas pemerintah.
"Yang pasti bulutangkis, panahan, angkat besi, rowing, atletik, dan renang," kata dia.
Medali emas kembali didapatkan Indonesia pada ajang olahraga paling bergengsi di dunia, Olimpiade. Pasangan ganda campuran cabang bulu tangkis, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, meraih satu-satunya medali emas pada Olimpiade Rio 2016.
Target kembali meraih medali emas sudah dibidik Indonesia pada Olimpiade berikutnya, Tokyo 2020. Kali ini, medali emas tidak hanya dijanjikan oleh bulu tangkis.
Angkat besi, yang pada Rio 2016 meraih dua medali perak melalui Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni, sudah mencanangkan target meraih medali emas di Tokyo.
“Untuk Tokyo 2020, saya harus declare bahwa targetnya adalah medali emas,” kata Alamsyah Wijaya, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Besar (PB) Persatuan Angkat Berat, Binaraga, Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABBSI), saat mendampingi Eko dkk berjuang di Rio de Janeiro, Brasil.
Eko merupakan salah satu tumpuan Indonesia untuk mendapatkan medali emas dari angkat besi pada Tokyo 2020. Jika berhasil lolos, ini akan jadi Olimpiade keempat beruntun bagi atlet 27 tahun tersebut.
Pada dua Olimpiade pertamanya, Eko selalu mendapatkan medali perunggu. Pada Beijing 2008, dia turun di kelas 56 kg. Empat tahun berikutnya di London, dia naik ke kelas 62 kg, sama seperti saat turun pada Rio 2016.
“Eko sudah menyatakan keinginannya untuk meraih medali Olimpiade keempat di Tokyo. Dia bertekad melengkapi koleksi medalinya menjadi tiga warna berbeda,” kata Alamsyah saat berkunjung ke kantor redaksi JUARA.net, Rabu (31/8/2016).
Alamsyah juga menegaskan bahwa para atlet senior memang masih akan menjadi tumpuan untuk meraih medali emas di Tokyo. Namun, hasil beberapa turnamen di depan akan jadi evaluasi.
PON , SEA Games, dan Asian Games masuk dalam daftar event yang akan jadi bahan evaluasi untuk menentukan para lifter di tim elite nasional.
Berbeda dengan angkat besi yang masih bertumpu pada pasukan senior, bulu tangkis sudah menyiapkan barisan pemain muda untuk Olimpiade Tokyo 2020.
Ketua Umum PP PBSI Gita Wirjawan menyebut Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa, dan Anthony Sinisuka Ginting sebagai para calon wakil Indonesia dari nomor tunggal putra saat Tokyo 2020 digelar.
“Saya yakin pada akhir tahun ini, mereka sudah akan masuk 15 besar ranking dunia,” kata Gita saat berkunjung ke kantor redaksi JUARA.net, Selasa (31/8/2016).
Saat ini, Ihsan berada di peringkat ke-17 dunia, Jonatan di posisi ke-22, sementara Anthony menghuni ranking ke-30.
Gita juga optimistis para pemain muda tunggal putri yang saat ini menghuni pelatnas, di antaranya Gregoria Mariska dan Fitriani, akan bisa jadi tumpuan meraih medali di Tokyo.
Pada nomor ganda baik putra, putri, maupun campuran, sederet pasangan muda sudah disiapkan untuk melapis para pemain senior yang kemungkinan besar akan pensiun sebelum Tokyo 2020.
Bulu tangkis dan angkat besi merupakan dua cabang di Indonesia yang selama ini menjalankan program berkesinambungan untuk meraih prestasi.
Program jangka pendek maupun jangka panjang sudah disusun dengan target utama meraih medali emas pada Olimpiade Tokyo 2020.
Baik PBSI maupun PABBSI sudah mengatakan bahwa program tersebut akan berjalan lebih maksimal jika dukungan pemerintah juga besar.
“Menpora sudah mengatakan bahwa akan ada skala prioritas untuk Olimpiade. Kemampuan pemerintah terbatas, karena itu tidak semua cabang akan dibiayai. Prioritasnya adalah cabang-cabang olimpik yang memiliki peluang meraih medali saat Olimpiade,” kata Wakil Sekjen PBSI Achmad Budiarto.
Budi menjelaskan bawa pelatnas bulu tangkis yang berada di Cipayung sudah memiliki fasilitas cukup komplet. Namun, bantuan dari pemerintah, terutama soal dana, masih sangat dibutuhkan.
“Kami sudah punya fasilitas pendukung, meskipun ada yang masih sedikit tradisional. Namun, paling tidak sudah memenuhi persyaratan untuk sampai ke puncak prestasi,” kata Budi.
Dalam satu tahun, ada banyak sekali event yang harus diikuti para penghuni pelatnas dengan kebutuhan dana sangat besar. Budi mencontohkan bahwa untuk sekali perjalanan mengikuti turnamen All England paling tidak dibutuhkan dana sebesar Rp 1,8 miliar.
“Sekali perjalanan kami memberangkatkan 30 sampai 40 orang. Dalam satu rangkaian dua atau tiga turnamen, kami membutuhkan Rp 2 miliar lebih. Andai kata ada yang membantu, kami akan sangat senang,” ujar Budi.
Dana juga jadi salah satu persoalan utama pelatnas angkat besi. Bantuan yang diberikan oleh Satlak Prima selaku perpanjangan tangan pemerintah masih belum cukup untuk menutup besarnya kebutuhan pembinaan atlet.
“Kami juga butuh iptek yang lebih aplikatif, ahli nutrisi yang memberikan perhatian penuh, dan juga fisioterapis. Kami adalah cabang yang berhubungan dengan berat badan, perhatian secara harian akan sangat penting,” kata Alamsyah.
Selama persiapan menuju Rio 2016 kemarin, PABBSI banyak mendapat bantuan dari pemerintah Australia dalam penyediaan daging. Mereka juga mendapatkan suplemen gratis dari salah satu produsen kesehatan.
Peta kekuatan sudah jelas, kebutuhan sudah terdaftar, program sudah disusun, tinggal eksekusi tepat disertai kerja sama semua pihak demi tergenggamnya medali emas Olimpiade.
NAMA | OLIMPIADE | CABANG | NOMOR |
---|---|---|---|
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir | Rio 2016 | Bulu Tangkis | Ganda Campuran |
Hendra Setiawan/Markis Kido | Beijing 2008 | Bulu Tangkis | Ganda Putra |
Taufik Hidayat | Athena 2004 | Bulu Tangkis | Tunggal Putra |
Tony Gunawan/Candra Wijaya | Sydney 2000 | Bulu Tangkis | Ganda Putra |
Rexy Mainaky/Ricky Soebagdja | Atlanta 1996 | Bulu Tangkis | Ganda Putra |
Susy Susanti | Barcelona 1992 | Bulu Tangkis | Tunggal Putri |
Alan Budikusuma | Barcelona 1992 | Bulu Tangkis | Tunggal Putra |
NAMA | OLIMPIADE | CABANG | NOMOR |
---|---|---|---|
Sri Wahyuni | Rio 2016 | Angkat Besi | Kelas 48 kg Putri |
Eko Yuli Irawan | Rio 2016 | Angkat Besi | Kelas 62 kg Putra |
Triyatno | London 2012 | Angkat Besi | Kelas 69 kg Putra |
Nova Widianto/Liliyana Natsir | Beijing 2008 | Bulu Tangkis | Ganda Campuran |
Raema Lisa Rumbewas | Athena 2004 | Angkat Besi | Kelas 53 kg Putri |
Raema Lisa Rumbewas | Sydney 2000 | Angkat Besi | Kelas 48 kg Putri |
Hendrawan | Sydney 2000 | Bulu Tangkis | Tunggal Putra |
Tri Kusharjanto/Minarti | Sydney 2000 | Bulu Tangkis | Ganda Campuran |
Mia Audina | Atlanta 1996 | Bulu Tangkis | Tunggal Putri |
Eddy Hartono/Rudy Gunawan | Barcelona 1992 | Bulu Tangkis | Ganda Putra |
Ardy B Wiranata | Barcelona 1992 | Bulu Tangkis | Tunggal Putra |
Lilies Handayani, Nurfitriyana Saiman, Kusuma Wardhani | Seoul 1988 | Panahan | Beregu Putri |
NAMA | OLIMPIADE | CABANG | NOMOR |
---|---|---|---|
Eko Yuli Irawan | London 2012 | Angkat Besi | Kelas 62 kg Putra |
Triyatno | Beijing 2008 | Angkat Besi | Kelas 62 kg Putra |
Eko Yuli Irawan | Beijing 2008 | Angkat Besi | Kelas 56 kg Putra |
Maria Kristin Yulianti | Beijing 2008 | Bulu Tangkis | Tunggal Putri |
Eng Hian/Flandy Limpele | Athena 2004 | Bulu Tangkis | Ganda Putra |
Sony Dwi Kuncoro | Athena 2004 | Bulu Tangkis | Tunggal Putra |
Winarni Binti Slamet | Sydney 2000 | Angkat Besi | Kelas 53 kg Putri |
Sri Indriyani | Sydney 2000 | Angkat Besi | Kelas 48 kg Putri |
Susy Susanti | Atlanta 1996 | Bulu Tangkis | Tunggal Putri |
Antonius Ariantho/Denny Kantono | Atlanta 1996 | Bulu Tangkis | Ganda Putra |
Hermawan Susanto | Barcelona 1992 | Bulu Tangkis | Tunggal Putra |