Usianya sudah 76 tahun, tetapi langkah kaki Don Hasman tak kenal lelah menjelajahi dunia. Tak terhitung sudah berapa kali ia naik turun gunung di Indonesia, bahkan di dunia.
Ia tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang mendaki Himalaya di Nepal tahun 1978.
Selain itu, ia juga sudah mengunjungi berbagai pelosok di Indonesia, suku-suku pedalaman, dan selalu mengabadikannya lewat bidikan lensa kamera. Tak heran jika Pemerintah Perancis memberikan penghargaan 100 Famous Photographers in the World tahun 2000 kepada fotografer yang juga penjelajah ini.
Di usianya yang sudah tak muda lagi, semangat Om Don tak pernah padam. Ia tampak sehat dan begitu energik. Apa rahasianya?
Setiap harinya ia bangun pagi antara pukul 04.00-05.00. Menurut dia, aktif bergerak di tengah udara segar pagi hari baik untuk kesehatan paru-paru dan jantung.
Saat matahari belum muncul, Om Don menyempatkan diri untuk berjalan cepat atau bersepeda 20 menit sampai 30 menit setiap harinya. Selain itu, ia suka berjalan cepat sekitar 6-7 km selama 1 jam atau bersepeda sejauh 50 km dari rumahnya di Depok sampai Cibinong.
Pria yang sudah mendaki lebih dari 50 gunung berapi ini juga tak pernah melewatkan sarapan dan rutin mengonsumsi buah-buahan, terutama kiwi dan manggis yang kaya anti-oksidan.
Soal makan, penulis buku Urang Kanekes (Baduy People) ini mengaku tak banyak pantangan tetapi membatasi asupan gula, garam, dan lemak.
“Untuk fisik, yang harus dijaga betul-betul adalah perhatikan makan dan minum yang cukup bergizi, istirahat yang cukup, dan yang ketiga adalah gerak atau olahraga yang cukup,” tutur pria yang menekuni bidang etnofotografi itu.
“Perhatikan makan dan minum yang cukup bergizi, istirahat yang cukup, dan yang ketiga adalah gerak atau olahraga yang cukup.”
Hal itulah yang membuat Om Don selalu prima saat beraktivitas di alam bebas dengan setia menenteng kameranya.
Bahkan pada tahun 2007, saat usianya 70 tahun, Om Don masih melakukan perjalanan ziarah Santiago de Compostela sejauh 1.000 km dari Perancis ke Spanyol dengan berjalan kaki selama lebih dari 30 hari. Total langkah kakinya mencapai 2.200.068.000 langkah.
Banyak membantu tanpa pamrih
Sehat bagi Om Don tak hanya soal fisik, tetapi juga jiwa. “Untuk ketenangan jiwa, banyak bantu orang. Kalau bantu itu ikhlas, tanpa pamrih,” ucap pria kelahiran 7 Oktober 1940 ini.
Pria yang dikenal sangat bersahaja ini hari-harinya dipenuhi dengan senyum dan keramahan. Ia tak pelit membagi ilmu fotografi kepada siapa pun.
Di usia senjanya, Om Don mengaku tak ingin berhenti memotret dan menulis. Menurutnya, ini penting untuk mengasah kreativitas dan menjauhinya dari kepikunan.
Ia juga masih berencana menjelajah ke tempat bersejarah peninggalan Suku Inca, Machu Picchu di Peru, serta ke Ushuaia, sebuah kota paling selatan di dunia yang terletak di Kepulauan Tierra del Fueg, Argentina.
Titiek Puspa
Di usianya yang sudah hampir 80 tahun, Titiek Puspa tak pernah berhenti berkarya. Ia masih terus bernyanyi, menciptakan lagu anak-anak, gerakannya energik untuk wanita seusianya, dan tampak awet muda.
Titiek mengaku sangat mensyukuri hidupnya yang sudah diberikan Tuhan. Legenda musik Indonesia ini menjaga kesehatan dengan lebih banyak menggunakan cara-cara yang alami.
Bagi wanita kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan, 1 November 1937 ini, mensyukuri hidup itu artinya memelihara apa yang diberikan Tuhan dengan mengatur makan, istirahat, kerja, dan kebiasaan yang membawa dampak baik bagi kehidupan.
Wanita yang akrab disapa Eyang ini lebih banyak makan sayur dan buah-buahan dibanding nasi. Selain itu, ia lebih sering mengonsumsi ikan dibanding daging merah.
Mengenai wajahnya yang awet muda, Titiek mengaku merawat dan merias wajahnya sendiri sebelum bepergian. Kebiasaan lain yang ia lakukan agar wajahnya terlihat kencang yaitu tidur telentang. Titiek masih secara rutin bersepeda statis dan meditasi untuk aktivitas fisiknya.
Titiek mengenal meditasi setelah terkena kanker serviks 2012 lalu saat usianya 74 tahun. Saat itu ia mengaku sempat tak kuat menahan sakit di seluruh tubuh akibat menjalani kemoterapi. Ia akhirnya mencoba menenangkan diri dengan meditasi. Waktu itu ia mengatakan, “Tuhan kalau saya enggak diperlukan lagi di dunia ini, ambil saja (nyawanya).”
“Tuhan kalau saya enggak diperlukan lagi di dunia ini, ambil saja (nyawanya).”
Menurut Titiek, Tuhan menjawab dengan memberinya kesembuhan. Selesai meditasi selama 13 hari, kondisi Titiek berangsur pulih. “Karena saya masih dikasih hidup berarti saya masih harus berbuat sesuatu. Saya harus memeluk anak-anak Indonesia supaya mereka diperhatikan,” kata Titiek.
Dedikasi untuk anak-anak
Titiek mendedikasikan sisa hidupnya untuk anak-anak Indonesia. Meski di usia senja, ia tak ingin berhenti bekerja untuk kemajuan musik generasi penerus bangsa.
Tahun lalu, pemain film Ini Kisah Tiga Dara itu membentuk vokal grup anak-anak bernama Duta Cinta.
Menurut Titiek, seni dan budaya Indonesia paling hebat di dunia sehingga harus terus dilestarikan. Ia ingin lagu anak-anak Indonesia kembali populer dan dinyanyikan oleh anak-anak. “Dari dulu saya cuma kepengin di Indonesia ini ada sekolah seni budaya. Nantinya ada pertunjukan yang berkelanjutan supaya orang datang ke Indonesia,” kata wanita yang sudah memiliki 14 cucu dan 5 cicit ini.
“Dari dulu saya cuma kepengin di Indonesia ini ada sekolah seni budaya.”
Titiek mengabdikan hidupnya di dunia seni dan budaya karena ia sadar akan talentanya. “Hidup itu harus sadar, sadar kita hidup itu diberi tugas oleh Tuhan. Kita harus bisa mengatur apa yang sebetulnya kita bisa,” kata Titiek.