1998-2008

2008

Kompas.com Reborn

“Perilaku yang begitu dinamis dalam cara orang memperoleh informasi mendorong Kompas melakukan "revolusi" internal. Karena itu, sejak awal tahun 2010-sesuai tema korporat "Membawa KG ke Dunia Digital"-Kompas menerapkan kebijakan 3M (triple M) multichannel, multiplatform, dan multimedia. Singkatnya, konten Kompas harus bisa dibaca melalui segala wahana (kertas, komputer, televisi, mobile phone, dan lain-lain). Bentuk konten yang akan di-deliver ke berbagai jenis media tidak hanya berupa teks dan foto, tetapi juga grafis, video, atau gabungan dari semuanya.”

(Jakob Oetama, 2010)

Prahara di sepanjang 2002 dan 2003 tak mengikis semangat juang para pemilik modal. Awal 2003, muncul kapanlagi.com, situs entertainment yang digagas Steve Christian.

Di tahun-tahun berikutnya Kapanlagi melahirkan situs-situs lain di bawah payung Kapanlagi Network (KLN) seperti merdeka.com, dream.co.id, superboy.com, bola.net, brilio.com, dan otosia.com.

Menjelang tahun 2004, prahara yang nyaris meluluhlantakkan bisnis dotcom di tanah air seperti terlupakan.

Memasuki tahun 2006, grup PT Media Nusantara Citra (MNC) yang memiliki tiga stasiun televisi yaitu RCTI, Global TV, dan TPI yang kemudian berubah menjadi MNC menyiapkan situs okezone.com yang secara resmi meluncur di dunia maya pada 1 Maret 2007.

Okezone menjadi penanda bangkitnya lagi kegairahan pada media online di Indonesia. Tak lama setelah okezone.com, Grup Bakrie yang sedang mengonsolidasikan dua stasiun televisinya dalam anak grup Visi Media Asia (VIVA) juga tertarik ikut bermain di jagat digital. Desember 2008 VIVA meluncurkan vivanews.com (sekarang viva.co.id)

Grup Tempo yang memiliki tempointeraktif.com juga melihat kegairahan baru ini. Sejak 2008, Tempointeraktif mulai digarap serius: staf ditambah, format baru dicari. Pada November 2011 Tempointeraktif berubah nama menjadi tempo.co.

Reborn 

Melihat persaingan yang makin ketat, kompas.com pun melakukan perubahan besar pada situsnya. KCM yang sepanjang 10 tahun, sejak 1998, menggunakan brand terpisah dari “mothership”nya yaitu harian Kompas “lahir kembali” (reborn) dengan brand kompas.com.

“Kompas.com reborn” diluncurkan dalam sebuah perhelatan di Hotel Mulia, 29 Mei 2008.

Acara Kompas.com reborn di Hotel Mulia, Jakarta, 29 Mei 1998.

Almarhum Taufik H Mihardja, Direktur Eksekutif Kompas.com, dalam rapat- rapat terbatas persiapan lahirnya situs dengan wajah baru ini meyakinkan bahwa Kompas.com akan menjadi megaportal, suatu tempat maya di mana orang tidak hanya dipuaskan oleh berita semata, tetapi juga oleh kehadiran rubrik-rubrik lain yang beragam.

"Bahwa tekanan masih pada berita, itu benar. Tetapi kebutuhan orang tidak semata-mata pada berita," kata dia (Kompas, Megaportal: Kompas.com, Lahir Kembali dengan Wajah Baru, 2008).

Ini menandakan semangat baru Kompas Gramedia untuk menyinergikan unit-unit bisnisnya. Zaman terus berubah. Tantangan dan kompetisi bisnis semakin keras. Kekuatan-kekuatan internal harus dikonsolidasikan menghadapi perubahan.

Kembalinya KCM pada brand kompas.com sebenarnya adalah representasi dari sebuah misi besar Kompas Gramedia untuk mengembangkan sebuah bentuk baru identitas Kompas yang sejak berdirinya pada tahun 1965 dikenal sebagai surat kabar.

Misi baru itu adalah membawa Kompas sebagai brand ke beragam bentuk digital sesuai dengan perkembangan zaman, bukan lagi hanya sebagai surat kabar dalam bentuk kertas.

Misi ini seturut dengan peta strategi KG yang terumuskan kemudian pada 2011 yaitu menguatkan brand produk untuk membukukan kemandirian finansial dalam bentuk pertumbuhan laba demi mencapai visi mencerahkan masyarakat.

Seperti diungkapkan oleh pendiri KG Jakob Oetama di atas, teknologi informasi yang berkembang sedemikian rupa mengubah cara orang dalam memperoleh informasi.

Jakob menjelaskan visinya tentang Kompas di era digital dalam tulisannya di halaman 1 harian Kompas, 28 Juni 2010 tepat pada ulang tahun harian Kompas ke 45 dengan judul “Merajut Nusantara Menghadirkan Indonesia.

Ia menulis, “Kehadiran Kompas secara multimedia adalah niscaya dan mutlak. Bukan besok, tetapi hari ini. Kompas masa depan hadir secara multimedia. Lewat beragam sarana dan saluran itu, niscaya semakin produktif, efektif, dan efisien upaya Kompas sebagai lembaga yang organik dan organis, ekstensi masyarakat yang punya misi Merajut Nusantara, Menghadirkan Indonesia.”

Hal ini, demikian tegas Jakob, menuntut Kompas tidak hanya hadir dalam bentuk cetak, tapi dalam segala wahana (kertas, komputer, televisi, mobile phone, dan lain-lain).

Bentuk konten yang akan di-deliver ke berbagai jenis media tidak hanya berupa teks dan foto, tetapi juga grafis, video, atau gabungan dari semuanya.

Kompas.com tidak hanya menjadi ruang sinergi antara KCM dan harian Kompas tapi juga media-media lain di bawah Kompas Gramedia.

Konten Kompas.com menjadi jauh lebih kaya dan berwarna dibanding era KCM. Berita-berita update mengalir lebih deras pula karena mendapat dukungan dari seluruh kekuatan media Kompas Gramedia.

Kompas.com dari masa ke masa

2008

2010

2010

2010

2011

2013

2014

2015

2016

2017

Sumber: Litbang Kompas

Kehadiran Kompas secara multimedia adalah niscaya dan mutlak. Bukan besok, tetapi hari ini. Kompas masa depan hadir secara multimedia. Lewat beragam sarana dan saluran itu, niscaya semakin produktif, efektif, dan efisien upaya Kompas sebagai lembaga yang organik dan organis, ekstensi masyarakat yang punya misi Merajut Nusantara, Menghadirkan Indonesia.

(Jakob Oetama, Merajut Nusantara Menghadirkan Indonesia, 2010)

Multimedia 

Seiring dengan perkembangan teknologi, kompas.com juga mengembangkan konten-konten baru multimedia yaitu gabungan antara teks, foto, video, dan grafis.

Inilah era konvergensi. Jauh sebelum konvergensi menemukan bentuknya seperti saat ini, Ithiel de Sola Pool menjabarkan bentuk konvergensi itu lebih gamblang dalam bukunya Technologies of Freedom (1983).

Begitu terangnya pemaparan Pool sampai-sampai ia disebut sebagai “the prophet of convergence”. Pool menulis, “A process called the convergence of modes is blurring the line between media, even between point to point communications, such as the post, telephone and telegraph, and mass communication, such as the press, radio, and television.”

Semua media di dunia menghadapi sebuah tantangan sekaligus kesempatan baru ketika batas-batas media tradisional yang dulu tergariskan secara jelas kini menjadi kabur.

Dulu, aktivitas mengonsumsi media terbedakan dengan jelas: menonton televisi, mendengar radio, atau membaca koran. Di Internet batas-batas menonton televisi atau membaca koran lebur jadi satu.

Inilah tahap ketiga yang disebut Pavlik, yaitu ketika para wartawan mulai memproduksi konten dengan memanfaatkan secara penuh kapasitas karater medium Internet.

Wartawan-wartawan kompas.com dituntut untuk memiliki multi keterampilan. Yang menarik, ketimbang dipahami sebagai sebuah tuntutan, multiketerampilan ini seolah melekat begitu saja "secara genetis" pada diri wartawan-wartawan muda yang notabene adalah generasi digital.

Mereka tumbuh dengan segala bentuk gawai multimedia. Membuat video dan mengeditnya adalah bagian dari keseharian mereka di luar profesi mereka sebagai wartawan. 

Semua terjadi secara natural. Wartawan masa kini tidak lagi hanya menulis teks atau memotret, tapi juga membuat naskah video, mengambil video, hingga menjadi host sebuah program.

Bahkan, wartawan-wartawan kompas.com juga mengemas sebuah informasi dalam bentuk film-film pendek. Kerja-kerja ruang redaksi sungguh berubah dibandingkan era lalu.

Begitulah, setiap orang adalah anak zaman. Setiap zaman memiliki orangnya.

Sejumlah gaya baru reportase era digital bisa dilihat dalam sejumlah bentuk berikut ini:

VIK

Kompas.com merupakan media online pertama di Indonesia yang menyajikan reportase multimedia yaitu gabungan teks, foto, video, grafis, dalam format interaktif. “Berebut Roh Soekarno” adalah sajian multimedia pertama yang tayang pada 26 Juni 2014. Pada 2016 rubrik khusus multimedia dibentuk dengan nama VIK (Visual Interaktif Kompas).

Berebut Roh Soekarno

KRoL

kompas.com Reporter on Location (KRoL) adalah channel kompas.com di Youtube. Channel itu berisi video-video yang dibuat reporter kompas.com di lapangan dengan menggunakan telepon seluler.

Tidak hanya merekam video, reporter Kompas.com juga mengeditnya sendiri dengan telepon seluler mereka langsung dari lapangan. Video hasil liputan itu kemudian disematkan sebagai pelengkap naskah di kompas.com.

Presiden Joko Widodo, Selasa (25/7/2017) pagi, melantik sebanyak 729 perwira remaja TNI-Polri di halaman Istana Merdeka, Jakarta.

Perahu Anugrah merupakan angkutan untuk anak-anak SDN 02 Pantai Bahagia berangkat dan pulang sekolah di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Rabu (23/8/2017).

Untuk pertama kalinya putra sulung Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, bertemu dengan putra sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming. Pertemuan berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (9/10/2017).

Seorang pedagang kopi keliling menangis saat dagangannya hendak disita oleh Satpol PP di Jalan Senopati, Kebayorang Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/8/2017). Penertiban dilakukan dalam rangka bulan tertib trotoar.

Film pendek

Serial “Mudik Smart”. Ini adalah sajian informasi yang dikemas dalam 4 serial film pendek. Menulis naskah, mengambil video, editing, dan pemain, semuanya dilakukan para wartawan kompas.com.

Video ini megintegrasikan media sosial Yotube dengan situs Kompas.com. Pada layar Youtube, audiens disajikan tautan-tautan berita Kompas.com yang terkait dengan cerita dalam video ini.

Vlog

Sajian liputan kini tidak melulu disampaikan hanya dalam bentuk teks. Sejumlah wartawan Kompas.com melengkapi liputannya dengan vlog atau video blog yaitu video ringan dengan gaya bertutur informal. Vlog di Kompas.com pertamakali dibuat oleh wartawan teknologi Kartini Bohang pada 5 Agustus 2016 tentang Selfie dengan Oppo F1s.

Satu Jiwa

Kehadiran brand Kompas di Internet melalui kompas.com pada akhirnya memperluas audiens Kompaskompas.com dengan karakteristik mediumnya yang khas mampu menjangkau audiens lain di luar audiens harian Kompas.

Mayoritas pembaca kompas.com berusia lebih muda dari pembaca harian Kompas. Mereka berusia 18-40 tahun. Mayoritas lelaki. Mereka adalah “intelectual male” yang sedang menapaki karier di level menengah. 

Sementara, pembaca harian Kompas umumnya adalah mereka yang berusia matang di rentang 40 tahun ke atas. Mereka adalah top management di sejumlah perusahaan nasional dan Internasional, juga kalangan birokrasi di posisi-posisi penting pengambil keputusan.

Dalam perjalanan selanjutnya, video-video yang dikembangkan kompas.com di tahun 2008 adalah cikal bakal lahirnya Kompas TV yang mengudara pada 9 September 2011.

Arti penting kehadiran TV juga diungkapkan Jakob dalam tulisannya.

Selain dalam bentuk cetak, Kompas juga memiliki wahana Internet, Kompas.com-portal berita yang telah maju jauh dibandingkan dengan tiga tahun lalu. Satu platform yang tidak dimiliki Kompas secara penuh, tetapi masih sangat penting sebagai content delivery channel adalah TV. Untuk melengkapi kebijakan multiplatform, Kompas ingin memasuki industri televisi, yang terutama didorong faktor keharusan dan kecepatan menyampaikan misi pencerahan lebih produktif, efisien, dan cepat.

(Jakob Oetama, 2010).

Kehadiran Kompas TV menggenapkan visi Jakob tentang brand Kompas yang harus hadir di segala wahana yang diakses masyarakat demi mendapatkan informasi.

Demikianlah, harian Kompas, Kompas.com, dan Kompas TV adalah satu jiwa yang bersumber pada visi Jakob Oetama mencerahkan masyarakat dengan jurnalisme yang baik yang memanusiakan manusia dalam setiap isi pemberitaanya.

Kompas, demikian Jakob, dalam platform apapun dia hadir, juga harus memberi kontribusi bagi pengembangan demokrasi di negeri ini.

I am among those who convince that Tripple M is only a way of delivering messages, and the most important thing is still the message. Content! Content! Content! What is content? Democratisation and humanization.

(Jakob Oetama, The Future of Newspaper: Symbiosis of Creativity and Technology, 2012).