Dialah bintang yang membuat bumi benderang. Gas raksasa hingga batu kecil mengelilinginya, kadang melintasi wajahnya, menyebabkan fenomana gerhana.
Hari Rabu pagi, 9 Maret 2016, bulan akan menutup Sang Surya. Itulah saat gerhana matahari total menyapa. Penduduk Indonesia akan menjadi yang paling beruntung sebab wilayahnya akan menjadi satu-satunya daratan yang bisa melihat gerhana matahari total.
Peristiwa ini mengingatkan sebagian dari kita akan gerhana matahari tahun 1983 yang durasinya hampir 6 menit. Sebuah fenomena yang lewat begitu saja karena presiden kita saat itu, Soeharto, melarang untuk melihatnya karena bisa menyebabkan kebutaan. Kabarnya, Beliau sendiri hanya menyaksikan gerhana matahari melalui TVRI.
Sungguh sejarah bisa menceritakan pada kita kisah-kisah menarik bagaimana dahulu manusia memaknai gerhana matahari.
Orang Ternate misalnya, percaya bahwa gerhana matahari disebabkan oleh naga jahat yang melahap matahari. Untuk itu, mereka harus membuat suara gaduh agar sang naga memuntahkan matahari kembali.
Tak diduga kepercayaan orang Jawa, Tionghoa, dan India akan fenomena gerhana matahari memiliki persamaan, hanya penamaan naganya saja yang berbeda.
Pernahkah terpikir mengapa mitos gerhana matahari dari Indonesia mirip dengan Tiongkok dan India?
Mungkinkah kesamaan itu terjadi karena hubungan dagang di masa silam?
Tak melulu tentang mitos, sejarah juga bisa menceritakan bagaimana manusia mengungkap rahasia alam semesta melalui gerhana matahari.
“Benda bermassa besar menyebabkan kelengkungan ruang dan waktu. Cahaya yang bergerak dibelokkan sesuai kelengkungan itu.”
Bayangkan ruang dan waktu adalah jaring yang dibentangkan lurus dan benda bermassa adalah bola di atasnya. Tentu bola akan membuat jaring tersebut melengkung, bukan? Apapun yang bergerak di jaring itu akan dipaksa mengikutinya.
“Kalau begitu, cahaya bintang yang jauh saat melewati matahari juga dibelokkan? "Akan kubuktikan!"
29 Mei 1919, Sir Arthur Eddington dan Frank Dyson memotret gerhana matahari total dari Principe, Afrika Barat. Pengamatan dilakukan saat terjadi gerhana matahari sebab saat itulah cahaya matahari menjadi redup sehingga cahaya bintang dapat teramati.
Cahaya bintang di belakang matahari mengalami pembelokan sebesar 1,61 detik busur. Penemuan itu kemudian dirilis dalam pertemuan astronomi di London pada 6 November 1919.
Pengetahuan tentang gravitasi yang mampu membelokkan cahaya kini digunakan untuk mengungkap planet-planet yang letaknya sangat jauh.
Tahun 2003, Ian Bond, astrofisikawan yang sekarang bekerja di University of Massey, Selandia Baru, berhasil mendeteksi keberadaan obyek misterius yang diduga planet dengan metode mikrolens gravitasi.
Hingga saat ini ada lebih dari 30 obyek serupa yang telah ditemukan dengan metode mikrolens gravitasi.
Berkat metode mikrolens gravitasi ini pulalah peneliti akhirnya menemukan banyak bintang di luar sana yang dikelilingi planet-planet sama seperti tata surya kita. Dan bumi ternyata hanya bagian kecil dari alam semesta.
Bahkan ukuran matahari kita terbilang kecil.
Bintang terbesar di alam semesta adalah UY Scuti, ukurannya 1708 kali lebih besar dari matahari.
MATAHARI
(hampir tak terlihat)
Seumpama UY SCUTI menghuni tata surya, maka permukaannya ada di antara planet Jupiter dan Saturnus. Alias bumi akan tertelan, tak akan ada kehidupan.
Sedikit menggelikan mungkin bahwa bintang kecil di alam semesta itu dulu pernah disembah. Pada jaman Aztec, manusia bahkan dikurbankan untuk dewa matahari, Huitzilochti.
Sama seperti kita, matahari pun sebenarnya akan mati.
Matahari akan menjelma menjadi bintang raksasa merah dan bumi kita akan ditelan. Itulah mungkin yang disebut dengan kiamat menurut ilmu pengetahuan.
Tapi apakah benar kehidupan manusia akan berakhir saat itu? Mungkin tidak!
Neil Armstrong menjadi manusia pertama yang mendarat di bulan.
Sekarang, misi ke Mars tengah digagas.
Pada saat matahari kelak mati, manusia mungkin sudah berhasil menemukan cara tinggal di planet atau bahkan tata surya lain.
Saat mahatari sekarat, manusia mungkin bisa lari ke Mars yang mungkin bakal menjadi layak huni pada masa yang akan datang.
Manusia saat ini juga sudah menemukan planet yang diyakini paling mirip dengan bumi seperti Kepler-186f.
Planet-planet lain juga tak kalah indah.
Planet bernama 30 Ari Bb yang berjarak 136 tahun cahaya dari bumi memiliki empat bintang.
Pemandangan di planet 'alien' juga unik. Di HD 209458 b misalnya, senja berwarna biru.
Bisakah kita ke sana?
Masih banyak yang belum kita ketahui dengan pasti. Masih banyak yang perlu kita konfirmasi.
Tak dapat dipungkiri fenomena gerhana matahari telah menjadi teropong untuk melihat perjalanan manusia memaknai alam semesta dan keberadaannya. Sungguh ilmu pengetahuan telah berperan mencerahkan kita semua.
Mari kita lihat dan maknai bersama fenomena gerhana matahari 9 Maret 2016 ini. Simak penjelasannya di bawah ini dan ikuti perkembangan terbarunya di liputan khusus gerhana.