Green Jobs

Mengubah Minat Kaum Muda Jadi Aksi Nyata

Prolog

Setelah sekian lama menjadi wacana, konsep keberlanjutan kini semakin nyata dalam strategi bisnis.

Bahkan, Survei Workiva dan Capgemini Research Institute menunjukkan:

bahwa di tengah ketidakpastian politik global, keberlanjutan tetap menjadi prioritas bagi banyak perusahaan.

Fokus pada keberlanjutan membuka peluang besar bagi green jobs—pekerjaan yang berdampak positif bagi lingkungan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Laporan LinkedIn 2023 mengungkapkan bahwa antara 2022 dan 2023, jumlah lowongan yang membutuhkan green skills meningkat hingga 22,4 persen.

Tenaga kerja dengan green skills memiliki peluang direkrut 29 persen lebih tinggi.

29

Dalam kondisi ekonomi yang penuh tantangan, green jobs menjadi harapan baru bagi ketenagakerjaan sekaligus solusi bagi perbaikan lingkungan.

Laporan Koaksi Indonesia pada 2022 memperkirakan bahwa transisi energi dapat menciptakan 432.000 green jobs dengan keahlian teknik pada 2030, dan berpotensi meningkat hingga 1,12 juta pada 2050.

Namun, bagaimana kaum muda melihat masa depan mereka dalam dunia kerja yang semakin mengarah pada keberlanjutan? Apakah mereka melihat peluang dalam sektor hijau, bukan hanya pada transisi energi, melainkan juga konservasi, inovasi hijau, serta intersection antara sektor hijau dengan sektor kesehatan, pendidikan, dan bidang lain? Dan yang terpenting, bagaimana menjembatani ketertarikan itu menjadi langkah konkret?

Kaum Muda Tertarik, tetapi Masih Ada Tantangan

Koaksi Indonesia melakukan studi dengan melibatkan responden muda (berusia 17-35 tahun) dari 10 kota di Indonesia pada Oktober-November 2024.

Hasilnya, 76 persen kaum muda yang telah bekerja merasa pekerjaan mereka sudah beririsan dengan green jobs. Lebih dari 25 persen menyatakan, tempat kerja mereka sudah punya divisi keberlanjutan.

76
kaum muda merasa pekerjaan mereka
sudah beririsan dengan green jobs

Namun, pemahaman tentang green jobs masih terbatas. 52 persen mengaku masih ragu-ragu, kurang paham, dan tidak paham sama sekali soal green jobs.

Meski demikian, setelah mendapatkan informasi yang lebih jelas, 76 persen responden mengaku tertarik bekerja di sektor ini. Daya tarik utama bagi mereka adalah peluang untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan.

  • Sangat Tertarik
    27
  • Tertarik
    49
  • Netral
    18
  • Tidak terlalu tertarik/
    tidak tertarik sama sekali
    6

Minat yang tinggi terhadap green jobs tidak serta-merta berujung pada peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor ini.

Seperti yang terjadi di industri teknologi, faktor seperti gaji, kestabilan pekerjaan, keterampilan yang dibutuhkan, dan ketersediaan lapangan kerja menjadi pertimbangan utama bagi kaum muda sebelum benar-benar terjun ke dalamnya.

Butuh usaha untuk menyulap minat menjadi aksi nyata. Sulit memang, tetapi sudah ada modalnya.

Selain minat, modal dasar menggaet generasi muda masuk pada green jobs adalah perhatian pada masalah lingkungan dan pengalaman mereka merasakan dampak kerusakan lingkungan pada kehidupan sehari-hari.

Riset pada 10.000 kaum muda dunia yang diterbitkan di The Lancet pada 2021 menunjukkan bahwa mereka sangat peduli dengan krisis iklim. Lebih dari separuh merasa marah, cemas, sekaligus tak berdaya menghadapi ancaman ini.

Di Indonesia, tren serupa terlihat dalam survei Koaksi Indonesia.

Isu lingkungan menempati posisi kedua dalam daftar prioritas kaum muda setelah ekonomi, mengungguli isu kesehatan. Perubahan iklim juga masuk lima besar isu yang paling mereka perhatikan.

Ekonomi
0
Lingkungan
0
Kesehatan
0
Pendidikan
0
Kemiskinan
0
Bencana Alam
0
Hak Asasi Manusia
0
Pekerjaan
0
Keamanan/ Kriminalitas
0
Korupsi
0
Kesejahteraan
0
Pertaniaan
0
Pariwisata
0
Infrastruktur
0
0 10 20 30 40

Isu lingkungan yang menjadi perhatian utama adalah sampah dan polusi udara, mungkin dipicu karena pemberitaan media soal Indonesia penghasil sampah plastik ketiga terbesar dunia serta pengalaman menyaksikan udara kota yang berkabut debu.

Pengelolaan sampah tidak optimal
0
Polusi udara
0
Banjir dan bencana alam
0
Pencemaran sungai
0
Perubahan iklim/ cuaca ekstrim
0
Kelangkaan air bersih
0
Pembuangan limbah industri
0
Penebangan hutan
0
Gagal panen & permasalahan pertanian
0
Kebakaran hutan
0
Pengelolaan dampak tambang
0
Mikroplastik dan sampah laut
0
0 10 20 30 40 50

Lebih dari 50 persen kaum muda merasakan betul dampak lingkungan.

50
Kaum muda merasakan
betul dampak lingkungan

Gagal panen dan masalah pertanian adalah yang paling utama, disusul limbah industri dan polusi udara.

Gagal panen & permasalahan pertanian
0
Pembuangan limbah industri
0
Polusi udara (kendaraan/ pabrik)
0
Pengelolaan dampak tambang
0
Pengelolaan sampah
0
Perubahan iklim/ cuaca ekstrim
0
Pencemaran sungai
0
Mikroplastik dan sampah laut
0
Penebangan hutan
0
Banjir dan bencana alam
0
Kebakaran hutan
0
Kelangkaan air bersih
0
0 20 40 60 80 100
Kestabilan Pekerjaan sebagai Faktor Penentu

Jika ingin menyulap minat generasi muda menjadi aksi nyata pada green jobs, maka mengupayakan kestabilan pekerjaan pada sektor tersebut adalah hal utama yang perlu dilakukan.

Pasalnya, sebanyak 60 persen kaum muda yang sudah bekerja dan 52 persen yang belum bekerja sama-sama menginginkan status pekerjaan tetap.

Keinginan ini, sayangnya, agak berbeda dengan tren saat ini. Studi oleh London School of Economics and Political Science mengungkapkan, pekerjaan masa depan banyak berstatus lepas. Kalau banyak green jobs di Indonesia punya status lepas, maka peminatnya bisa jadi akan sedikit.

  • Gaji
  • Lingkungan Kerja
  • Peluang Karir
  • Keseimbangan Hidup

Kaum muda memang perhatian pada isu lingkungan. Namun, mereka jauh lebih perhatian pada gaji, lingkungan kerja, peluang karier, dan keseimbangan hidup saat memilih pekerjaan.

Dengan demikian, meskipun sepertiga kaum muda memperhatikan dampak lingkungan ketika memilih pekerjaan, remunerasi yang layak sekaligus lingkungan pekerjaan yang kompetitif dan inklusif tetap harus diperhatikan.

Di sini, pemerintah Indonesia perlu mengkaji lagi Undang-Undang Cipta Kerja, misalnya terkait remunerasi, agar dapat mendorong minat kaum muda ke sektor green jobs.

49

Di atas semua itu, kaum muda menilai bahwa pemerintah masih perlu menciptakan green jobs lebih banyak. Sebanyak 49 persen kaum muda mengatakan, menciptakan lowongan green jobs adalah langkah yang sangat perlu dilakukan pemerintah.

Di mana sektor yang harus ditingkatkan? Berdasarkan survei, agroindustri adalah salah satu yang perlu dieksplorasi.

Sektor agroindustri dipandang memiliki keberlanjutan tinggi di mata kaum muda, diikuti makanan dan minuman serta pariwisata. Hasil riset Greenpeace dan Celios pada 2023 mengungkapkan, agroindustri merupakan sektor yang paling menyerap banyak green jobs.

Di sisi lain, pemerintah perlu mendorong agar generasi muda melirik sektor energi, keuangan, dan ritel yang saat ini belum dianggap prospek untuk keberlanjutan.

Di antara banyak sektor pekerjaan, kaum muda menilai pertanian, perikanan, dan kehutanan merupakan yang paling potensial mendukung keberlanjutan.

Makanan & Minuman
0
Pendidikan & Pelatihan
0
Media & Hiburan
0
Pariwisata & Perhotelan
0
Ritel & E-commerce
0
Perikanan dan Kehutanan
0
Layanan Publik & Pemerintah
0
Layanan Sosial (NGO, relawan, dll)
0
Telekomunikasi & Teknologi informasi
0
Layanan Keuangan & Perbankan
0
Perawatan Kesehatan & Farmasi
0
Transportasi & Logistik
0
Pertambangan & Sumber Daya Alam
0
Manufaktur
0
Energi (Terbarukan & Tidak Terbarukan)
0
0 10 20 30 40
Peningkatan Keterampilan: Kunci Keberhasilan

Selain kestabilan, keterampilan juga menjadi tantangan utama.

Sebanyak 72 persen kaum muda merasa perlu meningkatkan pengetahuan mereka mengenai lingkungan dan keberlanjutan, sedangkan lainnya menginginkan penguatan keterampilan teknis serta pemahaman kebijakan pemerintah terkait isu ini.

  • Sangat Paham
    12
  • Cukup Paham
    36
  • Ragu-ragu
    26
  • Kurang Paham
    21
  • Tidak Paham Sama Sekali
    5

Menariknya, ada perbedaan preferensi dalam peningkatan keterampilan berdasarkan gender. Perempuan lebih menitikberatkan pada pengetahuan soal keberlanjutan, sedangkan laki-laki mengutamakan kemampuan komunikasi.

Oleh karena itu, program re-skilling dan up-skilling perlu diperkuat.

Di sektor energi, misalnya, engineer yang saat ini bekerja di industri batu bara bisa dilatih ulang menjadi ahli tenaga surya.

Dalam sektor agrobisnis, program peningkatan keterampilan seperti yang diterapkan dalam European Union Common Agricultural Policy (CAP) Network bisa menjadi inspirasi untuk membangun pelatihan yang komprehensif.

Selain itu, sektor EdTech dapat memainkan peran penting dalam peningkatan keterampilan melalui Massive Online Open Courses (MOOC) dan program sertifikasi mikro untuk mendorong penguasaan green skills.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2025 - 2045 yang mengangkat ekonomi hijau sebagai fondasi transformasi ekonomi merupakan kebijakan mendasar yang penting.

Kementerian Ketenagakerjaan bekerja sama dengan International Labor Organization (ILO) berupaya mengembangkan kurikulum pelatihan pekerjaan hijau. Selain itu, ada pula upaya untuk Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk pekerjaan hijau.

Program Startup4Industry dari Kementerian Perindustrian juga kini menyasar sektor-sektor hijau, menciptakan peluang bagi banyak pihak untuk ikut berperan serta.

Dengan keunggulannya masing-masing, sektor pemerintah dan swasta bisa berkolaborasi untuk mempercepat pengembangan kompetensi pekerjaan hijau.

Peningkatan green skills ini akan menentukan apakah peluang green jobs betul-betul dapat mendorong perubahan dan menyejahterakan.

Fenomena yang terjadi di sektor teknologi, di mana slot pekerjaan teknis dialihdayakan ke tenaga kerja asing bisa menjadi pelajaran.

Media Sosial sebagai Sarana Promosi “Green Jobs”

Riset Koaksi Indonesia menemukan bahwa 91 persen kaum muda menggunakan media sosial sebagai sumber informasi utama, termasuk dalam mencari pekerjaan. WhatsApp, Instagram, dan TikTok menjadi medium komunikasi utama mereka.

91

Fenomena ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran dan minat terhadap green jobs.

Akun media sosial khusus yang mempromosikan green jobs dapat dibuat, seperti halnya akun yang menginformasikan peluang kerja di sektor non-profit dan startup.

Studi Prosple, meskipun dengan responden yang terbatas, menunjukkan bahwa citra perusahaan di media sosial berperan dalam menarik kaum muda untuk bekerja di startup. Pendekatan serupa dapat diterapkan untuk memopulerkan green jobs.

Media Sosial
91
Televisi
49
Teman/keluarga
38
Website berita
29
Komunitas/organisasi lingkungan
19
Podcast
13
Surat kabar/magazine
12
Webinar/ seminar online
8
Media sosial (91%) adalah sumber informasi utama untuk isu-isu umum dan diikuti oleh televisi (49%) yang juga cukup banyak digunakan orang muda. Surat kabar/koran dan webinar online sangat jarang digunakan oleh orang muda untuk mencari informasi seputar isu-isu umum.
Memanfaatkan Minat Wirausaha

Semangat kewirausahaan di kalangan kaum muda Indonesia cukup tinggi. Survei World Economic Forum menemukan bahwa 34,1 persen kaum muda di Indonesia sudah bekerja untuk diri sendiri, dan 1,5 persen lainnya ingin mencoba.

34,1

Green jobs dapat dikaitkan dengan tren ini melalui pengembangan kewirausahaan hijau. Bootcamp dan kompetisi bisnis dapat digelar untuk mendorong anak muda mengembangkan ide bisnis berbasis keberlanjutan, mulai dari pengolahan sampah hingga energi terbarukan.

Saat ini, pemerintah telah memiliki Danantara, platform pendanaan untuk mendorong perubahan dan inovasi. Pemanfaatan Danantara untuk mendukung green entrepreneurship bisa menjadi langkah strategis untuk mengubah minat kaum muda terhadap green jobs menjadi aksi nyata.

Epilog

Riset Koaksi Indonesia menunjukkan bahwa kaum muda memiliki kesadaran lingkungan dan pengetahuan tentang green jobs, meski masih perlu ditingkatkan melalui media sosial. Untuk mendorong partisipasi mereka, pemerintah dan sektor swasta harus membuka lebih banyak peluang dan membekali mereka dengan keterampilan yang dibutuhkan. Partisipasi mereka pada green jobs berperan penting dalam menjaga lingkungan, mencegah kelangkaan sumber daya, serta mendukung transisi energi Indonesia menuju emisi nol bersih pada 2060 atau lebih cepat.