Mengembalikan Laut Indonesia sebagai Surga Ikan

Indonesia Merupakan "Surga Ikan"

Sejak akhir tahun 80-an, tangkapan ikan laut di seluruh dunia stagnan dan cenderung turun, hanya sekitar 90 juta ton per tahun.

article-cantrang-1.png

Kondisi itu terjadi karena laut terus dieksploitasi tanpa mempedulikan daya dukung lingkungannya yang terus merosot. Penangkapan berlebihan (overfishing) terjadi di sejumlah kawasan.

Ikan-ikan sulit berkembang lebih banyak lagi karena sebagian ekosistemnya telah rusak dan tak pernah diberi kesempatan untuk memulihkan diri.

Organisasi Pangan Dunia (United Nations Food and Agriculture Organization/FAO) melaporkan perairan yang jenuh dan overfishing pada 2013 telah mencapai 90 persen dari total area penangkapan ikan di muka bumi ini. Angka tersebut meningkat signifikan dibandingkan tahun 1974 yang sekitar 60 persen.

Terbatasnya pasokan ikan membuat persaingan antar negara dalam memperebutkan ikan di laut menjadi begitu sengit. Pencurian ikan atau illegal fishing akhirnya terjadi di mana-mana.

Indonesia menjadi sasaran empuk pencurian ikan oleh kapal asing. Itu terjadi karena kekayaan laut Indonesia sangat melimpah. Di sisi lain, pengawasannya kurang mengingat selama bertahun-tahun laut bukanlah prioritas kebijakan pembangunan pemerintah.

Bagaimanapun, Indonesia merupakan surga ikan karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah lautan mencapai 3.257.483 km persegi dan luas daratan sebesar 1.922.570 km persegi.

Ini berarti, dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan. Jika zona ekonomi eksklusif (ZEE) ikut diperhitungkan, maka luas lautan menjadi sekitar 7,9 juta km persegi atau 81 persen dari seluruh wilayah Indonesia.

Panjang pantai negeri ini mencapai 95.181 km. Jika dibentangkan di Eropa, maka wilayah Indonesia akan menutup wilayah Inggris hingga laut Kaspia dekat Iran.

Dampak Pencurian Ikan

Akibat pencurian ikan, beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia masuk kategori merah untuk sejumlah jenis ikan dan biota laut lainnya. Artinya, terjadi overfishing di area-area tersebut.

Jika dikalkulasi, Indonesia kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp 200 triliun rupiah per tahun akibat pencurian ikan.

Nelayan pun kehilangan mata pencaharian karena ikan di laut disedot habis kapal-kapal asing besar pencuri ikan.

Dalam 10 Tahun Terakhir,
Mata Pencaharian Nelayan Menghilang

middle-mata-pencarian-2.png

Jika illegal fishing terus dibiarkan, International Union for Conservation of Nature memproyeksikan potensi tangkapan ikan di perairan Indonesia akan anjlok hingga 40 persen pada tahun 2050.

Bahkan, berdasarkan kajian UCSB dan Balitbang Kelautan dan Perikanan, jika eksploitasi berlebihan terus dibiarkan, biomassa ikan di perairan nusantara akan anjlok hingga 81 persen pada tahun 2035.

Hidupkan Semangat Bahari

Berpuluh tahun, lautan nusantara terus “dijajah” dan dikuras sumber daya alamnya oleh bangsa asing, hingga akhirnya tiba era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya, Jokowi memiliki visi maritim yang amat menonjol.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti merasakan betul menurunnya tangkapan ikan di sejumlah perairan Indonesia.

Karena itu, ketika didapuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan sejak Oktober 2014, tiga persoalan itulah yang coba diatasi Susi.

Peraturan Menteri (permen) 56/2014 tentang moratorium perizinan kapal eks asing dan Permen 57/2014 tentang larangan transhipment dikeluarkan Susi untuk mengatasi penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak sesuai aturan (illegal, unreported, unregulated/IUU fishing).

Untuk mendukung penegakan hukum di laut, Satgas 115 dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015.

Satgas 115 merupakan penyelenggara penegakan hukum satu atap (one roof enforcement system), yang terdiri atas unsur TNI AL, Polri, Bakamla dan Kejaksaan Republik Indonesia.

Dengan cara itu, bisa memudahkan koordinasi, mendorong sinergi dan melaksanakan fungsi fasilitasi dalam memberantas illegal fishing untuk mencapai penegakan hukum yang adil dan memberikan efek jera.

Bagi Susi, memberantas illegal fishing bukan sekadar menyelamatkan kekayaan laut Indonesia, namun lebih penting dari itu adalah menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.

Menegakkan Hukum

Sejak didirikan pada 19 Oktober 2015, Satgas 115 telah menenggelamkan 176 kapal ikan pelaku illegal fishing.

Dari kapal-kapal yang ditenggelamkan tersebut, 162 kapal berbendera asing, yaitu:

middle-eks-asing-4.png

Tindakan terhadap Kapal Eks Asing

Selain menenggelamkan kapal, Satgas 115 juga telah menangani 11 kasus tindak pidana perikanan, yaitu kasus tindak pidana perikanan di Avona, Wanam, Benjina, Ambon, Timika, serta tindak pidana perikanan terhadap MV Hai Fa, MV Silver Sea 2, FV Viking, FV Jiin Horng No 106 dan FV Hua Li 8.

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dari 600.000 kapal ikan yang beroperasi di perairan Indonesia, ada sekitar 1.602 kapal yang merupakan eks asing.

middle-eks-asing-4.png

Kapal eks asing merupakan kapal yang awalnya dimiliki asing atau kapal yang diimpor dari negara lain yang kemudian benderanya diganti dengan bendera Indonesia sehingga menjadi kapal nasional.

Penggantian bendera tersebut terjadi pada tahun 2005, tatkala pemerintah mewajibkan semua kapal ikan harus berbendera Indonesia namun tetap membuka ijin impor kapal asing.

Skema Perizinan Usaha Perikanan Tangkap antar Waktu

Dalam perjalanannya, kapal-kapal eks asing ini justru menjadi sumber permasalahan dalam pengelolaan perikanan di Nusantara.

Dari catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemilik dan para operator kapal eks asing kerap melakukan pelanggaran, mulai dari menggunakan bendera ganda (double flagging) hingga terlibat tindak pidana perdagangan orang.

Mereka juga memalsukan dokumen, penyelundupan, dan terlibat tindak pidana pencucian uang. Kapal-kapal eks asing tentu saja kerap melakukan penangkapan ikan secara ilegal dengan tidak melaporkan hasil tangkapannya kepada pihak otoritas.

Pemilik kapal juga melakukan transhipment atau memindahkan ikan di tengah laut untuk diekspor tanpa melalui prosedur yang ditetapkan.

Berdasarkan audit yang dilakukan KKP terhadap kapal eks asing, ternyata 100 persen kapal eks asing terbukti melakukan pelanggaran.

Dari 1.132 kapal ikan eks asing yang telah diaudit, diketahui pemiliknya hanya sebanyak 187 perusahaan atau pemilik izin.

Kapal-kapal eks asing tersebut berasal dari China (374 kapal), Thailand (280 kapal), Taiwan (216 kapal), Jepang (104 kapal), dan Filipina (98 kapal).

Evaluasi Kapal Ikan Eks-Asing: 100% Melakukan Pelanggaran

Klik untuk navigasi

Pilih salah satu region yang Anda inginkan

utf-8 utf-8utf-8 utf-8 utf-8 utf-8utf-8utf-8 utf-8utf-8utf-8utf-8 utf-8utf-8utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8 utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8utf-8 utf-8

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, pemerintah pun melakukan deregistrasi terhadap seluruh kapal impor dan mewajibkan pengadaan kapal ikan yang baru dibuat oleh galangan kapal domestik.

Evaluasi ini juga mendasari ditandatanganinya Peraturan Presiden No 44/2016 yang menutup investasi asing di bidang penangkapan ikan, namun membuka ruang investasi asing sampai 100 persen khusus di bidang pengolahan untuk mendukung industri hilir.

Melarang Cantrang

Pelarangan alat tangkap pukat, sebenarnya bukan kebijakan baru. Sejak tahun 1980, alat tangkap pukat sudah dilarang melalui Keppres 39/1980 tentang penghapusan jaring pukat (trawl). Alat tangkap ini sudah dilarang secara internasional.

Alat tangkap yang menyerupai kantong jaring ini dilarang karena semua jenis ikan dan semua ukuran ikan, termasuk benih ikut tertangkap. Dampaknya, kelestarian pasokan ikan akan terganggu.

Pengaturan Pengangkutan Kerapu

Untuk mengatasi destructive fishing, Susi mengatur kapal pengangkut ikan hidup, baik kapal asing maupun domestik agar bisa terawasi dengan baik.

Komoditas ikan hidup yang jadi primadona ekspor adalah kerapu dan napoleon.

middle-eks-asing-4.png
middle-eks-asing-4-mobile-1.png
middle-eks-asing-4-mobile-2.png

Indonesia merupakan pengekspor kerapu hidup terbesar di dunia dengan tujuan utama ke Hongkong, Malaysia, dan Singapura. Produksi kerapu Indonesia pada tahun 2015 mencapai Rp 1,37 triliun.

Sebelum ada pengaturan, banyak orang menggunakan bius sianida untuk menangkap kerapu. Padahal, penggunaan sianida dapat merusak terumbu karang yang menjadi habitat dan tempat reproduksi ikan kerapu itu sendiri.

Dengan pengaturan kapal angkut ikan, Susi berharap pengangkutan ikan kerapu hidup dan napoleon dapat diawasi oleh pelabuhan perikanan setempat. Dengan demikian bisa terdeteksi mana kerapu hasil budidaya murni dan kerapu alam yang ditangkap menggunakan bius sianida.

Mereka yang Terancam Kebijakan Susi

KOMPAS IMAGES / DINO OKTAVIANO
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat ditemui awak media Kompas.com, di sela mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Jakarta, Rabu (13/4/2016). Raker membahas Kunjungan Kerja Masa Reses Komisi IV, RUU Prioritas dan Prolegnas.

Kebijakan Susi memicu protes dari para nelayan dan pengusaha pemilik kapal. Sebab, memang tak mudah mengubah kebiasaan nelayan yang berpuluh-puluh tahun terbiasa menggunakan pukat. Belum lagi masalah permodalan untuk mengganti kapal dan alat tangkap.

Produksi perikanan di sentra-sentra kapal eks asing seperti Ambon, Tual, dan Bitung turun. Terjadi pula pengangguran pekerja di kapal dan pabrik pengolahan serta cold storage. Seperti yang dilakukan oleh pengusaha budidaya ikan kerapu sekaligus Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja.

Menurut dia, ada ribuan kapal nelayan yang perpanjangan perizinan yang dihambat oleh pemerintah. Perizinan yakni di penerbitan Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) atau Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

Abilindo menyatakan ada 5.700 kapal yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan yang tidak bisa beroperasi karena tidak memperoleh izin.

Hal itu berdampak pada pasokan bahan baku bagi industri olahan ikan yang berkurang signifikan .

Selain itu, ada kapal-kapal kecil milik nelayan yang ukurannya dibawah 30 gross ton yang terkena terdampak langsung oleh kebijakan Menteri Susi . Peraturan penghambatnya Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawl) dan Pukat Tarik (seine net).

Aturan lain yang dinilai menghambat yakni Permen Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP RI).

Dalam peraturan tersebut ditetapkan, pelarangan penggunaan beberapa alat tangkap ikan kelompok pukat hela, pukat tarik dan cantrang termasuk di dalamnya.

Atas kebijakan tersebut, para nelayan banyak yang terpaksa tidak melaut. Mereka merupakan para pekerja yang selama ini menggantungkan hidupnya di kapal-kapal penangkap ikan yang tak mendapat izin melaut.

Aksi demo nelayan kemudian banyak terjadi di berbagai sentra perikanan tangkap, seperti di Bitung Sulawesi Utara, Tual Maluku, Benoa Bali dan daerah lainnya.

Menanggapi banyaknya protes yang dilakukan nelayan dan pelaku usaha terhaap kebijakan Susi, pihak istana mengakui ada peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menimbulkan konflik di kalangan nelayan dan aparat penegak hukum.

Peraturan yang dimaksud, yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

"Itu memang ada konflik ya karena peraturan menteri yang melarang cantrang. Cantrang ini banyak jenisnya," ujar Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Di sisi lain, KKP sebenarnya memiliki program pembagian alat tangkap ikan pengganti cantrang. Namun, rupanya belum seluruhnya nelayan di Indonesia mendapatkannya.

Hasil yang Berbicara

Menurut Susi, segala kebijakannya tersebut bukan untuk menghambat bisnis para pengusaha perikanan, tetapi justru untuk menciptakan iklim bisnis yang bagus untuk seluruh pelaku usaha perikanan termasuk para nelayan kecil yang selama ini terpinggirkan.

“Pengaturan penangkapan ikan di laut selalu positif karena akan meningkatkan produktivitas laut itu sendiri. Produksi ikan akan lestari dan terhindar dari over fishing,” kata Susi.

Pada awal pelaksanaannya, kebijakan pengaturan penangkapan ikan di laut pasti akan menyakitkan bagi sejumlah pihak. Sebagian perusahaan penangkapan ikan akan berkurang pendapatannya, bahkan mungkin pula ada yang berhenti beroperasi.

SURYA / HAYU YUDHA PRABOWO
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti meninjau Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dalam rangkaian kegiatan Program Jaring bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Pantai Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (13/11/2015). Dalam kegiatan ini Kementerian Kelautan dan Perikanan menggelontorkan bantuan masyarakat sebanyak 5,23 miliar sebagai upaya penguatan industri perikanan di Kabupaten Malang.

Namun, dalam jangka menengah panjang, kekayaan ikan di laut Indonesia akan memberi kemakmuran sebesar-besarnya untuk rakyat dan negara.

Apa yang dikatakan Susi mulai terbukti. Bisnis para mafia penangkapan ikan yang menjadi proksi asing berjatuhan. Para pelaku bisnis perikanan ilegal juga gulung tikar. Kini kemakmuran beralih kepada nelayan-nelayan nasional yang selama ini terpinggirkan.

Secara aggregat, kebijakan Susi juga lebih menguntungkan negara karena industri penangkapan ikan yang sebelumnya gelap dan dikuasai mafia menjadi terang benderang. Dampaknya, pajak pun semakin besar karena industri penangkapan ikan kini lebih tertata.

Producers
M. Fajar Marta
Bambang Priyo Jatmiko
Aprillia Ika W
Co-Producer
Donald Yudi Winarso
Writers
Yoga Sukmana
Sakina Rakhma Diah Setiawan
Estu Suryowati
Achmad Fauzi
Pramdia Arhando Julianto
Iwan Supriyatna
Photographers
Hayu Yudha Prabowo
Dino Oktaviano
Copywriter
Georgious Jovinto
Graphic
Stephanie Tanata
Fadiah Putri Larasati
Developer
Bayu Adi Prakoso


VIK