Produser
Bayu Galih
Penulis
Bayu Galih
Tim Konten
Kistyarini,   Dian Reinis Kumampung,   Estu Suryowati,   Kristian Erdianto
Videografer
Kristianto Purnomo,   Dino Oktaviano,   Mada Ariya Putra
Video Editor
Mada Ariya Putra
Fotografer
Kristianto Purnomo,   Dino Oktaviano,   Mada Ariya Putra
Kreatif
Stephanie Tanata,   Lilyana Tjoeng,   Bangkit Wijanarko

Copyright 2016. Kompas.com


×
Susi Pudjiastuti
Perintis

Susi Pudjiastuti dikenal sebagai pendiri Susi Air, maskapai perintis yang membuka jalan bagi mereka yang tinggal di pedalaman. Kehadiran Susi Air awalnya hanya untuk distribusi perusahaan perikanan miliknya.

Namun, peran sejumlah pesawatnya dalam penyaluran bantuan untuk korban tsunami di Aceh dan Nias pada 2004, membuat Susi Air dikembangkan menjadi maskapai untuk menjangkau pelosok. Kesuksesan itu membuat Presiden Joko Widodo terpikat dan menunjuknya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Dengan jabatan itu, kini Susi bertanggung jawab untuk merintis kedaulatan maritim Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

“”
"Saya tahu, jalan yang hendak saya tempuh itu sukar, banyak duri dan onaknya, dan lubang-lubangnya…". (Surat Kartini kepada Rosa Abendanon, 7 Oktober 1900)
next
×
Lola Amaria
Kemanusiaan

Lola Amaria tidak hanya menjadikan film sebagai pilihan dari profesi yang digeluti. Namun, film juga menjadi sarananya untuk memberi pemahaman kepada penonton akan nilai kemanusiaan.

Karena itu, Lola menyajikan film yang bertema sederhana namun tetap sarat makna. Misalnya, tentang warna kehidupan tenaga kerja Indonesia dalam Minggu Pagi di Victoria Park (2010). Dalam film terbaru, Jingga (2016), Lola berusaha mengajak penonton memahami dunia difabel.

Pilihan film ini diakui Lola tidak mendatangkan keuntungan secara komersil. Namun, dia memilih bertahan. Lola memilih berjuang tetap menghadirkan film yang sesuai dengan hasrat dan pilihan hatinya.

“”
"Tujuan perjuangan kami ada dua: berusaha memajukan bangsa dan merintis jalan bagi saudara-saudara kami perempuan, menuju arah ke keadaan manusiawi...". (Surat Kartini kepada Nellie van Kol, Agustus 1901)
prev
next
×
Chelsea Islan
Mimpi

Chelsea Islan merupakan bintang terang di ranah sinema Tanah Air. Memulai debut akting di film Refrain (2013), wajahnya mewarnai perfilman Indonesia dengan membintangi Di Balik 98 (2015) dan Guru Bangsa Tjokroaminoto (2015).

Meski begitu, Chelsea masih menyimpan banyak impian untuk diwujudkan. Perempuan kelahiran 2 Juni 1995 ini berambisi untuk berkarya dengan sinema, terutama sebagai sutradara. Sinematografi pun menjadi salah satu minat untuk didalami secara serius.

Tidak hanya untuk pribadi, Chelsea juga punya ambisi untuk bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya, keinginan untuk membuat Chelsea Islan Foundation of Care. Mimpi ini tidak hanya akan menjadi sarana Chelsea untuk berbagi, namun juga menginspirasi.

“”
"Jika aku memilih pekerjaan, haruslah sesuai keinginanku!" (Surat Kartini kepada Stella Zeehandelar, 6 November 1899)
prev
next
×
Sumarsih  
Ibu

Kehidupan Maria Katarina Sumarsih berubah sejak anaknya, Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), tewas dalam Peristiwa Semanggi I. Wawan tewas setelah tertembak peluru aparat yang mengamankan demonstrasi mahasiswa pada 13 November 1998.

Sejak itu Sumarsih terus mencari keadilan, menuntut persidangan untuk mereka yang bertanggung jawab terhadap kematian anaknya. Bersama para korban pelanggaran hak asasi manusia, Sumarsih pun menginisasi aksi Kamisan di depan Istana Negara sejak 18 Januari 2007.

Lebih dari 9 tahun sejak aksi pertama, namun Sumarsih tak pernah lelah mencari keadilan lewat aksi Kamisan. Perjuangan menuntut pemuliaan hak asasi manusia, yang dilakukan atas dasar rasa cintanya sebagai seorang ibu yang kehilangan anak.

“”
"Ibu yang jadi pusat kehidupan rumah tangga, dan kepada ibu dibebankan kewajiban pendidikan anak yang berat itu: yaitu pendidikan membentuk budi...". (Surat Kartini kepada Prof Dr GK Anton, 4 Oktober 1902)
prev
next
×
Najwa Shihab
Tekad dan Empati

Najwa Shihab merupakan wajah segar di jurnalisme televisi Indonesia. Kecerdasan dan sikap kritisnya saat mewawancara narasumber menjadikan Mata Najwa menjadi salah satu favorit penonton di layar kaca.

Menjadi jurnalis memang salah satu yang disyukuri Najwa. Jurnalis dianggap Najwa sebagai profesi yang paling menggairahkan. Selain itu, menjadi perempuan juga membuat Najwa lebih mudah berempati saat menjalankan profesinya.

Bermacam pencapaian yang telah dicapainya pun tidak membuat Najwa puas diri. Menurut Najwa, jangan sampai perempuan merasa lebih lemah, lebih bodoh, dan lebih kecil. Sebab, tiap perempuan mampu mencapai semua yang diinginkan, selama dia percaya.

“”
"Kamu tahu apa motto hidupku? ‘Aku mau..!’ Dua kata sederhana ini telah membawaku melewati bergunung kesulitan…" (Surat kepada Stella Zeehandelar, 12 Januari 1900)
prev
Terbitlah Terang

Memperingati kelahiran Kartini mungkin tak dapat dimaknai dengan mengenang kepahlawanan dalam perjuangan fisik. Kepahlawanannya memang tak lahir dari sebuah peperangan atau puputan, melainkan sebuah gagasan dan pemikiran.

Sebagai seorang perempuan yang besar dalam tradisi kebangsawanan yang ketat, Kartini tidak membiarkan pengetahuannya dalam keterbatasan. Dia menggunakan inderanya untuk membaca, mendengar, dan berupaya memahami kehidupan, terutama kehidupan bangsanya yang saat itu masih dalam keadaan terjajah. Dan upaya Kartini itu terekam dengan baik dalam surat-suratnya.

Dari surat-suratnya itulah kita dapat melihat perjuangan seorang Kartini, terutama untuk kaum perempuan. Perjuangan agar perempuan juga mendapat hak mendapat pendidikan, hingga perjuangan agar perempuan dapat menentukan masa depannya sendiri. Kartini berharap perempuan juga memiliki peran dalam memajukan bangsa.

Kini, sebagian harapan Kartini itu sudah menjadi kenyataan. Sejumlah perempuan inspiratif muncul seperti menjawab doa-doa Kartini.

Ada Susi Pudjiastuti, yang merintis jalan Indonesia menuju poros maritim dunia. Ada juga Lola Amaria, sineas yang kerja keras menyajikan nilai-nilai kemanusiaan melalui karyanya. Selain itu, muncul pula Chelsea Islan, aktris muda yang berjuang mewujudkan impian dan cita-citanya melalui seni peran.

Di layar televisi, kita mengenal Najwa Shihab, presenter kritis yang punya tekad besar membangun bangsa. Ada pula Maria Katarina Sumarsih, seorang ibu yang berjuang menuntut keadilan dan penegakan nilai hak asasi manusia, setelah kehilangan anaknya.

Lima perempuan itu akan membacakan surat-surat Kartini dalam VIK edisi ini. Sebuah persembahan untuk para perempuan dengan perjuangannya masing-masing.

Perjalanan Kartini
1879
KOLEKSI TROPENMUSEUM
Lahir di Jepara, 21 April 1879. Raden Ajeng Kartini merupakan anak kelima dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Ayahnya adalah Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, sedangkan ibu kandungnya bernama Mas Ajeng Ngasirah.
1879
1884
Usia balita. Sifat gesit Kartini terlihat sejak 9 bulan, usia saat baru belajar berdiri dan mulai belajar berjalan. Keluarga melihat sifat Kartini yang selalu ingin tahu dan menelusuri seluruh bagian rumah.
Kisah lain yang memperlihatkan sifat Kartini adalah ketika dia ingin memberi botol susu ke adiknya, Roekmini. Secara tidak sengaja, Roekmini menendang botol itu hingga jatuh. Saat dimarahi orangtuanya, Kartini pun membela diri dengan spontan menyahut omelan itu, hal yang dianggap lancang ketika itu.
1885
1891
KOLEKSI TROPENMUSEUM
Masa kanak-kanak dan usia sekolah. Sebagai putri bangsawan, Kartini dapat bersekolah di Europese Lagere School, setingkat sekolah dasar. Pendidikan ini membuat dia mampu baca-tulis dalam bahasa Belanda.
Kartini juga mendapat pendidikan keterampilan dan agama di rumah. Dalam usia kanak-kanak, Kartini akrab dengan kedua adiknya, Roekmini dan Kardinah.
1891
1895
Memasuki usia 12 tahun, Kartini mulai masuk masa dipingit. Masa-masa ini disebut Kartini bagai "dalam penjara".
Mulai merenung tentang nasib perempuan yang dikungkung adat dan "tak bisa menentukan masa depannya sendiri".
Hidup dalam pingitan membuat Kartini rajin membaca. Dia mengagumi Max Havelaar karya Multatuli dan hobi membaca majalah De Locomotief yang beraliran independen.
1895
1898
KOLEKSI TROPENMUSEUM
Usia 16 tahun, pingitan mulai mengendur. Kartini dibolehkan ke luar rumah, bahkan ayahnya membawa dia dan dua adiknya ke perayaan Penobatan Ratu Wilhelmina.
Menulis pertama kali di usia 16 tahun. Karena alasan menjaga privasi, Kartini pakai nama pena Tiga Soedara. Tulisannya dimuat di sejumlah majalah.
Kartini sering dibawa ayahnya untuk "blusukan". Ini membuat matanya melihat penderitaan rakyat jajahan.
Mulai mengenal gerakan perempuan di Eropa melalui diskusi dengan Marie Ovink Soer.
1899
Usia 20 tahun, Kartini mulai berkorespondensi dengan Estella Zeehandelar, perempuan Belanda yang mengenal Kartini berkat tulisan Kartini di jurnal De Hollandshce Lelie terbitan Belanda.
Kakak Kartini, RM Kartono, berpidato di Kongres Bahasa di Gent, Belgia. Aktivitas “Si Jenius” yang menguasai 26 bahasa itu menginspirasi Kartini untuk sekolah di Eropa.
Paman Kartini, RMAA Hadiningrat, mengeluarkan nota bertajuk “Utang Budi”. Nota Hadiningrat itu mengkritik pemerintah kolonial dan menuntut tersedianya pendidikan untuk bangsa Bumiputra. Aksi ini ikut menginspirasi Kartini di bidang pendidikan.
1900
Usia 21 tahun, gagasan Kartini di pendidikan mulai mewujud nyata setelah berkenalan dengan Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda JH Abendanon. Kesempatan untuk membuka sekolah khusus perempuan terbuka.
Kartini mengungkap keinginannya menjadi dokter, namun terhalang karena dia perempuan. Setelah itu, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi guru.
Kepada Rosa Abendanon, istri JH Abendanon, Kartini mengungkap tekadnya untuk kuliah di Belanda.
1901
KOLEKSI KITLV LEIDEN
Usia 22 tahun, rencana didirikannya sekolah untuk perempuan mendapat tentangan sejumlah bupati.
Untuk mengobati kekecewaan putrinya, sang ayah memberi izin Kartini untuk ikut sekolah guru di Batavia. Beberapa waktu kemudian, izin itu dibatalkan atas alasan biaya.
Batal ke Batavia, Kartini dan kedua adiknya mendapat pendidikan guru di rumahnya, perempuan bernama Annie Glaser menjadi guru bagi Tiga Saudara.
1902
Usia 23 tahun, anggota parlemen Belanda bernama Henri Hubertus van Kol bertemu Kartini di Jepara. Kehadiran van Kol memperlihatkan dikenalnya gagasan Kartini di Belanda, terutama di pendidikan.
Kepada van Kol, Kartini menyatakan keinginan kuliah di Belanda. Orangtua Kartini mengizinkan.
Rencana Kartini ke Belanda kini malah ditentang Rosa Abendanon dengan alasan kekhawatiran murid Kartini akan “setengah Belanda”. Namun, alasan itu ditolak Kartini yang mengaku akan memadukan kebaikan ala Belanda dan Bumiputera.
Di sisi lain, van Kol berhasil meyakinkan parlemen agar Pemerintah Kerajaan Belanda membiayai kuliah Kartini dan adiknya, Roekmini, kuliah di Belanda.
1903
Meer Licht Over Kartini
Usia 24 tahun, Kartini membatalkan rencana kuliah di Belanda setelah berbicara dengan JH Abendanon di Klein Scheveningen (kini Pemandian Bandengan). Belum jelas alasan Abendanon, meskipun disinyalir karena alasan politis, untuk menjauhkan Kartini dari van Kol.
JH Abendanon semakin melibatkan Kartini dalam Politik Etis di Hindia Belanda. Salah satu bentuknya adalah dengan menyebarluaskan “Nota Kartini”.
"Nota Kartini" merupakan tuntutan untuk menghadirkan pendidikan untuk semua anak bangsa Bumiputera.
Kartini mendirikan “Sekolah Gadis Jawa Pertama di Hindia Belanda”. Sekolah tidak hanya untuk rakyat kecil, tapi juga diikuti kalangan priyayi.
Dilamar Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat. Lamaran diterima dengan alasan dapat berbuat lebih banyak untuk masyarakat sebagai istri bupati ketimbang putri bupati.
Di sisi lain, biaya pendidikan 4.800 gulden untuk Kartini tiba di Tanah Air. Kartini kemudian menyarankan agar dialihkan untuk membiayai pendidikan Agus Salim di Belanda.
Kartini menikah pada 8 November 1903.
1904
DOK. KOMPAS/ISTIMEWA
Usia 25, Kartini jarang lagi menulis setelah menikah. Dalam surat kepada ibunya pada 17 Juli 1904, Kartini diketahui sering sakit.
Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan putranya.
Pasca Kartini Wafat
1908
Kardinah, adik Kartini, mendirikan sekolah Wismo Pranowo untuk wujudkan mimpi kakaknya. Sekolah ini dikenal modern bahkan menarik minat tokoh pendidikan lain, Dewi Sartika.
1911
JH Abendanon menerbitkan surat-surat Kartini dalam buku Door Duisternis Tot Licht. Tidak semua surat dimasukkan, terutama yang mengkritik Hindia-Belanda.
1913
Sekolah Kartini didirikan oleh tokoh Politik Etis, Conrad Theodore van Deventer di berbagai kota.
1964
Pada 2 Mei, Presiden Soekarno menjadikan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Hari kelahirannya pada 21 April pun ditetapkan sebagai Hari Kartini.