Lepaskan Jerat Narkoba Lepaskan Jerat Narkoba Lepaskan Jerat Narkoba Lepaskan Jerat Narkoba Lepaskan Jerat Narkoba

Lepaskan Jerat Narkoba

Scroll Down

Peredaran narkoba di Indonesia semakin merajalela. Penyelundup narkoba jaringan internasional menjadikan Indonesia pangsa pasar yang empuk.

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), pengguna narkoba di Indonesia berkisar hingga lima juta orang , mayoritas berada di Jakarta dan rata-rata berusia 25-30 tahun.

"Sekitar 600.000-1,2 juta pengguna (narkoba) ada di Jakarta," ujar Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Nico Afinta, beberapa waktu lalu.

Pemerintah dan kepolisian menyatakan Indonesia darurat narkoba dan menabuhkan perang terhadap peredarannya. Para bandar diancam hukuman tegas hingga hukuman mati.

Nico menyampaikan, pada 2016-Juli 2017, polisi mengungkap 8.510 kasus narkoba dengan 10.651 tersangka, 68 orang di antaranya warga negara asing dan delapan orang di antaranya ditembak mati karena melawan saat ditangkap.

Modus penyelundupan

Para tersangka menyelundupkan narkoba dengan modus yang berbeda agar tidak terendus penegak hukum.

Polisi pernah mengungkap penyulundupan sabu yang dikemas di dalam sol sepatu wanita. Dalam kasus itu polisi menyita lima koli sepatu wanita yang berisi dua kilogram sabu dari Guangzhou, China, dan masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Laut Talang Duku, Jambi, kemudian dikirim menggunakan jasa ekspedisi ke Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Penyelundupan sabu itu dikendalikan warga negara (WN) Nigeria bernama Kabaka (40) dibantu seorang WNI bernama Yani.

Ada juga WN Afrika Selatan berinisial DH (47) yang menyembunyikan dua kilogram sabu dan dikemas menjadi kapsul ukuran tiga-lima sentimeter di dalam perutnya.

Kapsul berdiameter tiga sentimeter yang berisi sabu ditelan DH bersama kuah sup, sedangkan yang berdiameter lima sentimeter dia masukkan ke dalam perut melalui dubur.

Tidak habis akal, penyelundupan sabu asal China juga pernah disembunyikan di meja payung. Sebanyak 41,6 kilogram sabu itu diselundupkan WN China berinisial LX dan LY.

LX dan LY menyewa sebuah ruko dan apartemen untuk menyimpan sabu, dan kemudian dikemas ke dalam meja dan dikirim melalui jasa ekspedisi.

"Pelaku makin hari makin canggih menyembunyikan narkoba dalam pengirimannya, perlu peningkatan teknologi untuk mengungkap," ujar Nico.

Pengungkapan kasus besar

01
Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya menggerebek pabrik ekstasi yang telah dua bulan beroperasi di sebuah gudang di Kompleks Pergudangan Green Sedayu Biz Park, Cakung Timur, Jakarta Timur, pada Januari 2017.
Dalam gudang berukuran sekitar 100 meter persegi itu, ada berbagai mesin yang bekerja selama 12 jam sehari untuk memproduksi ekstasi. Terdapat juga dua alat cetak, mesin pengaduk, blender, silinder besi, serta bahan campuran ekstasi.
10.000 butir ekstasi dapat diproduksi dalam sehari
Polisi menemukan 202.935
butir ekstasi
02
Kasus selanjutnya adalah pengungkapan penyelundupan satu ton sabu asal China. Pengungkapan penyelundupan narkoba itu merupakan yang terbesar yang pernah dilakukan polisi.
Pengungkapan kasus itu bermula dari informasi kepolisian Taiwan mengenai pengiriman sabu dalam jumlah besar dari China ke Indonesia. Paket sabu tersebut dikirim dari Pelabuhan Kaishong City, Taiwan, pada 17 Juni 2017.
Kapal melewati perairan Johor, Malaysia, kemudian singgah di perairan Myanmar untuk memindahkan barang secara ship to ship.
Dari Myanmar, kapal bergerak menyusuri pantai barat Pulau Sumatera, lalu ke Selat Sunda. Kapal itu diduga menurunkan sabu di Pulau Sangiang, Banten, dan diangkut ke dermaga eks Hotel Mandalika di Pantai Anyer menggunakan dua perahu karet bermesin tempel.
Pada Kamis 13 Juli 2017, aparat gabungan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya bersama Polres Depok menyergap empat WN Taiwan yang menyelundupkan sabu tersebut di dermaga Hotel Mandalika, Anyer, Banten.
Satu di antara pelaku tewas ditembak karena mencoba melarikan diri dan melawan petugas. Dua hari kemudian, kapal pengangkut sabu itu berhasil diamankan tim gabungan Bea-Cukai dan Polda Kepulauan Riau di perairan Tanjung Berakit, Bintan. Lima kru kapal, WN Taiwan, juga ditetapkan sebagai tersangka.

narkoba jenis baru

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Saat ini, beragam narkotika jenis baru mulai bermunculan, termasuk di Indonesia.

Berdasarkan data BNN dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), ada 65 narkoba jenis baru yang masuk ke Indonesia. Dari 65 narkotika jenis baru tersebut, 43 di antaranya sudah masuk dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

"Untuk narkotika jenis baru kami baru mengungkap tembakau gorilla dan liquid ganja. Kalau Flakka kami belum pernah mengungkap," ujar Nico.

KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR
Narkoba jenis gorilla yang disita polisi dari tiga pengedar berbasis instagram, Januari 2017

Pengungkapan kasus peredaran tembakau gorilla bermula saat polisi menangkap MY di Kampung Utan, Ceger, Bekasi, Sabtu (21/1/2017), dengan barang bukti 10,5 kilogram tembakau gorilla.

MY merupakan pemasok besar tembakau gorilla yang diedarkan melalui media sosial Instagram. Berdasarkan keterangan MY, polisi menangkap WT di Dukuh Pakis, Gunung Sari, Surabaya.

Di tempat itu, polisi menemukan 450 kilogram tembakau yang belum diolah beserta delapan jeriken alkohol dan lima jeriken glycerol.

Sarjana kimia itu mengaku sudah membuat tembakau gorila dari Januari-Desember 2016. Racikan WT diedarkan di Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Nusa Tenggara Barat.

Ada juga cerita dari P (23), alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Selama lima tahun terakhir, selain kuliah, P juga mengedarkan daun ganja kering dan tembakau gorilla.

Awal mula P mengenal tembakau gorilla adalah saat pasokan ganja untuk dia edarkan berkurang drastis. Saat ganja sulit didapatkan, muncullah tembakau gorilla. Tembakau cap gorilla atau ganja sintetis pertama ditemukan di Eropa pada 2004.

Pemakai tembakau gorilla konon akan merasakan efek seperti sedang ditiban gorilla. Tembakau ini sempat bebas diperjualbelikan di media sosial.

"Macem-macem jenisnya, ada hanoman, cap badak, dan yang paling kuat itu ganesha," ujar P, beberapa waktu lalu.

P kemudian ikut menjual tembakau gorilla siap isap. Barang tersebut dia dapat dari teman satu kampusnya yang menjual dalam bentuk paket lebih besar.

"Satu paket yang saya beli bisa jadi lima linting. Satu linting buat berlima," ucap P.

Adapun P sudah menjal tembakau gorilla selama tiga tahun kepada pemakai yang mendatanginya. Menurut P, pelanggannya adalah anak-anak muda. Meski demikian, P tidak merasa merusak generasi karena telah mengedarkannya.

KOMPAS.com/AKHDI MARTIN PRATAMA
Barang bukti liquid yang mengandung ganja di Mapolda Metro Jaya, Agustus 2017

Polisi juga pernah menangkap seorang pedagang cairan rokok elektrik atau liquid vaporizer (vape) mengandung ganja, AA (20), pada Jumat (17/3/2017), di Jalan Kavling Polri, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Dari rumah AA, polisi mendapatkan 44 botol liquid dengan campuran cairan ganja. AA menjual liquid ganja yang dikemas dalam botol berisi 15 mililiter seharga Rp 500.000.

Peredaran narkoba
memanfaatkan teknologi

KOMPAS.com/ANDRI DONNAL PUTERA

Peredaran narkoba di kalangan pemakai kini mengalami perubahan karena memanfaatkan teknologi untuk mengedarkannya. Kini sangat sulit menemukan jual beli narkoba, bahkan di tempat hiburan seperti diskotek.

Di beberapa tempat hiburan malam di Jakarta Barat, khususnya di daerah Mangga Besar, pengunjung tempat hiburan malam tidak diperiksa ketat, bahkan pemeriksaan terkesan hanya formalitas.

Meski begitu, di dalam tempat hiburan malam tidak terlihat ada transaksi narkoba. Baik itu di tempat-tempat yang tersembunyi semacam toilet hingga pojok ruangan.

“Di sini memang untuk narkoba dilarang, sesuai dengan peraturan pemerintah daerah, kalau ada yang bawa narkoba dan dilaporkan, bisa tutup bisnis di sini,” kata seorang petugas keamanan, Jumat (21/7/2017).

Seorang pengedar narkoba yang ditemui, S (21), mengatakan bahwa dia dan teman-temannya memanfaatkan media sosial untuk mengedarkan narkoba karena lebih aman.

“Lewat media sosial sekarang, lebih halus,” ucap S.

Menurut S, pengedar narkoba juga sering memanfaatkan layanan ojek berbasis aplikasi atau online.
Narkoba yang dikirim melalui ojek online dikemas jadi satu dengan barang lain atau dikemas seperti sebuah dokumen.

Banyak pengedar narkoba meninggalkan cara jual-beli konvensional. Para bandar baru mau melayani pesanan saat mereka sudah menerima uang transfer, dan mengutus orang lain untuk mengantar narkoba kepada pemesan.

“Saya sih caranya bersih, saya paling enggak mau hand to hand. Misalnya, saya buang sabu di mana, nanti ada yang ambil di situ. Banyak caranya,” ujar S.

Para pesohor yang
terjerat Narkoba

Peredaran narkoba menyasar masyarakat luas, termasuk sejumlah artis di Indonesia. Sejak 2016- Juli 2017, ada 17 artis yang berurusan dengan polisi karena kasus narkoba. Mereka adalah:

  • Dylan Carr
    1. Dylan Carr

    Dylan ditangkap petugas Polres Jakarta Selatan karena kedapatan menggunakan sabu. Dylan Carr ditangkap dekat lokasi syuting sinetron Anak Jalanan pada 6 Januari 2016.

    Foto : TRIBUNNEWS.com/APFIA TIOCONNY BILLY
  • Jupiter Fortissimo
    2. Jupiter Fortissimo

    Jupiter Fortissimo ditangkap polisi saat bertransaksi dengan bandar sabu di tempat Karaoke, kawasan Lokasari, Jakarta Barat, pada 10 Mei 2016.

    Foto : KOMPAS.com/ANDI MUTTYA KETENG PANGERANG
  • Restu Sinaga
    3. Restu Sinaga

    Restu ditangkap di rumahnya di Cipete, Jakarta Selatan, pada 2 Juni 2017. Dari tangannya, polisi menyita barang bukti berupa ganja seberat 10,75 gram, 17 butir dumolid, 26 butir happy five, empat bungkus plastik transparan bekas narkotika jenis kokain dan empat sedotan plastik.

    Foto : KOMPAS.com/DIAN REINIS KUMAMPUNG
  • Imam S Arifin
    4. Imam S Arifin

    Penyanyi dan pencipta lagu dangdut, Imam S Arifin ditangkap untuk ketiga kalinya pada 27 Agustus 2016 sore, di lantai 17 Tower Selatan Apartemen Crysan, Jalan Rajawali Selatan, Jakarta Pusat.

    Dalam penangkapan tersebut, Polisi menemukan barang bukti berupa satu paket plastik klip kecil berisi sabu dengan berat kotor 0,36 gram, sebuah bong dari botol dot bayi, sedotan dan sebuah cangklong.

    Foto : KOMPAS.com/ANDI MUTTYA KETENG PANGERANG
  • Gatot Brajamusti
    5. Gatot Brajamusti

    Gatot ditangkap di kamar hotel di Mataram, NTB, Minggu 28 Agustus 2016. Polisi menemukan satu klip plastik berisi sabu, alat pengisap sabu, pipet kaca, sedotan, korek gas, serta dompet berisi uang dan kartu identitas.

    Poisi lalu menggeledah rumah Gatot di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dari rumah tersebut ditemukan 30 jarum suntik, sembilan alat isap sabu, tujuh cangklong, 39 korek, dan sebungkus sabu seberat 10 gram.

    Foto : KOMPAS.com/KARNIA SEPTA
  • Anggita Sari
    6. Anggita Sari

    Anggita Sari dicokok di Graha Raya Bintaro, Tangerang Selatan, pada Kamis (24/11/2016), karena menyimpan 55 butir obat-obatan di rumahnya. Dari 55 butir tersebut, ada 5 jenis psikotropika, yakni merlopam, calmlet, alprazolam, xanax, dan vadimex.

    Foto : KOMPAS.com/TRI SUSANTO SETIAWAN
  • Ridho Rhoma
    7. Ridho Rhoma

    Ridho ditangkap di sebuah hotel di Pesing, Jakarta Barat, pada Jumat 2 Maret 2017, dengan barang bukti sabu seberat 0,7 garam. Ridho membeli sabu itu dari seseorang seharga Rp 1,8 juta.

    Foto : KOMPAS.com/DIAN REINIS KUMAMPUNG
  • Iwa K
    8. Iwa K

    Iwa K diamankan polisi saat hendak terbang ke Palembang melalui terminal 1B Bandara Soekarno Hatta, Sabtu 29 April 2017. Saat pemeriksaan X-ray ditemukan tiga linting ganja yang dikemas di lintingan rokok seberat 1,4 gram.

    Foto : KOMPAS/ALIF ICHWAN
  • Ammar Zoni
    9. Ammar Zoni

    Ammar Zoni diamankan Tim Pemburu Narkoba Polres Metro Jakarta Pusat, pada Jumat (7/7/2017), di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat. Ammar diamankan bersama kedua asistennya RH dan M.

    Dari tangan mereka, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya satu stoples daun ganja kering dengan berat brutto 39,1 gram.

    Foto : KOMPAS.com/ANDI MUTTYA KETENG PANGERANG
  • Pretty Asmara
    10. Pretty Asmara

    Polisi menangkap Pretty bersama bandar narkoba bernama Hamdani di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (16/7/2017). Polisi lalu melakukan pengembangan dengan menggeledah sebuah kamar di hotel tersebut. Dari kamar itu ditemukan 0,92 gram sabu.

    Berdasarkan keterangan Hamdani dan Pretty, mereka telah menyuplai barang haram tersebut kepada AL di tempat karaoke hotel tersebut. Adapun AL saat ini masih diburu polisi.

    Polisi langsung bergerak ke tempat karaoke. Hasilnya polisi mendapatkan 1,12 gram sabu, 23 butir ekstasi, 38 butir happy five.

    Foto : WARTA KOTA/NUR ICHSAN
  • Tora Sudiro
    11. Tora Sudiro

    Artis peran Tora Sudiro dan istrinya, Mieke Amalia, ditangkap polisi lantaran menyimpan dumolid. Keduanya ditangkap di rumahnya di Perumahan Bali View, Cirendeu, Tangerang Selatan, Kamis (3/8/2017) pukul 10.00 WIB.

    Dari rumah Tora polisi menemukan 30 butir obat yang mengandung benzodiazepin itu. Kepada polisi Tora mengaku mengonsumsi obat keras tersebut lantaran susah tidur.

    Foto : KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
  • Ello
    12. Ello

    Marcello Tahitoe alias Ello ditangkap Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Jakarta Selatan di rumahnya, Griya Kecapi, Jagarkarsa, Jakarta Selatan, pada Minggu (6/8/2017) dinihari. Ello ditangkap bersama dua rekannya, DM dan RGG, saat sedang beristirahat.

    Saat penangkapan, polisi menemukan sebungkus kertas warna putih yang berisi sebungkus plastik bening berisi dua paket ganja seberat 4,42 gram. Ello menjadi tersangka dan saat ini menjalani perawatan di RSKO, Jakarta Timur.

    Foto : KOMPAS.com/ANDI MUTTYA KETENG PANGERANG
  • Rio Reifan
    13. Rio Reifan

    Polisi menangkap artis pemain sinetron Tukang Bubur Naik Haji, Rio Reifan terkait dugaan kepemilikan sabu pada pada Minggu (13/8/2017) malam di Bekasi.

    Penangkapan terhadap Rio lantaran polisi lalu lintas mencurigai mobil Rio yang berhenti lama di pinggir jalan. Setelah menghampiri mobil Rio untuk menanyakan surat-surat kendaraan, Rio tidak bisa menunjukannya pada polisi.

    Akhirnya polisi menggeledah mobil dan mendapati alat isap beserta sebungkus sabu.

    Foto : TRIBUNNEWS/JEPRIMA

Rehabilitasi pecandu

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Balai Rehabilitasi BNN di Lido

Fasilitas rehabilitasi menjadi hal penting untuk memulihkan pecandu narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyiapkan lokasi rehabilitasi tersebut di Lido, Bogor, Jawa Barat.

Saat berkunjung ke sana, Kamis (20/7/2017), suasananya sangat sejuk dan asri.

Fasilitas yang disediakan cukup komplet, ada bangunan seperti rumah dinas, gedung rehabilitasi, dan gedung utama yang digunakan untuk ruang ICU, ruang konseling, ruang penanganan medis EKG, ruang pemeriksaan otak, dan poli gigi.

Semua fasilitas dan perawatan kecanduan di balai rehabilitasi itu diberikan gratis, kecuali kebutuhan pribadi dan jika dirujuk ke rumah sakit.

Semua residen, sebutan pasien rehabilitasi BNN, harus melewati beberapa tahap sebelum menjalani rehabilitasi.

"Kami lakukan assessment dulu apakah pemakaiannya sudah parah atau masih ringan. Kalau masih ringan, cukup rawat inap saja," ucap Kepala Balai Pusat Rehabilitasi BNN Lido, Yolan Tedjokusumo.

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Rawat inap dilakukan selama empat-enam bulan apabila residen dinyatakan kecanduan parah narkoba.

Adapun assesment biasanya dilakukan BNN terhadap residen selama satu pekan berupa pemeriksaan fisik , laboratorium, dan pemeriksaan oleh psikiater.

Tahap berikutnya adalah rehabilitasi medis selama sebulan untuk menghilangkan gejala kecanduan dan memperbaiki fisik residen, dilanjut dengan rehabilitasi sosial selama lima bulan untuk mengubah perilaku residen agar melupakan narkoba.

"Selesai dari rehabilitasi sosial, kami lanjutkan  pasca-rehab di luar balai selama kurang lebih enam bulan. Jadi proses metode berkelanjutan rehabiltasi di Balai Lido ini totalnya kurang lebih selama setahun," ujar Yolan.

Proses pasca-rehab dilakukan di daerah asal residen dengan pengawasan Badan Narkotika Provinsi (BNP) atau Badan Narkotika Kabupaten (BNK).

"Tujuan pasca-rehab supaya mereka tidak kambuh lagi. Kami konseling dan beri keterampilan agar mereka punya modal untuk bekerja dan berkarya," ungkap dia.

Usaha pecandu untuk pulih

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Sebanyak 14 residen perempuan nampak shalat Dzuhur berjemaah di Balai Rehabilitasi BN. Terdapat doa-doa yang ditulis dengan tinta berbagai warna di dinding ruang shalat berukuran sekitar 6x5 meter itu.

Seorang di antara mereka, adalah G (17), yang memiliki banyak luka bekas sayatan di kedua tangannya.

Menurut konselornya, luka sayatan di tangan perempuan asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, adalah luka bekas percobaan bunuh diri. G sudah empat bulan berada di balai rehabilitasi karena kecanduan sabu dan ganja.

"Sudah pakai (sabu dan ganja) sejak usia 13 tahun, sejak menikah," kata G.

Selama empat tahun menggunakan narkoba, G mengaku menjadi pemarah, bahkan kepada keluarga maupun suaminya. Ketika menggunakan sabu, G mengaku kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.

"Dulunya aku pakai jilbab, shalat, dan ngaji, tapi pas pakai sabu dan ganja enggak (shalat dan ngaji) lagi," ungkap perempuan berambut pendek tersebut.

G bertekad berhenti menggunakan narkoba, ingin memiliki anak dan ingin membahagiakan suami serta keluarganya.

"Harapannya ke depan enggak mau pakai lagi, mau buang itu semua," ujar G.

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Tidak jauh dari situ, terdapat “rumah Faith”, tempat residen laki-laki beraktivitas. Selain rumah Faith, ada juga rumah Hope, Care, dan House of Change.

Saat tiba di rumah Faith, sekitar 30 residen laki-laki sedang mengikuti konseling, berpakaian rapi seperti pegawai “kantoran” lengkap dengan dasi dan sepatu pantofel.

KOMPAS.COM

Seorang residen asal Sumatera Utara, Y (27), mengaku menggunakan narkoba sejak usia 17 tahun karena pengaruh teman-teman sekolahnya.

Dia menuruti saat diajak menggunakan obat terlarang dengan alasan ingin mencoba.  Tapi akhirnya Y jadi merasa ketergantungan dan mencoba ekstasi  saat kuliah.

"Mulai pakai inex semester 1-5, setelah itu semuanya berantakan,” ungkap Y, yang sudah empat bulan berada di Balai Rehabilitasi BNN.

Ketergantungan Y terhadap narkoba semakin parah, dia mulai jadi pengedar, dan kabur dari rumahnya di Sumatera Utara ke Pekanbaru. Di Pekanbaru, Y sempat berhenti menggunakan narkoba, namun pada 2011-2013 Y kembali menggunakan narkoba dan mengedarkan sabu, ganja, serta ekstasi.

Hingga suatu hari, Y ditangkap polisi di Medan saat sedang menggunakan sabu.

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

"Kondisi waktu itu sudah enggak pulang setahun, hari-hari besar enggak pulang. Tapi saya kemudian lihat orangtua saya yang sudah berpisah datang melihat saya. Di situ saya tahu ternyata mereka sayang saya dan saya sudah mengecewakan," ungkap Y.

Y kemudian meminta orangtuanya membawanya ke pusat rehabilitasi. Y perlu beberapa kali berbicara hingga orangtuanya percaya dia ingin sembuh dan kemudian dibawa ke Lido pada 22 Februari 2017.

"Dulu emosi enggak bisa dikontrol, karena kalau pemakai itu kan begitu terus kalau mau apa harus ada. Sekarang saya merasa di sini lebih bersyukur dengan apa yang saya miliki," ujar Y.

Kini, Y sangat rindu keluarganya. Rencananya, dia akan menempuh pendidikan konselor setelah selesai menjalani rehabilitasi di Lido.

"Di sini saya bisa dapat kekeluargaan, dulu di rumah mau cerita enggak ada orang, sedangkan di sini ada konselor, teman, dan sahabat satu kamar," ucap Y.

KOMPAS.COM

Dukungan keluarga

Kepala Balai Rehabilitasi BNN Lido Yolan Tedjokusumo mengatakan dukungan keluarga adalah hal penting untuk residen pulih dari ketergantungan narkoba. Namun, banyak residen yang tidak mendapat dukungan penuh dari keluarganya selama tahap pemulihan.

"Tanpa dukungan keluarga saya rasa sangat mustahil residen bisa benar-benar pulih," kata Yolan.

Yolan mengakui dukungan keluarga bagi para residen di Balai Rehabilitasi BNN Lido menjadi kendala terbesar. Menurut dokter berpangkat komisaris besar polisi tersebut, banyak residen yang diantar keluarga ke balai rehabilitasi tapi tidak mendapat perhatian lanjutan.

"Ketika residen sudah diterima, keluarganya pergi dan setelah itu kami coba menghubungi agar keluarga hadir tapi sult dihubungi. Itu yang jadi kendalanya," ucap Yolan.

Berhasil pulih

Aldi Novrudi (36), mantan pecandu yang berhasil pulih dan kini menjadi konselor bagi pasien rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi BNN Lido.

Aldi mulai mencicipi narkoba sejak sekolah dasar, hingga kecanduan putau dan ganja selama sembilan tahun.

"Pas SMA saya mulai masuk tahap obsesif kompulsif, semua minat terhadap prestasi hilang dan enggak mau sekolah. Fokusnya sama obat dan mulai kecanduan," ungkapnya.

Hingga pada suatu hari orangtuanya mengetahui Aldi kecanduan narkoba. Berbagai cara ditempuh untuk mengobati, tapi hasilnya nihil.

Karena tidak kunjung sembuh, Aldi diusir orangtuanya dari rumah di Cinere.

"Waktu itu 18 tahun, saya diusir dari rumah dan mulai tinggal atau menumpang di rumah teman. Pindah-pindah," ucap dia.

Aldi lama menumpang hingga tidak ada lagi teman yang berkenan memberikan tempat tinggal untuknya. Kemudian dia mulai hidup di jalanan di Jakarta dalam kondisi masih kecanduan narkoba.

Bahkan dia sempat mencuri dan menghuni hotel prodeo selama beberapa waktu.

Aldi lalu bertemu temannya dan diajak mengikuti program rehabilitasi. Aldi pun ikut program rehabilitasi tersebut karena biaya dijamin temannya itu hingga pulih.

Setelah itu dia mengikuti pelatihan dan menjadi konselor di Pusat Rehabilitasi BNN Lido.

Harus konsisten

Setelah pulih dari kecanduan narkoba, tugas berat Aldi adalah meyakinkan keluarga dan lingkungan di sekitarnya bahwa dia benar-benar sudah jauh dari narkoba. Bukan pekerjaan mudah karena cap sebagai pecandu membuat Aldi kerap dinilai negatif.

"Memang di awal-awal semua curiga, semua bilang kalau rehab buat kami ini enggak akan pernah berhasil. Jawabannya satu, konsisten!" ujar Aldi.

"Sakit sekali rasanya ketika orang enggak percaya sama kita. Tetapi dalam rehab sudah dikasih tahu tantangannya dan apa yang harus kita lakukan dalam kondisi tersebut," ungkapnya.

Menurut Aldi, kesulitan mendapat rasa percaya bisa membuat mantan pecandu kembali mengonsumsi narkoba. Oleh karenanya, Aldi berusaha menyibukkan diri dengan hal positif.

"Saya tekad harus punya profesi dan terpanggil membantu teman-teman yang kecanduan, bantu cari jalannya, bantu tentukan arahnya supaya bisa merasakan lega dan bangga seperti saya," ujar dia.

Melalui komunitas

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Selain pusat rehabilitasi BNN, ada juga tempat rehabilitasi berbasis komunitas yang membantu pecandu pulih dari ketergantungan narkoba dan berkegiatan positif.

“Mereka ini kan rusak di komunitas. Jadi saya percaya kalau rusak di komunitas, bisa baik juga di komunitas,” kata Yerry Pattinasarany (37), Sabtu (29/7/2017).

Sebagai seorang mantan pecandu narkoba, Yerry paham tantangan yang dihadapi pecandu untuk pulih dan kembali ke masyarakat.

Yerry bertekad pulih dari ketergantungan narkoba setelah merasa berada di titik terendah dan berniat bunuh diri dengan menenggak racun serangga. Tekad ingin sembuh itu menguat saat mendiang ayahnya, Ronny Pattinasarany, memutuskan meninggalkan dunia sepak bola yang dia geluti agar fokus mendampingi anaknya pulih.

“Dia ada di puncak karirnya dalam sepak bola. Tapi, ketika dia tahu kedua anaknya kena narkoba, dia memutuskan meninggalkan dunia itu lalu membangun kepedulian terhadap anaknya. Jadi, saya percaya kepedulian bisa melahirkan sebuah sejarah baru dalam hidup seseorang,” ungkap Yerry.

Pengalaman pribadi Yerry melahirkan ide mengenai model rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Didasarkan pada kepedulian, seharusnya rehabilitasi pecandu bisa dilakukan oleh keluarga.

KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI

Konsep “strong from home” turut diperkenalkan Yerry dan teman-temannya. Kata “home” yang dimaksud di sini bisa sebagai keluarga maupun komunitas tempat di mana mantan pecandu itu terlibat.

Cara rehabilitasi berbasis komunitas sudah dibuktikan Yerry dengan mempertemukan sejumlah mantan pecandu dengan mereka yang tidak terjerumus dalam satu kelompok bersama.

Contoh nyata proses rehabilitasi berbasis komunitas berada di kafe kopi Guten Morgen, di Tomang, Jakarta Barat. Di sana, beberapa staf pekerjanya adalah mantan pecandu narkoba.

Salah satu pendiri kafe Guten Morgen, Van Kenny Tamara (34), memiliki misi khusus sejak awal merekrut stafnya. Dia mendorong para pekerja di sana untuk berpikir panjang tentang masa depan, dengan cara menanyakan dalam waktu lima tahun ke depan, ingin menjadi apa.

Melalui pertanyaan itu, para mantan pecandu narkoba akan termotivasi mengembangkan diri.

Menurut Kenny, hal itu efektif membuat mereka semua bekerja keras.

“Jadi, kami tidak hanya memberikan mereka kemampuan atau skill, tetapi juga harapan,” ujar Kenny.

Koki senior di kafe Guten Morgen, Wayne Makasutji (41), merasa konsep rehabilitasi berbasis komunitas merupakan cara yang efektif untuk sembuh. Sebagai mantan pecandu narkoba yang pernah ditangkap dan dihukum penjara tiga tahun lebih, Wayne menganggap penerimaan masyarakat menjadi poin tambahan yang bisa meningkatkan kepercayaan diri untuk pulih.

“Awalnya saya ragu, apakah saya bisa berubah. Saya akhirnya doa, minta dihilangkan pikiran-pikiran negatif hingga hari demi hari, teman-teman dan keluarga bisa percaya sama saya,” kata Wayne.

Dia merasa, saat mantan pecandu mulai dipercaya masyarakat, maka akan tumbuh rasa damai yang pada akhirnya memacu melakukan kebaikan.

KOMPAS.COM
Producer
Fidel Ali
Co-Producer
Indra Akuntono
Reporters
Ridwan Aji Pitoko
Nibras Nada Nailufar
Andri Donnal Putera
Akhdi Martin Pratama
Photographers
Garry Andrew Lotulung
Kristianto Purnomo
Andreas Lukas Altobeli
Copywriter
Georgious Jovinto
Graphic Designer
Anggara Kusumaatmaja
Developer
Moh. Khoirul Huda

Copyright 2017. Kompas.com