VIK Visual Interaktif Kompas

Pada 2017, diperkirakan lebih dari 28 juta orang Indonesia akan mudik Lebaran. Percaya atau tidak, angka itu melampaui jumlah total penduduk Australia yang per 19 Juni 2017 tak sampai 25 juta jiwa.

Mudik juga dikenal sebagai tradisi banyak bangsa. Di China, misalnya, mudik lekat dengan tahun baru. Warga keturunan yang tinggal di luar negeri pun bakal berusaha pulang. 

Bagi para pemudik, pulang ke kampung halaman tak cuma sarana buat bertemu sanak saudara. Ada makna perziarahan terselip pula di dalam tradisi ini.

Mudik merupakan bagian dari cara mereka merawat silsilah dan asal-usul diri, sekaligus menakar ulang jejak perjalanan hidup. Silaturahim menjadi salah satu jalan perziarahan.

Demi tujuan itu, uang pun turut berputar cepat. Riset menyebut, uang beredar atas nama ritual mudik Lebaran pada 2016 saja diperkirakan sudah mencapai Rp 125 triliun. Setidaknya setahun sekali, uang mengalir deras ke daerah.

Dalam catatan bertahun-tahun, sejumlah fenomena bermunculan. Berpeluh sesak di angkutan umum, salah satu cerita lamanya. Naik sepeda motor pun tak dipantang asal bisa pulang.

Belakangan, cerita bertambah dengan kemacetan dan waktu tempuh perjalanan darat yang semakin panjang. Ketika mobil pribadi cenderung lebih menjadi pilihan kendaraan untuk mudik, cerita yang satu ini makin menjadi-jadi.

Pemerintah terlihat lebih sibuk pula setiap kali Lebaran menjelang. Perbaikan jalan dan beragam pengaturan soal transportasi bermunculan.

Kehadiran Jalan Tol Trans-Jawa adalah salah satu hasilnya, atas nama memperlancar dan mempercepat para pemudik tiba di tujuan.

Itu pun, pada 2016 muncul kisah "Brexit" versi Indonesia, yaitu kemacetan luar biasa di Gerbang Tol "Brebes Timur Exit".

Pada 2017, Jalan Tol Trans-Jawa diperkirakan kembali jadi tumpuan jalur mudik Lebaran. Lalu, apa yang baru? Apa pula yang harus jadi perhatian para pemudik?

Ikuti juga informasi terkini mudik Lebaran 2017 dalam liputan khusus Merapah Trans-Jawa di Kompas.com