PASPAMPRES

Kisah Para Perisai Hidup

Dok. Paspampres

Scroll More

Pada 3 Januari 1946, sebuah kereta api luar biasa (KLB) memulai perjalanannya dari Jakarta menuju Yogyakarta. Ini bukanlah perjalanan biasa, tetapi sebuah misi penyelamatan.

Cikal bakal Paspampres

Perjalanan KLB dengan menggunakan lokomotif uap buatan Jerman ini dimulai pada sore hari. Penumpangnya adalah orang nomor satu Republik Indonesia, Presiden Soekarno dan keluarga.

Turut pula dalam rombongan Wakil Presiden Mohammad Hatta, para menteri, staf, serta keluarga mereka.

KLB berangkat dari Stasiun Manggarai menuju Halte Pegangsaan. Kereta api berhenti tepat di belakang rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56.

Setelah 15 menit keberangkatan, KLB kembali ke Stasiun Manggarai dan memasuki jalur 6. Kereta api kemudian melanjutkan perjalanan ke Jatinegara dengan kecepatan 25 kilometer per jam.

sukotjo-1.jpeg

Dokumen Pribadi Sukotjo

Sukotjo Tjokroatmodjo (berkacamata) saat mendampingi Presiden Soekarno.

KLB berhenti di Stasiun Jatinegara menunggu sinyal aman dari Stasiun Klender.

"Menjelang pukul 19.00, KLB melanjutkan perjalanan tanpa lampu dan bergerak lambat agar tidak menarik perhatian para pencegat kereta api yang marak di wilayah itu," tutur mantan pengawal Bung Karno, Sukotjo Tjokroatmodjo, dalam buku 70 Tahun Paspampres.

Dalam perjalanan sangat rahasia ini, pengamanan dilakukan ekstra ketat. Tak hanya di dalam kereta, pengamanan juga dilakukan di jalur jalan raya yang bersinggungan dengan jalur kereta. Sebuah gerbong kosong diletakkan sebagai barikade untuk menghalangi serangan yang sewaktu-waktu bisa dilakukan kelompok anti-pemerintah.

Selepas Stasiun Klender, lampu KLB dinyalakan dan kereta api langsung melaju cepat dengan kecepatan 90 km per jam. Sepanjang perjalanan, KLB hanya berhenti dua kali, yakni di Stasiun Cikampek pada pukul 20.00 dan Stasiun Purwokerto pukul 01.00.

Kereta tiba di Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946 pukul 07.00. Mulai di hari itulah, kegiatan kepresidenan dan kemudian diikuti kegiatan pemerintahan resmi dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta.

Ancaman pembunuhan

Ide pindah ke Yogyakarta ini pertama kali dicetuskan Presiden Soekarno setelah mendapat informasi bahwa kondisi Jakarta kian tak kondusif.

Ketua Komisi Nasional Jakarta Mohammad Roem mendapat serangan fisik. Kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda saling serang. Perdana Menteri Sjahrir dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda.

"Karena itu, pada tanggal 1 Januari 1946, Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara," ungkap Sukotjo.

Untuk menjalankan perintah Soekarno itu, delapan pemuda yang sejak Indonesia merdeka mengajukan diri sebagai pengawal Bung Karno langsung menyiapkan segala sesuatunya.

Delapan pengawal inilah yang kemudian berjasa dalam keberhasilan operasi senyap itu hingga bisa membawa Presiden Soekarno tiba dengan selamat pada 4 Januari 1946. Pada saat itu, belum ada satuan khusus yang bertanggung jawab atas keamanan Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia.

images/sukotjo-2.jpg

Museum Corps Pomad di Pusdikpom Kodiklatad, Cimahi

Sukotjo dan pengawal Presiden bersama dengan istri Bung Karno, Fatmawati di Istana Jogja.

Peristiwa penyerangan hingga ancaman pembunuhan yang terjadi di Jakarta menumbuhkan kesadaran akan perlunya pengawalan dan pengamanan khusus Presiden RI. Peristiwa KLB Yogyakarta inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Paspampres.

Operasi penyelamatan Presiden RI yang baru pertama kalinya dilakukan itu kemudian dikenang sebagai Hari Bhakti Paspampres setiap 3 Januari.

Sejarah Paspampres

1945

Berawal dari delapan personel Tokubetsu Keisatsutai

Sehari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengangkat Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Hari itu juga, delapan provinsi pertama Indonesia ditentukan.

Ketika itu, bekas tentara Pembela Tanah Air (Peta) dan Heiho (orang Indonesia yang masuk tentara Jepang) telah dibubarkan dan dilucuti senjatanya oleh Jepang. Hanya polisi yang masih memiliki senjata.

Pada saat kabinet dibentuk, para pemuda polisi dari Tokubetsu Keisatsutai (pasukan polisi istimewa) merasa perlu ada pengawalan bagi Presiden. Pembantu Inspektur Mangil beserta delapan polisi pun mengajukan diri untuk mengawal Bung Karno.

Tim ini pula yang kemudian melakukan operasi penyelamatan Bung Karno dari Jakarta ke Yogyakarta pada tanggal 3-4 Januari 1946 dengan menggunakan kereta luar biasa. Keberhasilan operasi ini kemudian dikenang sebagai hari lahir Paspampres.

1946

Detasemen Kawal Pribadi

Pada masa pemerintahan Soekarno, satuan pengawal khusus presiden bernama Detasemen Kawal Pribadi (DKP). Anggotanya berasal dari satuan polisi istimewa. DKP dalam baktinya berhasil mengamankan Presiden Soekarno dari beberapa upaya pembunuhan.

Beberapa contohnya yakni saat Presiden Soekarno dijadwalkan untuk berpidato di Makassar pada Januari 1962 dan penembakan ketika presiden soekarno sedang shalat idul adha di istana negara. Dalam dua peristiwa itu, sejumlah personel DKP mengorbankan diri mereka sebagai perisai hidup Presiden.

images/timeline-1.jpg

DOK. PASPAMPRES

Detasemen Kawal Pribadi

1962

Resimen Tjakrabirawa

Setelah berbagai upaya pembunuhan Presiden Soekarno dilancarkan oleh sejumlah kelompok, keamanan Presiden saat itu pun kian mengkhawatirkan. Atas usul Menkohankam/KASAB (Kepala Staf Angkatan Bersenjata) Jenderal AH Nasution, Presiden akhirnya membentuk sebuah pasukan yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan keselamatan jiwa kepala negara beserta keluarganya.

images/timeline-2.jpg

DOK. PASPAMPRES

Resimen Tjakrabirawa

Pasukan khusus tersebut dikenal dengan Resimen Tjakrabirawa. Nama Tjakrabirawa diambil dari nama senjata pamungkas milik Batara Kresna yang dalam lakon wayang purwa digunakan sebagai senjata penumpas semua kejahatan.

Kemudian, bertepatan dengan hari ulang tahun Bung Karno, 6 Juni 1962, dibentuklah kesatuan khusus Resimen Tjakrabirawa dengan SK Nomor 211/PLT/1962. Pada awalnya, Resimen Tjakrabirawa hanya terdiri dari Detasemen Kawal Pribadi (DKP), yang saat itu di bawah pimpinan Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjoyo.

Tjakrabirawa menjadi satuan yang dipilih dari anggota-anggota terbaik dari empat angkatan, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian yang masing-masing terdiri dari satu batalyon. Saat itu, Resimen Tjakrabirawa dipimpin oleh Komandan Brigadir Jenderal Moh Sabur dengan wakilnya, Kolonel CPM Maulwi Salean.

1966

Satgas Pomad Para

Setelah peristiwa G 30 S/PKI, Resimen Tjakrabirawa kemudian dilikuidasi. Selanjutnya, pada 25 Maret 1966 dibentuk Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas Pomad) dengan Letkol CPM Norman Sasono sebagai komandannya.

images/timeline-3.jpg

DOK. PASPAMPRES

Satgas Pomad Para

Dalam tugasnya ini, Satgas Pomad Para berisikan 2 batalyon Pomad Para, 1 batalyon infanteri Para Raider, serta 1 Detasemen Kavaleri Panser dengan rincian Batalyon Pomad Para sebagai inti, dengan bantuan dari Denkav Serbu, Denzipur, Korps Musik Kodam V Jakarta Raya, Batalyon II Pasukan Gerak Tjepat Angkatan Udara, Batalyon Brimob Polisi Negara, serta Batalyon Infanteri 531/Para Raiders dari Kodam VIII Brawijaya.

Pada 10 Juni 1967, Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dibebastugaskan dari komando terhadap Satgas Pomad Para. Pembinaan satuan khusus ini kemudian ditetapkan untuk berada langsung di bawah perintah Menteri/Panglima Angkatan Darat dan Wakil Presiden.

images/timeline-4.jpg

DOK. PASPAMPRES

Satgas Pomad Para

1970

Paswalpres

Presiden RI Jenderal TNI Soeharto selaku Panglima tertinggi ABRI sejak awal tahun 1970 turun langsung membenahi organisasi ABRI hingga tertata dan terintegrasi di bawah satu komando Panglima ABRI. Satgas Pomad Para yang saat itu di bawah kendali Markas Besar ABRI pun ikut dibenahi dengan dikeluarkannya Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976.

Melalui surat perintah tersebut ditentukan tugas pokok Paswalpres, yaitu menyelenggarakan pengamanan fisik secara langsung bagi Presiden RI serta menyelenggarakan juga tugas-tugas protokoler khusus pada upacara-upacara kenegaraan.

images/timeline-5.jpg

DOK. PASPAMPRES

Paswalpres

images/timeline-6.jpg

DOK. PASPAMPRES

Paswalpres

1988

Paspampres

Berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep/02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988, ditetapkan Paswalpres masuk dalam struktur organisasi BAIS TNI. Dalam perkembangan selanjutnya, kata “pengamanan” dinilai lebih tepat digunakan daripada “pengawalan” karena mengandung makna yang menitikberatkan kepada keselamatan obyek yang harus diamankan. Sesuai dengan tuntutan tugas sebagai Pasukan Pengawal Presiden nama satuan Paswalpres diubah menjadi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

images/timeline-7.jpg

DOK. PASPAMPRES

Paspampres

Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep/04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993, Paspampres tidak lagi di bawah Badan Intelijen ABRI, tetapi di bawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden, serta tamu negara setingkat kepala negara, kepala pemerintahan, dan keluarganya termasuk undangan pribadi serta tugas protokoler khusus pada upacara kenegaraan yang dilakukan baik di lingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar.

Setelah 72 tahun berdiri, Paspampres berkembang menjadi organisasi profesional dengan kemampuan personelnya yang terus ditingkatkan dan alutsista yang diperbarui.Tantangan Paspampres pun kian beragam seiring dengan bergantinya rezim pemerintahan. Berbeda Presiden, berbeda pula tantangan yang dihadapi Paspampres.

PASPAMPRES MASA KINI

Masih teringat jelas di benak Letnan Satu Dio Muhammad Putra Utama saat mengamankan Joko Widodo-Jusuf Kalla seusai pelantikan sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2014.

Saat itulah pertaruhan bagi Dio sebagai anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

"Di situ kita diuji emosinya, ketahanan fisik kita," cerita Dio saat berbincang dengan Kompas.com di Markas Komando Paspampres di Tanah Abang, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Saat itu, rakyat tumpah di sepanjang jalan yang dilintasi Jokowi-JK dari Kompleks Parlemen, Senayan, lokasi pelantikan, hingga Istana Kepresidenan.

now-1.jpg

KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELLI

Lettu Cpm Dio Muhammad

Karena jalanan dipenuhi warga yang antusias, tim Paspampres memutuskan turun dari kendaraan dan berjalan kaki membuka jalan sejak kawasan Semanggi.

Ujian semakin berat ketika Jokowi-JK keluar dari mobil dinas lalu melanjutkan perjalanan dengan menumpang kereta kencana dari Bundaran Hotel Indonesia.

Jokowi-JK tampil terbuka tanpa jarak dengan warga yang menyemut sepanjang jalan.

Dio mengakui sempat muncul emosi ketika itu. Pasalnya, sulit meminta warga untuk tidak terlalu dekat dengan Presiden dan Wapres. Keselamatan pemimpin negara tetap yang utama.

"Kami harus benar-benar menahan emosi dengan cara senyum saja, tidak terlalu kaku dan saling berkomunikasi dengan rekan kami. Jadi kalau ada rekan yang terlihat mulai emosi, mulai capek, kami saling mengingatkan," cerita Dio.

Momen itu menjadi pengalaman yang paling menarik bagi Dio selama menjadi Paspampres sejak 2013.

  • DOK. PASPAMPRES

    Pasukan Pengamanan Presiden mengawal Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana dalam acara pernikahan Kahiyang Ayu-Bobby Nasution di Solo.

    1/5

  • Kompas.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI

    Personel Paspampres melakukan latihan menembak sebagai bagian dari rutinitas mengasah kemampuan dan meningkatkan kewaspadaan.

    2/5

  • Kompas.com/KRISTIANTO PURNOMO

    Jokowi Kunjungi Ragunan.

    3/5

  • Kompas.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI

    Lettu Dio Muhammad memimpin briefing anggota timnya sebelum melakukan rangkaian latihan di Mako Paspampres.

    4/5

  • Istana Presiden/AGUS SUPARTO

    Paspampres mengawal Presiden Joko Widodo yang baru saja dilantik menuju Istana Merdeka, Jakarta pada 20 Oktober 2014

    5/5

Perisai Hidup

Sambil mengajak kami berkeliling Markas, Dio menceritakan suka duka selama menjadi Paspampres.

Padatnya kegiatan Presiden, menjadi tantangan bagi Paspampres.

Belum lagi minimnya waktu bertemu keluarga.

“Awalnya keluarga kaget, setelah saya nikah. Awalnya protes kok liburnya tidak sesuai jadwal. Misalnya orang biasa liburnya Sabtu-Minggu, kalau Paspampres menghitungnya tidak mengenal libur akhir pekan. Libur tergantung pada waktu naik dinas, turun dinas, dan pembinaan," ujar Dio.

"Kami sebagai perisai hidup, senantiasa siap mengamankan dan melindungi bapak presiden, ibu negara beserta, keluarganya bila terjadi ancaman. Karena itu, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kami sebagai Paspampres. Itu suka dan duka kami," kata dia.

Namun, duka dari semua risiko tersebut hilang jika melihat kebanggaan bisa bergabung dengan Paspampres.

shield-1.jpg

ARSIP KOMPAS

"Saya rasa kalau jadi Paspampres suatu hal yang tidak mudah sebenarnya. Tidak semua orang berkesempatan jadi Paspampres. Saya mensyukuri, banyak bersyukur, jadi dukanya tidak terlihatlah," kata Dio.

Selepas pelantikan, Dio dan rekannya yang lain berhadapan dengan kebiasaan Jokowi blusukan di berbagai daerah.

Lagi-lagi tak ada jarak antara Jokowi dan rakyat.

Dalam setiap kegiatan blusukan, ada tantangan tersendiri bagi Paspampres. Seluruh anggota Paspampres harus pintar berkomunikasi dengan masyarakat dan selalu bersikap humanis, agar tidak ada jarak antara presiden dan rakyat.

"Kalau masyarakat kami minta mundur, kami sampaikan dengan sopan dan tersenyum, tetapi tetap tegas" ujarnya.

Tantangan lain, berhadapan dengan banyaknya warga yang ingin berfoto bersama Presiden Jokowi. Biasanya, Presiden menunjuk langsung warga yang ingin berfoto bersama beliau, tanpa mengabaikan aspek pengamanan.

"Sekarang atas permintaan Bapak Presiden dulu baru kami perbolehan, sambil melihat juga aspek keamanan," ujar pria kelahiran Jakarta, 16 Oktober 1990 itu.

images/now-2.jpg

Kompas.com / KRISTIANTO PURNOMO

Jokowi mengunjungi Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan pada 29 Juni 2017.

images/now-3.jpg

DOK. PASPAMPRES

Paspampres saat melakukan pengawalan dalam acara pernikahan Kahiyang Ayu-Bobby Nasution di Solo, Jawa Tengah.

Dengan akses yang sangat dekat dengan Presiden RI dan pejabat penting lainnya, maka peran Paspampres sangat vital. Mereka yang menjadi anggota Paspampres pun orang-orang pilihan, bukan mendaftarkan diri. Oleh karena itu, tak mengherankan jika proses rekrutmennya pun sangat ketat dan panjang.

Asisten Personel Paspampres, Kolonel Achmad Fauzi mengungkapkan pihaknya datang ke berbagai satuan hingga pusat pendidikan TNI untuk mencari prajurit-prajurit terbaik. Bagi mereka yang memiliki keahlian menembak atau pun bela diri, apalagi memilki prestasi tertentu, maka akan diprioritaskan masuk ke Paspampres.

“Jadi bisa dibilang Paspampres ini adalah etalase, karena berisikan prajurit-prajurit dari berbagai satuan elite seperti Kopassus, Kostrad, Marinir, Paskhas, dan lain-lain,” kata Fauzi.

Setelah Paspampres menyeleksi sejumlah nama, para calon prajurit ini akan diuji fisik dan psikisnya.

path-1.jpg

Kompas.com / KRISTIAN ERDIANTO

Asisten Personel Paspampres Kolonel Ahmad Fauzi

“Kesehatan jiwa ini penting untuk melihat apakah dia bisa mengatasi rasa takut, jika ditugaskan berkali-kali tidak cenderung represif, tidak cenderung bunuh diri, tidak mudah bosan dengan rutinitas yang ada. Jangan sampai mereka memiliki potensi membahayakan VVIP," ujar Fauzi.

Sementara untuk fisik, seorang calon anggota Paspampres harus meraih nilai kesegaran jasmani yang baik, mampu berjalan cepat, berenang 500 meter, dan mahir menembak.

Selain itu, Paspampres akan melakukan penelitian khusus (litsus). Litsus akan menelusuri latar belakang si calon anggota Paspampres mulai dari latar belakang keluarga, pergaulan, karir di militer, potensi kerawanan hingga catatan pelanggaran.

“Yang bergabung ke sini harus bersih, clean semua, tidak ada masalah. Begitu ada masalah atau catatan negatif, langsung dicoret,” tutur Fauzi.

Apa yang dibutuhkan untuk menjadi Paspampres?

Tinggi badan Minimal 175cm (khusus Pengamanan Pribadi)
IQ kecerdasan masuk dalam kategori cukuphinggacerdas
Bisa berenang sejauh 500meter
Bisaberbahasa inggrisuntuk pengawal pribadi
Bisamenyelamtanpa alat (apnea)
Mampu membaca
mimikdangerak tubuh
Dipelajari melalui ilmu komunikasi sosial.
Bisa berjalan cepat1km maksimal 7menit
Mahir menembak
Punyaketahanan fisikyang prima
Kemampuan bela diri minimalsabuk cokelat
Siap jadi perisai hidup Presiden beserta keluarganya
Berasal dari TNI AD, TNI AL, dan TNI AU.

Sumber: Wawancara Asisten Personel Kolonel Ahmad Fauzi.

Apa yang dibutuhkan untuk menjadi Paspampres?

  • Tinggi badan Minimal 175cm (khusus Pengamanan Pribadi)
  • IQ kecerdasan masuk dalam kategori cukuphinggacerdas
  • Bisa berenang sejauh 500meter
  • Bisaberbahasa inggrisuntuk pengawal pribadi
  • Bisamenyelamtanpa alat (apnea)
  • Mampu membaca
    mimikdangerak tubuh
    Dipelajari melalui ilmu komunikasi sosial.
  • Bisa berjalan cepat1km maksimal 7menit
  • Mahir menembak
  • Punyaketahanan fisikyang prima
  • Kemampuan bela diri minimalsabuk cokelat
  • Siap jadi perisai hidup Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, tamu negara setingkat kepala negara atau pemerintahan, mantan presiden dan wakil presiden
  • Berasal dari TNI AD,TNI AL, danTNI AU.

Sumber: Wawancara Asisten Personel Kolonel Ahmad Fauzi.

Tahukah Kamu?

trivia-1.jpg

Maulwi Saelan adalah satu-satunya mantan kiper tim nasional RI yang dipercaya mengawal Bung Karno hingga akhir hayatnya. Aksi cemerlang Maulwi menahan gempuran Uni Soviet dalam Olimpiade Melbourne 1956 telah menarik perhatian Bung Karno. Apalagi, Maulwi juga seorang pejuang kemerdekaan. Dia pun akhirnya dipercaya sebagai Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa, Paspampres era Bung Karno.

Tahun 2001, ratusan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) menerobos penjagaan untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora di saat Presiden Megawati berpidato, namun berhasil dihadang Paspampres. Paspampres lalu mengevakuasi Megawati ke tempat lebih aman dengan menggunakan helikopter. Iring-iringan mobil kamuflase disiapkan untuk mengecoh massa. Sementara Mega dibawa dengan helikopter.

trivia-2.jpg
trivia-3.jpg

Baret biru Paspampres ternyata baru digunakan pada tahun 2008, sesuai dengan Keputusan Panglima TNI. Sebelumnya setiap anggota Paspampres mengenakan baret dari satuannya masing-masing. Warna biru langit ini terinspirasi dari baret yang dikenakan pasukan perdamaian PBB.

Apa jadinya jika tangan seorang wakil presiden terjepit di mobil dinasnya? Mantan Komandan Detasemen Pengamanan Pribadi RI-2 Letkol Kav Moh Hatta Usmar Rukka panik bukan main. Dia sampai memanggil sopir wakil presiden untuk menanyakan kabar ini. Usut punya usut, Kalla ternyata membuka sendiri jendela mobil dinasnya yang punya berat lebih dari 100 kilogram itu. "Beliau diam saja sampai pengemudi dan ajudan tak tahu bahwa tangan Bapak terjepit sampai bengkak," ucap dia seperti dikutip dalam buku JK Ensiklopedia.

trivia-4.jpg

Kemampuan Khusus Paspampres yang Jarang Diketahui

Personel Paspampres wajib memiliki kemampuan dasar seperti bela diri, menembak, berenang, dan ketahanan fisik untuk mengamankan presiden/wakil presiden. Penasaran ingin mencobanya? Tes kemampuanmu menembak tepat di tengah sasaran. Bidik dengan tepat ya, karena kamu hanya punya tiga kesempatan.

Mulai

Selain kemampuan menembak, beberapa personel Paspampres juga dituntut untuk memiliki kualifikasi yang tidak biasa. Apa sajakah itu?

Personel Pengamanan Pribadi

Melakukan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden RI dan atau VVIP lainnya.

Kualifikasi yang harus dimiliki:

  • Berpenampilan menarik serta tinggi badan minimal 175 cm
  • Kemampuan menembak di atas rata-rata
  • Bisa berbahasa Inggris
  • Mampu berjalan cepat dengan catatan 1 kilometer maksimal 7 menit

Pasukan Pengawalan Bermotor

Membuka jalan dalam iring-iringan mobil obyek VVIP. Menjadi tameng terdepan dalam melindungi VVIP manakala ada ancaman di jalan raya

Kualifikasi yang harus dimiliki:

  • Mampu mengemudikan motor gede
  • Memiliki keahlian berkendara yang baik agar bisa bermanuver di jalan tanpa membahayakan keselamatan VVIP

Pasukan Penyelamatan Bermotor

Bersiaga dalam setiap iring-iringan perjalanan Presiden RI manakala ada ancaman.

Kualifikasi yang harus dimiliki:

  • Ahli menembak dari atas sepeda motor yang melaju kencang
  • Mengendarai sepeda motor dengan kecepatan maksimal dalam aksi penyelamatan sembari tetap menjaga obyek pengamanan
  • Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara tepat dan cepat dalam situasi genting, termasuk pemilihan rute evakuasi dan tindakan evakuasi

Mereka yang Bekerja di Balik Sorotan

Keselamatan Presiden tak hanya menjadi tanggung jawab pengawal pribadi, personel Paspampres yang selama ini melakukan pengamanan jarak dekat. Ada beberapa unit satuan di bawah Paspampres yang juga bekerja di belakang sorotan untuk memastikan keamanan orang nomor satu negeri ini.

Siapa saja mereka?

pinned-2.png
pinned-2.png
pinned-3.png
pinned-4.png
pinned-5.png
pinned-6.png

Hobi Blusukan Jokowi dan Paspampres

Kebiasaan blusukan Presiden Jokowi ke sejumlah daerah menjadi tantangan tersendiri bagi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) saat melakukan pengamanan.

Komandan Detasemen Deteksi Letnan Kolonel Czi Koerniawan mengatakan, karakter Presiden Jokowi yang ingin selalu dekat dengan rakyat membuat personel Paspampres harus meningkatkan kewaspadaan atas keamanan Presiden.

Saat blusukan ke daerah, Presiden Jokowi tak jarang menyempatkan diri bersalaman dan berbincang dengan masyarakat yang ditemuinya. Bahkan, ia juga tak segan memenuhi permintaan foto bersama.

images/rpresident-1.jpg

KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA

Presiden Joko Widodo saat perayaan Natal 2017

Oleh karena itu, kata Koerniawan, seorang personel Paspampres harus mampu memahami kebiasaan presiden tersebut tanpa mengurangi kewaspadaannya.

"Untuk itu, kami senantiasa melatih anggota kami untuk lebih memahami karakter orang, mempertajam naluri intelijen, apabila ada yang mencurigakan segera diantisipasi tanpa mengurangi kenyamanan dari Bapak Presiden," katanya.

Presiden Jokowi juga menginginkan setiap anggota Paspampres yang mengawalnya bersikap fleksibel. Artinya, anggota Paspampres harus tegas terhadap siapa pun yang berada di sekitar Presiden atau obyek VVIP tanpa menghilangkan sifat ramah dan humanis.

“Kami militer memang dididik secara keras, tetapi tentunya kami tidak boleh mengesampingkan sisi humanis. Rakyat sangat mencintai Presiden, tentunya ingin mendekat dengan Presiden saat blusukan. Namun, dari segi keamanan bisa jadi membahayakan karena kami tidak tahu siapa orang yang mencoba mendekati Presiden," ucapnya.

Tidak hanya meningkatkan kewaspadaan, Paspampres di era Jokowi saat ini juga dituntut memiliki kondisi fisik yang prima, terutama saat blusukan. Tak jarang, Sang Presiden lebih suka berjalan kaki menemui warga daripada menggunakan kendaraan.

president-2.jpeg

Kompas.com / ARI PRASETYO

Paspampres Saat Jokowi makan

di Kaki Lima

Selain kebiasaan blusukan, kegemaran Presiden Joko Widodo mencicipi makanan dan minuman saat kunjungan kerja juga menjadi tantangan lain bagi Paspampres.

Seorang personel Paspampres tidak hanya dituntut waspada terhadap ancaman fisik, tetapi juga harus memastikan makanan dan minuman Presiden aman dikonsumsi. Dalam beberapa kunjungan ke daerah, Presiden Jokowi kerap menyantap sajian yang menjadi makanan khas di daerah tersebut.

"Bapak (Presiden Jokowi), kan, sangat merakyat sekali, ya. Mencicipi makanan-makanan tradisional yang ada di daerah. Nah, itu tantangan buat kami yang harus kami lakukan memastikan keamanan makanan. Memang tetap kami harus melakukan pemeriksaan lebih awal," ujar Komandan Detasemen Kesehatan Paspampres Letkol Ckm dr Satria saat ditemui di Mako Paspampres, Jakarta Pusat, Kamis (28/12/2017).

president-3.png

Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden

Presiden Joko Widodo saat singgah di kedai kopi Aming Coffee di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (28/12/2017) malam.

Saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Pondok Pesantren Muhammadiyah di Garut, 17 Oktober 2017, Presiden Jokowi menikmati makan siang di salah satu rumah makan khas Sunda.

Kemudian Presiden Jokowi juga mencicipi minuman teh dari salah satu merek dalam negeri bersama Presiden Korea Selatan Moon Jae-in ketika blusukan ke Bogor Trade Mall (BTM), 9 November 2017.

Satria menuturkan, setiap makanan dan minuman yang disajikan untuk Presiden, Wakil Presiden, dan tamu negara beserta keluarganya harus melalui pemeriksaan Paspampres.

Jika Presiden Jokowi hendak menyantap makanan secara mendadak saat blusukan, personel Paspampres harus memastikan makanan tersebut aman dengan cara memeriksanya terlebih dulu.

"Kemudian, kalau tiba-tiba secara gerakan Presiden akan menyantap makanan, kami akan melakukan organoleptik (uji sensori), kami minta dan langsung uji di tempat, memastikan makanan itu bebas dari bahan berbahaya atau racun," kata Satria.

Satria menuturkan, dalam setiap acara kepresidenan, Detasemen Kesehatan (Denkes) Paspampres bertanggung jawab memastikan makanan dan minuman yang disajikan bebas dari racun.

Pemeriksaan dilakukan secara ketat, mulai dari bahan-bahan makanan yang akan dimasak hingga makanan tersebut siap disajikan. Selain makanan basah, personel Denkes juga wajib memeriksa makanan dan minuman ringan. Tidak hanya makanan, alat memasak dan wadah yang digunakan pun tidak luput dari proses sterilisasi.

Dari Soekarno Hingga Jokowi

Metode pengawalan dan pengamanan presiden RI berkembang mengikuti waktu dan disesuaikan dengan gaya kepemimpinan presiden RI yang menjabat. Berikut kisah pengamanan presiden RI dari masa ke masa yang diemban Paspampres:

Presiden Soekarno

profile-1.jpg

Dok. Kompas / Song

Presiden Soekarno

Presiden Soekarno selamat dari tujuh upaya pembunuhan. Beberapa di antaranya, pasukan pengamanan presiden mengorbankan diri sebagai perisai hidup presiden.

Ketujuh upaya pembunuhan itu yakni pelemparan granat di Sekolah Perguruan Cikini tahun 1957, penembakan Istana dari pesawat Mig-17 yang diterbangkan Daniel Maukar tahun 1960, pencegatan di Jembatan Rajamandala tahun 1960, pelemparan granat di Makassar tahun 1962, penembakan saat shalat Idul Adha pada tahun 1962, penembakan mortir oleh kelompok Kahar Muzakar pada tahun 1960-an, dan granat Cimanggis tahun 1964.

Presiden Soeharto

profile-2.jpg

Kompas / JB SURATNO

Presiden Soeharto

Pengamanan masa Presiden Soeharto dikenal sangat ketat, bahkan diibaratkan lalat saja tidak bisa masuk ring 1 pengamanan Presiden.

Meski Soeharto dikenal tertib mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan, ada kalanya dia tak ingin pengawalan berlebihan. Misalnya, saat hendak menuju Istana dari rumahnya di Jalan Cendana, Menteng, dia tidak ingin iring-iringan pengawalan panjang karena akan membuat macet jalan. Paspampres pun mencari akal dengan meminta pihak kepolisian menyalakan lampu hijau setiap kali rombongan presiden melintasi lampu lalu lintas. Trik Paspampres ini kemudian terendus Soeharto dan meminta agar cara itu tak dilakukan lagi.

Presiden BJ Habibie

profile-3.jpg

Kompas / ALIF ICHWAN

Presiden BJ Habibie

Presiden Habibie yang lama menetap di Jerman sangat mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kesukaan Habibie adalah menyetir mobil sendiri. Saat keinginan ini muncul, Habibie biasanya hanya memperbolehkan Komandan Paspampres dan ajudan untuk ikut serta dalam mobil tersebut.

Presiden Abdurrahman Wahid

profile-4.jpg

Kompas / ARBAIN RAMBEY

Presiden Abdurrahman Wahid

Teman-teman Gus Dur ketika itu kerap mengunjungi Istana dengan menggunakan sarung dan sandal jepit sehingga tidak sesuai dengan protap, yakni berkemeja, sepatu, dan celana rapi. Alhasil, Paspampres pun melonggarkan protapnya dengan memperbolehkan tamu-tamu Gus Dur tersebut.

Kepemimpinan Gus Dur yang kontroversial juga memicu banyak gelombang protes masyarakat. Suatu ketika, pesawat Gus Dur yang baru mendarat dikepung demonstran. Paspampres saat itu meminta Gus Dur tidak keluar karena ancaman yang mungkin muncul. Namun, dengan santai, Gus Dur mengaku ingin turun dari pesawat. “Mereka hanya butuh diajak ngobrol,” ucapnya ketika itu.

Presiden Megawati Soekarnoputri

profile-5.jpg

Kompas / PRIYOMBODO

Presiden Megawati Soekarnoputri

Ketika berada dalam iring-iringan dan melewati keramaian, Megawati kerap menurunkan kaca “mobil keras” (mobil pengamanan presiden) untuk sekadar menyapa dan melambaikan tangan kepada khalayak. Karena “mobil keras” didesain untuk pengamanan tertutup, fungsi naik kaca mobil ini sering rusak dan butuh perbaikan.

Megawati juga suka berkeliling Ibu Kota dengan menggunakan VW Caravelle. Suatu ketika saat menggunakan mobilnya itu, Megawati ingin mencicipi nasi goreng Kebon Sirih. Maka, Paspampres-lah yang kemudian memesan nasi goreng itu dan memastikan keamanan nasi goreng itu. Setelah aman, nasi goreng itu baru diberikan kepada Megawati.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

profile-6.jpg

Kompas / Riza Fathoni

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Protokoler pada masa pemerintahan SBY sangat tertib dan teratur dijalankan dengan pengamanan Paspampres. Setiap acara temu warga hingga doorstop bersama wartawan, Paspampres memastikan ada jarak 5 meter dengan Presiden SBY.

Pada era pemerintahan SBY ini pula, Grup D Paspampres yang bertugas mengamankan para mantan presiden dan mantan wakil presiden dibentuk.

Presiden Joko Widodo

profile-7.jpg

Kompas.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI

Presiden Joko Widodo

Setelah Jokowi dilantik, jutaan warga memenuhi sepanjang Semanggi hingga Istana Merdeka. Iring-iringan kendaraan yang mengangkut Jokowi pun terjebak kemacetan parah. Paspampres pun memutuskan berjalan kaki sampai ke Istana sambil menghalau massa yang ada di sekeliling mobil Jokowi.

Kisah menarik juga datang dari keluarga Jokowi yang dikenal sederhana. Ibu Negara Iriana, misalnya, lebih suka pulang ke Solo, Jawa Tengah, dengan menggunakan pesawat komersial di kelas ekonomi. Paspampres pun harus berimprovisasi.