Tanah Papua merupakan wilayah dengan tingkat infeksi HIV/AIDS tertinggi di Indonesia. Terletak di wilayah paling timur dari Indonesia, Tanah Papua sendiri terbagi dalam dua provinsi yaitu Papua dan Papua Barat. Perbaikan demi perbaikan telah banyak dilakukan demi ketersediaan obat-obatan dan akses untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Namun, dibalik itu masih ada stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS atau mereka yang beresiko tertular virus HIV.

Mayoritas masyarakat di Tanah Papua masih memandang HIV/AIDS identik dengan penderitaan, penghinaan, dan kematian. Namun, adanya stigma dan diskriminasi yang ada di tengah-tengah masyarakat justru mengakibatkan mereka sering menunda atau bahkan menghindari tes HIV. Tanpa mengetahui secara pasti status HIV mereka, orang-orang yang sudah tertular virus HIV masih jarang melakukan upaya pencegahan sehingga berpotensi menularkan virus HIV kepada pasangannya ataupun orang lain. Adanya stigma dan diskriminasi juga mengecilkan upaya mereka yang hidup dengan HIV /AIDS untuk mendapatkan perawatan yang bisa menyelamatkan hidup mereka, seperti obat Antiretroviral (ARV) yang sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan mereka dengan cara menekat perkembangan virus yang ada di dalam tubuh.

Ketakutan akan penganiayaan, pelecehan dan dikucilkan dari anggota keluarga dan lingkungan merupakan beberapa alasan mengapa mereka merahasiakan dan menyangkal status HIV mereka dibandingkan mencari pengobatan. Selain itu, adanya stigma internal seolah menimbulkan perasaan malu, bersalah, penolakan, dan keputusasaan yang pada akhirnya meremehkan peran sosial mereka dan rasa memiliki yang ada di tengah masyarakat. Pada akhirnya, penderitaan dan kematian seolah tak bisa dihindari. Anggapan akan penderitaan dan kematian begitu melekat dan memperkuat stigma serta diskriminasi.

Saya Positif memuat tujuh profil individu-individu dengan HIV positif. Namun, bertentangan stereotipe negatif, ketujuh profil ini justru menampilkan sisi yang sebaliknya; mereka kuat, sehat, produktif, tangguh, dan penuh akan harapan. Mereka adalah sosok para orangtua yang penuh pengabdian, seorang anak laki-laki dan anak perempuan yang penuh kasih, anggota masyarakat yang memiliki peran serta kontribusi untuk keluarga dan komunitas. Kesaksian dan testimoni mereka tidak hanya menjadi sumber inspirasi tapi juga bukti nyata akan pentingnya melawan kesalahpahaman yang selama ini berada di tengah masyarakat yang membantu melawan stigma dan diskriminasi di Tanah Papua.

yosua

KATA IBU SAYA, "JANGAN TAKUT, SAYA DISINI UNTUKMU."

Ketika saya pertama kali sakit, saat itu badan saya demam tinggi, saya kehilangan nafsu makan, dan tidak bisa tidur. Sebelum sakit, berat badan saya 65kg. Tapi setelah mengalami sakit yang mendadak, berat badan saya turun hingga 40kg.

Saya terbebani dengan begitu banyak kesedihan yang mendalam. Kemudian saya bertanya kepada dokter, "Sebetulnya penyakit apa yang saya derita? Tolong beri tahu saya karena saya tidak mengerti." Lalu saya menanyakan hal yang sama ke mama saya dan saya mengatakan yang sejujurnya kepada mama saya bahwa saya takut semua orang akan menolak saya. Tapi mama saya berkata, "Hal terpenting adalah bahwa kamu harus tetap termotivasi dan sehat, dan saya akan selalu mendukung kamu."

Saya ingin semua orang tahu bahwa meskipun saya positif HIV, saya masih sehat.

Orang tua saya selalu mendorong saya untuk pergi ke dokter, lalu pada tahun 2010 saya pun mulai mengkonsumsi ARV (obat Antiretroviral). Saya tidak mencari pengobatan alternatif dan saya tidak bisa mengabaikan untuk mengkonsumsi ARV karena ia ibarat teman dalam kehidupan saya. Dengan mengkonsumsi ARV, kesehatan saya membaik, berat badan kembali seperti semula, dan sekarang bisa kembali melakukan aktivitas rutin saya sehari-hari.

Di rumah, saya mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, mencuci piring dan pakaian. Kalau di dapur ada bahan-bahan seperti sayuran dan ikan, biasanya saya akan memasak makanan favorit keluarga dengan resep olahan saya sendiri. Saya hobi bikin kue dan saya hampir bisa bikin kue apapun. Saya punya cita-cita yang saat ini belum terpenuhi tapi saya yakin suatu saat nanti saya akan membuka sebuah restoran.

Saya ingin semua orang tahu bahwa meskipun saya positif HIV, saya masih sehat. Untuk semua teman-teman dengan HIV yang saat ini masih hidup dalam persembunyian dan takut untuk pergi ke klinik terdekat atau ke rumah sakit, saya mendorong kalian untuk datang dan bergabung bersama kami.

Ibu Ratna

SAYA ADALAH SEORANG IBU, GURU, DAN SEORANG AKTIVIS.

Semua berawal saat suami saya sakit. Di kemudian hari dia ternyata didiagnosa dengan HIV lalu meninggal dunia. Saya tertular virus HIV dari suami saya. Seiring dengan kesehatan saya yang semakin memburuk, saya pun kehilangan harapan untuk terus hidup karena saya berpikir toh saya juga akan meninggal.

Sebagai orang tua tunggal, anak perempuan saya, Amel, masih membutuhkan saya dan dialah satu-satunya sumber motivasi saya untuk terus bertahan hidup. Setelah mengetahui kondisi status saya, saya mulai mencari obat yang saya dengar bisa menekan pertumbuhan virus HIV yang ada di dalam tubuh saya.

Di tahun 2010, saya pun mulai mengkonsumsi ARV (obat Antiretroviral). Saya meminumnya sehari sekali sebelum tidur. ARV telah terbukti meningkatkan kesehatan saya. Saya bisa kembali bekerja bahkan bisa melakukan lebih banyak aktivitas dari sebelumnya.

Sebagai orang tua tunggal, anak perempuan saya, Amel, masih membutuhkan saya dan dialah satu-satunya sumber motivasi saya untuk terus bertahan hidup.

Saya sudah menjadi seorang guru selama lebih dari lima tahun. Saya mengajar lebih dari 120 murid di sekolah menengah untuk mata pelajaran agama dan HIV. Meskipun saya positif HIV, rekan-rekan kerja saya di sekolah terus-menerus memberikan dukungan. Mereka bahkan meyakinkan saya bahwa saya tidak akan ditolak hanya karena status positif HIV saya.

Saya berharap, orang-orang seperti saya bisa lebih berani untuk mengikuti tes HIV karena bagaimanapun juga jauh lebih baik apabila kita mengetahui kondisi status HIV kita agar secepat mungkin mendapatkan pengobatan dan mencegah penularan virus HIV ke orang lain.

Saya sendiri telah mengungkapkan kondisi status saya secara terbuka di hadapan publik karena saya ingin membuktikan kepada setiap orang bahwa meskipun saya positif HIV, saya bukanlah orang yang sakit, lemah tak berdaya, dan yang terbuang.

Reni

HIDUP DENGAN HIV BUKANLAH AKHIR DARI SEGALANYA.

Semula suami saya tidak mengetahui kondisi status HIV saya. Hingga di tahun 2011, saya dan suami pergi untuk mengikuti tes HIV dan ternyata hasilnya adalah positif.

Setelah mendengar kabar tersebut, pada mulanya saya cukup tertekan. Namun, saya tidak merasa lelah dan kewalahan dengan beban sebagai orang yang hidup dengan HIV karena saya menerima dukungan dan motivasi dari keluarga. Ibu saya selalu memberikan dukungan dan bimbingan spiritual, begitu juga dengan suami saya yang terus memberikan dorongan untuk bertahan dan menerima segala sesuatu yang terjadi dengan ikhlas.

Sebelum saya mengkonsumsi ARV (obat Antiretroviral) berat badan saya hanya 18kg. Ada satu masa dimana saya dirawat di rumah sakit sebanyak 6 kali. Bukan hal yang mudah untuk bisa melakukan aktivitas normal sementara saya harus banyak beristirahat. Saya sudah menjalankan ARV selama 4 tahun dan saat ini kondisi kesehatan saya sudah jauh membaik. Sekarang berat badan saya 41kg dan saya bisa bekerja seperti layaknya ketika saya belum sakit.

Setiap hari saya selalu bangun jam 4 pagi untuk sholat subuh bersama ibu dan nenek saya. Lalu saya mengurus beberapa pekerjaan rumah sehari-hari, seperti bersih-bersih dan memasak. Saya berkontribusi di komunitas saya dan bekerja secara sukarela di klinik dengan cara membantu para dokter dan perawat yang merawat para pasien yang memerlukan dorongan semangat untuk mengkonsumsi ARV. Kemudian di sore hari, saya mengajar anak-anak kecil yang tinggal di kampung saya untuk belajar membaca Quran dan sebulan sekali saya juga rutin mengikuti kelompok pengajian bersama para ibu rumah tangga lainnya yang tergabung di dalam komunitas.

Kita tidak bisa mengganti pengobatan ARV dengan obat-obatan herbal karena hanya ARV yang telah terbukti bisa mengobati HIV.

Sangatlah penting untuk mengkonsumsi ARV secara rutin dan tepat waktu untuk menekan perkembangan virus HIV jadi saya selalu membawa ponsel dengan fasilitas alarm untuk mengingatkan saya. Kita tidak bisa mengganti pengobatan ARV dengan obat-obatan herbal karena hanya ARV yang telah terbukti bisa mengobati HIV.

Saya menjalani hidup saya bagai sebuah perjalanan yang indah. Saya tidak akan pernah menyia-nyiakan waktu yang ada dan saya tidak akan pernah menyerah. Untuk mereka yang menjalani hidup dengan HIV seharusnya tidak perlu takut karena saya sudah membuktikan bahwa ARV bisa membantu memulihkan kesehatan secara penuh. Dan bagi mereka yang tidak menderita positif HIV, jangan takut untuk mengikut tes dan mengecek status HIV Anda.

Meri

SEANDAINYA SAYA TIDAK MENGKONSUMSI ARV, SAYA PASTI SUDAH MENINGGAL.

Ketika saya sakit, saya bahkan tidak mampu berjalan. Saat itu saya sangat kurus dengan berat badan hanya 36kg. Perawat menyampaikan informasi pada saya bahwa saya menderita penyakit serius dan dia bertanya apakah saya sudah siap menerima hasil tes darah. Saya langsung menangis begitu mengetahui bahwa saya positif HIV.

Saya kembali ke desa, saya tidak mengatakan apapun kepada keluarga tentang status kondisi saya, tidak juga ke orang tua. Saya takut menceritakannya kepada mereka karena saya berpikir mereka akan sangat marah dan mengusir saya keluar rumah. Pada akhirnya saya pun melepaskan beban itu dengan menyampaikan secara jujur kepada bapak saya bahwa saya telah didiagnosa tertular virus HIV. Bapak saya menangis ketika mendengar hal itu. Air mata saya juga mengalir di wajah saya dan kami berdua sama-sama menangis.

Bapak lalu menghibur saya dan mengatakan kepada saya untuk bersabar dan terus berdoa. Tapi sayangnya mama menolak saya. Di hari berikutnya, mama memisahkan mangkuk dan piring yang biasanya saya gunkan. Ia bahkan melarang saya untuk berbagi makanan dengan adik saya yang paling kecil. “Jangan membagi makanan kamu,” begitu katanya.

...tolong untuk terus mengkonsumsi obat ARV secara rutin agar tetap sehat dan termotivasi seperti saya.

Saya pergi ke rumah sakit dan seorang perawat menghibur saya, ia mengatakan kalau saya tidak perlu takut karena saat ini ada ARV (obat Antiretroviral) untuk mengobati penyakit HIV. Awalnya saya mengalami sedikit pusing dan mual ketika pertama kali mengkonsumsi ARV. Kata perawat, itu adalah gejala-gejala yang normal dan nantinya akan hilang setelah dua minggu. Sampai saat ini saya sudah mengkonsumsi ARV selama lima tahun. Saya sehat dan mampu melakukan bekerja seperti layaknya orang-orang yang tidak terkena HIV karena ARV memperlambat pertumbuhan virus HIV yang ada di dalam tubuh saya.

Tujuan hidup saya adalah menjadi mandiri dan bekerja untuk menghidupi keluarga saya. Setiap hari saya selalu bangun pukul 6 pagi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Untuk mendapatkan uang, saya berjualan daging di pasar setempat. Saya juga mengambil kursus pelajaran komputer karena saya sangat ingin belajar. Tidak ada siapapun yang memaksa saya melakukan ini semua tapi karena saya ingin menjadi seorang yang mandiri.

Ada banyak teman-teman yang hidup dengan HIV dan mengalami penolakan dari keluarganya. Kita seharusnya tidak boleh menolak mereka tapi sebaliknya kita harus mendukung dan menyemangati mereka untuk mampu berdiri di atas kaki mereka sendiri. Untuk seluruh teman-teman saya yang hidup dengan HIV, tolong untuk terus mengkonsumsi obat ARV secara rutin agar tetap sehat dan termotivasi seperti saya.

Wesley

SAYA MENJALANI HIDUP SAMA SEPERTI LAYAKNYA ORANG-ORANG LAINNYA.

Saya tidak tahu kalau saya tertular HIV. Hanya saja setiap hari berat badan saya turun terus-menerus, mulai dari bobot tubuh 75kg dan menjadi 30kg. Tidak ada yang tahu kondisi saya kecuali mama saya yang memang mengurus saya. Namun, saya tidak bisa meninggalkan rumah. Jika tidak begitu, kemungkinan orang-orang akan mengetahui kondisi saya dan saya bisa dibakar hidup-hidup. Jadi, bisa dibilang saya seperti tawanan di rumah sendiri. Di rumah pun saya diisolasi. Saya makan sendiri dengan piring yang dipisahkan dan makan di ruangan terpisah. Rasanya seperti penyiksaan.

Saya sempat melakukan "adat" atau melakukan persembahan sampai mengorbankan 10 babi, tapi tetap saja kesehatan saya tidak membaik. Tubuh saya tinggal kulit dan tulang. Setelah menderita selama 3 tahun, saya pun akhirnya pergi ke rumah sakit dan saya didiagnosis positif HIV. Saya pikir saya akan meninggal karena saya percaya tidak ada pengobatan yang yang benar-benar tersedia.

Saya mampu melanjutkan aktivitas sehari-hari sama seperti teman-teman saya yang lainnya.

Saya mengikuti nasihatnya dan mulai mengkonsumsi ARV secara teratur. Berat badan saya berangsur-angsur kembali, mulai dari 30kg, ke 60kg, dan kembali ke berat badan normal 75kg. Saya sudah mengkonsumsi ARV selama lebih dari 10 tahun dan agar bisa terus-menerus bertahan hidup, saya harus harus mengkonsumsi obat tersebut sepanjang hidup saya. Kemana pun saya pergi, saya selalu membawa ARV di dalam saku atau tas.

ARV sebetulnya gratis sehingga Anda tidak perlu membelinya. Tersedia gratis di rumah sakit terdekat. Sayang sekali masih saja ada banyak teman-teman yang tidak mau datang (ke rumah sakit) untuk memperolehnya. Saya selalu menyemangati teman-teman untuk datang ke rumah sakit untuk memperoleh ARV agar mereka bisa kembali hidup sehat layaknya orang sehat seperti saya.

Saya mampu melanjutkan aktivitas sehari-hari sama seperti teman-teman saya yang lainnya. Saya bangun pukul 6 pagi dan prioritas pertama saya adalah mengurus babi-babi peliharaan saya. Kemudian saya pergi ke klinik VCT (konseling dan tes sukarela) untuk mendampingi rekan-rekan saya yang datang untuk mengikuti tes HIV atau sekadar untuk pemeriksaan rutin. Di siang hari, saya melakukan kunjungan ke rumah-rumah untuk mengecek kondisi teman-teman saya dan memastikan mereka baik-baik saja. Saya juga membentuk Noken, sebuah kelompok dukungan sebaya yang menyediakan jasa konseling dan dorongan pada setiap individu yang hidup dengan HIV di dalam komunitas saya.

Kesehatan saya sudah sepenuhnya pulih. Saya masih memiliki umur panjang dan suatu hari nanti saya akan menikah dan memiliki anak.

Pak John

SAYA MULAI PERCAYA DIRI LAGI KARENA KELUARGA SAYA TIDAK MENOLAK SAYA.

Saya mulai menyadari bahwa saya terkena positif HIV di tahun 2007. Kesehatan saya menurun drastis dan saya kehilangan harapan untuk hidup. Saya tidak percaya diri dan saya begitu takut kalau tetangga dan anggota keluarga mengetahui bahwa saya positif HIV. Saya mengisolasi diri dengan cara tetap berada di dalam rumah dan menjauhi publik karena saya begitu takut untuk dikarantina atau ditendang keluar dari komunitas saya.

Lalu saya melakukan pendekatan ke anggota keluarga satu demi satu dan mengatakan kondisi saya. Mereka mengatakan kepada saya untuk tetap bersabar dan jangan pernah kehilangan harapan meskipun mereka tahu kesulitan yang saya hadapi. Dukungan mereka benar-benar luar bisa dan tak terduga.

...saya menghabiskan seluruh tabungan saya untuk membeli obat-obatan herbal yang menjanjikan penyembuhan, tapi ternyata hanya ARV yang mampu 'mengisi' ulang energi dalam tubuh saya dan membuat saya tetap sehat.

Saya juga menerima perawatan dan dukungan yang terus-menerus dari Suster Perawat Diana, yang sering memeriksa keadaan saya dan membawa saya ke rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Dukungannya benar-benar luar biasa dan dia pun menyampaikan tentang ketersediaan ARV (obat Antiretroviral) dan yang saya perlukan hanyalah tekad kuat untuk mengkonsumsinya.

Selama tujuh tahun terakhir, saya mengkonsumsi ARV setiap hari; pagi hari pada pukul 7 pagi dan malam hari. ARV meningkatkan kesehatan saya karena ia berlaku seperti mengisi ulang energi dalam tubuh saya. Jika saya ini diumpamakan sebuah baterai, saya pasti sudah seperti baterai tanpa energi. Sebelumnya, saya menghabiskan seluruh tabungan saya untuk membeli obat-obatan herbal yang menjanjikan penyembuhan, tapi ternyata hanya ARV yang mampu 'mengisi' ulang energi dalam tubuh saya dan membuat saya tetap sehat.

Saya pekerja keras tapi sebagai orang yang mengidap positif HIV, saya perlu mencari cara untuk mendapatkan penghasilan dan bertahan di kota ini. Kemudian saya mempunyai sesuatu ide untuk membuat kandang babi. Untuk memulai bisnis, awalnya saya meminjam uang dari tetangga untuk membeli anak babi. Setelah babi-babi itu dewasa dan beranak-pinak, saya jual anaknya dan mengembalikan uang yang saya pinjam ke tetangga saya. Selama tujuh tahun terakhir saya sudah memperluas bisnis saya.

Saya biasanya bangun sekitar jam 4 atau 5 pagi dan mulai membersihkan kandang babi. Setelah memberi makan babi-babi peliharaan, lalu saya menyiapkan makanan mereka untuk hari berikutnya. Saya juga harus memelihara kebersihan sekitar kandang agar tidak menganggu kenyamanan tetangga sekitar. Saya tidak ingin mereka (tetangga) mencium aroma yang bau sehingga saya membersihkan kandang minimal 5 kali dalam sehari.

Saya juga sering diundang ke gereja untuk memberikan kesaksian dan testimoni tentang HIV. Sejak stigma terhadap HIV terus meningkat di tengah-tengah masyarakat, saya harus kembali berjuang dengan cara membagi pengalaman saya sebagai orang yang hidup dengan HIV namun masih bisa berada dalam kondisi yang sehat.

Saya tidak akan pernah menyerah dan kedepannya saya berharap semakin banyak orang-orang yang memiliki keberanian untuk maju ke depan dan membuktikan bahwa HIV tidak berbahaya bagi masyarakat.

Ibu Siti

SAYA BAHAGIA DAN BERSYUKUR MENJADI SEORANG IBU.

Ketika usia kehamilan saya dua minggu, saya merasa begitu lelah dan berpikir, gejala ini mungkin hanya karena sedang mengidam. Tapi sebulan kemudian, saya melakukan tes darah dan mendapati bahwa saya positif HIV. Semula saya sangat marah dan berada dalam penyangkalan sampai akhirnya saya merasa lelah dengan begitu banyaknya hal yang saya khawatirkan. Saat itu saya merasa begitu putus asa dan berpikir besok saya akan meninggal dunia. Tetapi suami dan keluarga mendukung saya terus menerus dan tanpa syarat serta menerima keberadaan kondisi saya ketimbang menjauhi dengan saya.

Saya melahirkan putra pertama saya, Haikal, dan dia bertumbuh sehat. Tapi kemudian tiba-tiba ia terserang penyakit diare. Haikal jatuh koma dan meninggal dunia. Seandainya saja sejak awal saya tahu bahwa saya tertular HIV, mungkin saya bisa melakukan pilihan PMTCT (Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi) untuk menyelamatkannya.

Rasa keingintahuan saya mendesak saya untuk banyak bertanya dan mencari banyak informasi dari staf kesehatan untuk mempelajari beberapa fakta tentang HIV. Mengetahui fakta-fakta nyata seputar HIV telah membantu mengatasi rasa ketakutan saya dan saat ini saya melihat HIV sebagai penyakit umum. Jika mengingat masa lalu, terkadang saya menertawakan diri saya mengingat bagaimana saat itu saya begitu takut karena minimnya informasi yang saya ketahui.

Mengetahui fakta-fakta nyata seputar HIV telah membantu mengatasi rasa ketakutan saya dan saat ini saya melihat HIV sebagai penyakit umum.

Selama 3 tahun ini Saya sudah mengkonsumsi ARV (obat Antiretroviral) secara rutin, dua kali sehari, pagi hari pada pukul 8 pagi dan malam hari. ARV membuat saya tetap sehat dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Jadi, meskipun saya positif HIV, saya masih bisa mengurus anak-anak saya. Hampir sebagian besar kegiatan saya dilakukan di rumah. Saya bangun pagi hari; saya memasak, melakukan kegiatan rumah tangga, kemudian membantu putri saya, Vio, untuk menyiapkan persiapan sekolah, dan bermain-main bersama anak terkecil saya, Young.

Saya sudah mengkonsumsi ARV cukup lama sebelum saya hamil anak ketiga saya, Young. Baru-baru ini dokter memeriksa dia untuk tes HIV dan dia ternyata tidak tertular virus dari saya. Young tumbuh sehat dan beratnya hampir mencapai 11kg. Saya sangat bersyukur dia akan merayakan ulang tahun pertamanya tahun ini. Saya mencintai anak-anak saya, dan meskipun mereka belum saling bertemu, Haikal akan selalu menjadi saudara laki-laki Young dan Vio masih sering ‘berbicara’ dengannya tiap kali kami mengunjungi makamnya.

Saya memulai bisnis rumahan dengan membuat kue Pia. Ini merupakan salah satu cara saya mencari akal untuk menghasilkan uang sekaligus membantu suami dan membeli kebutuhan rumah tangga seperti beras dan susu.

Sangatlah penting untuk mengikuti tes HIV guna mengetahui status kita. Saya juga berharap agar orang-orang tahu bahwa meskipun saya positif HIV tapi saya masih memiliki kehidupan yang normal. Saya memiliki antusiasme dan kepercayaan diri yang sama seperti layaknya mereka yang sehat. Saya ingin melanjutkan hidup saya sebagai seorang istri yang setia dan memberikan contoh yang baik untuk anak-anak saya.