Selebriti Instagram atau yang dikenal dengan sebutan "selebgram" belakangan cukup beken di kalangan anak muda masa kini. Selebgram berasal dari berbagai latar belakang. Mereka bukan hanya selebriti yang sudah top terlebih dulu di layar kaca.
Selebgram bisa seorang pencinta fotografi, pehobi travelling, pencinta kopi, penggila make-up, pencinta binatang, atau sekadar penyuka humor. Mereka memiliki ribuan hingga jutaan followers.
Mengapa bisa demikian? Kuncinya ada pada konten yang ditampilkan dalam akun Instagram.
Semua bisa menjadi beken di dunia maya asalkan memiliki konten media sosial yang menarik dan unik. Semakin unik, semakin menarik, atau bahkan semakin kontroversial maka semakin banyak followers yang mereka dapatkan.
Layaknya fans terhadap artis pujaan, followers ini juga mengikuti keseharian para selebgram. Followers memberikan komentar dan likes pada setiap posting selebgram.
Selebriti Instagram atau yang dikenal dengan sebutan "selebgram" belakangan cukup beken di kalangan anak muda masa kini. Selebgram berasal dari berbagai latar belakang. Mereka bukan hanya selebriti yang sudah top terlebih dulu di layar kaca.
Selebgram bisa seorang pencinta fotografi, pehobi travelling, pencinta kopi, penggila make-up, pencinta binatang, atau sekadar penyuka humor. Mereka memiliki ribuan hingga jutaan followers.
Mengapa bisa demikian? Kuncinya ada pada konten yang ditampilkan dalam akun Instagram.
Meski sudah ada Facebook atau Twitter yang eksis lebih dulu, Instagram mempunyai ciri khas tersendiri.
Fitur berbagi foto ataupun video yang menjadi ciri khas Instagram telah memanjakan penggunanya untuk membagikan apa pun yang diinginkan.
Hingga tahun 2016, Instagram mengklaim telah memiliki 500 juta pengguna aktif, yang 22 juta di antaranya berasal dari Indonesia.
Dengan begitu banyaknya pengguna Instagram, kreativitas mulai bermunculan, termasuk membuat konten yang menarik dan unik.
Semakin unik, semakin menarik, atau bahkan semakin kontroversial maka semakin banyak followers yang mereka dapatkan.
Layaknya fans terhadap artis pujaan, followers ini juga mengikuti keseharian para selebgram. Followers memberikan komentar dan likes pada setiap posting selebgram.
Berbeda dari artis di layar kaca, selebgram memiliki kedekatan yang lebih dengan para pengikutnya. Hal ini lantaran mereka menampilkan kegiatan sehari-hari yang tak bisa tersentuh artis layar kaca. Tak jarang, para selebgram ini juga langsung berinteraksi lewat kolom komentar dengan pengikutnya.
Dengan ratusan ribu dan jutaan pengikut setia itu, perusahaan-perusahaan besar pun mulai melirik selebgram untuk mempromosikan produk mereka. Selebgram kemudian menjadi ladang bisnis yang menggiurkan.
Bisnis selebgram bukan main-main. Nilainya cukup fantastis. Bahkan pemerintah berencana menerapkan pajak terhadap selebgram lantaran mereka meraup pundi-pundi uang dalam jumlah besar.
Seperti apa bisnis selebgram ini berjalan? Yuk, kita bongkar dapur para selebgram ini.
Kehadiran selebgram adalah sebuah fenomena. Selebgram mematahkan anggapan banyak orang bahwa untuk menjadi beken haruslah tampil lewat layar kaca.
Kini, seseorang yang biasa saja bisa menjadi “selebriti” di dunia Instagram dengan ribuan hingga jutaan pengikut. Tidak kalah dari artis sinetron.
Apa sebabnya? Hal ini tak lepas dari kegandrungan anak muda dengan media sosial. Mereka mengikuti berbagai media sosial dengan ciri khasnya masing-masing.
Namun, Instagram memiliki ciri khas yang berbeda. Media sosial ini menitikberatkan pada visual, baik foto maupun video, dalam kegiatan berbagi di dunia maya.
"Fenomena munculnya selebgram terjadi karena Instagram itu visual. Awalnya kan Twitter, tetapi basic-nya Twitter kan teks. Ternyata orang lebih senang melihat visual dan Instagram adalah tempatnya dan semakin banyak juga orang mem-posting konten yang menarik," ujar CEO SociaBuzz, Rade Tampubolon.
Alhasil, Instagram berhasil memikat hati anak muda dan berhasil menggusur Twitter. Saat ini, total pengguna aktif Instagram mencapai 500 juta dengan 22 juta di antaranya berasal dari Indonesia.
Banyaknya pengguna Instagram ini kemudian berkembang menjadi lahan bisnis. Muncul sosok selebgram dengan pengikut setianya yang kemudian didekati merek-merek terkenal untuk memasarkan produk. Istilahnya yaitu endorsement.
Menurut Rade, seseorang dikatakan sebagai selebgram jika memiliki minimal 20.000 followers. Jika sudah memiliki pengikut lebih dari 20.000, ada saja merek-merek yang “numpang lewat” dalam setiap posting-an si selebgram.
Produk-produk yang memakai jasa selebgram ini pun beragam, mulai dari produk otomotif, alat elektronik, alat kecantikan, hingga peralatan mandi.
Lebih berpengaruh
Meski awalnya Instagram diciptakan sebagai media sosial untuk berbagi, tetapi kreativitas para pengguna akhirnya membuat Instagram menjadi sarana yang tepat untuk berbisnis memasarkan produk. Endorsement hingga online shop pun bertebaran di Instagram.
Pengamat digital marketing, Nukman Luthfie, mengungkapkan, kehadiran bisnis selebgram ini tak lepas dari riset yang menyebutkan bahwa rekomendasi dari orang yang dikenal atau orang lain lewat media sosial bisa lebih berpengaruh daripada iklan.
“Makanya beberapa selebgram laris. Tapi ingat, selebgram itu followers-nya banyak belum tentu pengaruhnya besar,” kata Nukman.
Ia mencontohkan, seorang selebgram yang tidak merokok tiba-tiba mengenalkan produk rokok. Maka, akan banyak orang yang tidak memercayainya. Oleh karena itu, pemasaran produk melalui selebgram juga harus disesuaikan dengan karakter selebgram terkait.
“Orang kan jadi selebgram karena dianggap memengaruhi berbagai hal. Satu, karena cara hidupnya, misal pakaiannya apa, terus followers-nya ikut pakai. Selebgram itu kayak bintang iklan ya, bintang iklan itu kenapa dipilih si A, B, dan C? Karena dia punya pengaruh yang besar,” papar pria yang sempat menjadi jurnalis dan kemudian mendirikan Virus Consulting itu.
Di sisi lain, bagi perusahaan, penggunaan jasa selebgram bisa menguntungkan karena hasilnya lebih terukur.
“Bisa diukur dengan jumlah yang like dan me-retweet posting-annya. Sementara kalau di TV kan enggak bisa langsung kelihatan. Baru kelihatan nanti setelah adanya transaksi penjualan,” ungkap Nukman.
Rade menambahkan, produsen mulai menyasar Instagram sebagai media promosinya lantaran biaya yang lebih murah dibandingkan beriklan di media massa. Selain itu, pengaruh yang ditanamkan selebgram pun lebih kuat karena memiliki sentuhan personal.
“Kalau iklan konvensional kan brand yang ngomong, 'Gue yang terbaik', tetapi dengan pakai endorser, sebenarnya mereka menggunakan trust-nya dari si endorser. Jadi, ‘Endorser yang ngomong lho, bukan gue'. Dan yang namanya manusia, jika orang lain yang merekomendasikan sesuatu lebih kita dengar daripada brand yang ngomong," kata Rade.
Tarif melambung
Semenjak bisnis selebgram dilirik banyak perusahaan, tarif para selebgram ini kemudian melonjak. Jumlah followers yang semakin banyak hingga kreativitas konten yang dihasilkan adalah nilai jual para selebgram.
Rade menuturkan, tarif beriklan melalui selebgram beragam, mulai dari ratusan ribu rupiah hingga puluhan juta rupiah untuk sekali posting. Semakin banyak produsen yang mencari, maka semakin tinggi tarif seorang selebgram.
"Mungkin dulu kita kerja sama dengan selebgram harganya sekian, sekarang sudah dua kali sampai tiga kali lipat. Tergantung supply (ketersediaan) and demand (permintaan). Misalnya, demand-nya tinggi nih ke selebgram A, ya dia otomatis punya hak meninggikan tarifnya karena demand-nya lagi tinggi," ujarnya.
Menurut Rade, tarif termahal untuk sekali posting masih dipegang oleh artis-artis terkenal yang kerap muncul di layar televisi. Para artis tersebut mematok harga tergantung dari produk yang akan dipromosikannya.
Selain itu, besar atau kecilnya tarif beriklan melalui selebgram tergantung dari berapa lamanya posting tersebut berada di timeline si selebgram.
"Misalnya selebgram A untuk brand yang ternama dia bisa kasih charge harganya lebih tinggi, tetapi kalau untuk olshop (online shop) mungkin 10 persen hingga 20 persen dari harga itu, tetapi tidak di-keep lama di timeline-nya, sehari dua hari dihapus," ucap dia.
Menurut penelusuran Kompas.com saat mencoba masuk ke situs Sociabuzz sebagai calon pengiklan, pengunjung akan langsung disuguhi katalog selebgram dengan rincian jumlah follower dan tarif sekali posting untuk foto dan video.
Jika foto setiap selebgram yang ada diklik, maka akan muncul data lebih rinci tentang selebgram itu, seperti topik dan minat selebgram tersebut, biodata, dan catatan khusus untuk kategori iklan yang tidak diterima.
Dalam katalog halaman pertama hingga ketiga, terlihat kalangan artis masih mendominasi tarif tinggi dan jumlah follower terbanyak, misalnya, Ayu Ting Ting, Chelsea Olivia, Jessica Iskandar, Pevita Pearce, Olla Ramlan, Dude Harlino, dan Gilang Dirga.
Beberapa di antara mereka mencantumkan data lengkap soal tarif, seperti Chelsea Olivia yang mematok tarif Rp 20 juta untuk satu kali posting foto, Olla Ramlan Rp 10 juta untuk satu kali posting foto, Dude Harlino Rp 11,7 juta untuk satu kali posting foto, serta Gilang Dirga Rp 5,5 juta untuk satu kali posting foto dan Rp 9 juta untuk posting video.
Beberapa di antara mereka mencantumkan data lengkap soal tarif, seperti Chelsea Olivia yang mematok tarif Rp 20 juta untuk satu kali posting foto, Olla Ramlan Rp 10 juta untuk satu kali posting foto, serta Gilang Dirga Rp 5,5 juta untuk satu kali posting foto dan Rp 9 juta untuk posting video.
Dengan maraknya bisnis selebgram ini, tak pelak memunculkan ladang bisnis lainnya, seperti influencer marketing platform. Bahasa sederhananya yakni agensi yang khusus menjembatani produsen dengan para selebgram.
Adapun influencer marketing platform yang sudah eksis di Indonesia misalnya Sociabuzz, Inbuzz yang dimiliki artis Indra Bekti, dan GoViral.
Bisnis selebgram diperkirakan akan terus berkembang. Pasalnya, masih belum ada media sosial yang mengalahkan ciri khas Instagram yang memiliki sentuhan personal melalui visual foto ataupun video.
Berminat untuk menjadi selebgram?
Ditjen Pajak memperkirakan potensi penerimaan pajak yang bisa masuk ke kas negara dari bisnis ini mencapai 1,2 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 15,6 triliun.
Jumlah itu cukup fantastis. Enggak percaya? Kita lihat perbandingannya.
Menjadi terkenal pada usia muda tentunya menjadi keinginan hampir semua orang. Dengan ketekunan dan kejelian dalam melihat peluang, keinginan tersebut bisa terwujud.
Hal itulah yang dirasakan sebagian besar selebgram atau selebriti yang eksis di media sosial Instagram. Salah satunya yaitu Nabila Gardena.
Selebgram yang mulai dikenal sejak Instagram muncul pada 2012 itu telah memiliki 273.000 follower atau pengikut. Lantas, bagaimana cerita Nabila hingga bisa menjadi selebgram?
“Jadi, awalnya itu pada tahun 2012 aku masih SMA, aku bikin Instagram yang emang lagi hype-hype-nya waktu itu. Terus aku juga senang jalan-jalan ke restoran baru atau tempat-tempat lucu. Terus aku suka posting saja, dan fotonya lumayan yang aku agak ala-ala begitu,” tutur Nabila saat ditemui Kompas.com di kediamannya, pertengahan Desember 2016.
Berawal dari video lucu
Dara yang tengah menempuh studi pada semester VII di Institut Teknologi Bandung itu mulai mendapatkan follower dalam jumlah besar ketika ia kerap membuat video lucu bersama mantan kekasihnya pada 2013.
Rupanya, video-video itulah yang membuat khalayak ramai penasaran dan ingin “mengikuti” Nabila untuk mengetahui kesehariannya.
Nabila mengakui bahwa menjadi seorang selebgram dengan follower ratusan ribu ini memberikan keuntungan tersendiri bagi dia.
Nabila kerap diminta untuk meng-endorse atau mempromosikan produk tertentu melalui akun Instagram miliknya.
Tak hanya itu, menjadi selebgram dengan follower ratusan ribu membuka jalan bagi Nabila untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar.
Dia pernah menjadi brand ambassador untuk produk-produk terbaru, antara lain untuk Zalora dan aplikasi Shopee.
“Waktu itu Shoppe, itu dari awal banget sama aku. Kerasa banget sih kalau dari awal banget membangun brand itu sendiri, sampai akhirnya sekarang sudah gede begitu. Terus Zalora juga. Banyak juga local brand yang enggak perusahaan,” kata Nabila.
Mulanya, Nabila enggan menerima tawaran endorsement meskipun banyak yang memintanya untuk mempromosikan produk.
Namun, kemudian Nabila berubah pikiran. Ia mulai meng-endorse produk antara tahun 2013 dan 2014. Ketika itu, Nabila memulainya dengan mempromosikan produk pakaian.
Dengan meng-endorse produk, Nabila bisa memiliki produk yang dia inginkan tanpa perlu membeli.
“Pada akhirnya, wah lumayan juga sih dapat barang ini. Jadi aku coba, mulai dari produk baju-baju begitu kan,” ujarnya.
Jika dilihat dari posting selama ini, pemilik akun Instagram @nabilagardena ini mengaku lebih menyukai produk fashion dan kecantikan.
Produk-produk yang dia dapatkan dari endorsement tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Di samping itu, Nabila memperoleh fee dari jasa meng-endorse produk.
Menurut Nabila, besar kecilnya fee tergantung dari skala perusahaan yang menawarkan kerja sama itu.
Perusahaan dengan skala internasional tentu lebih mahal dibandingkan dengan perusahaan lokal.
Sebagai contoh, untuk produk sampo TRESemmé atau produk apparel dari Zalora, Nabila mendapatkan fee Rp 2,5 juta per sekali posting.
Sesuai kesepakatan, Nabila berkewajiban mem-posting hingga empat foto pada akun Instagram miliknya dalam sebulan.
Biasanya, kontrak kerja sama ini berjalan selama sebulan. Dalam mempromosikan produk, kata Nabila, ada etika yang harus dijaga.
Khusus untuk produk kecantikan, misalnya, Nabila dilarang menjalin kerja sama dengan merek lain selama terikat kontrak dengan merek tertentu.
Namun, untuk produk lainnya, seperti produk fashion, pada umumnya aturan kerja sama tersebut lebih longgar.
Kelola sendiri
Nabila mengaku mengelola sendiri akun Instagram-nya, mulai dari proses pemilihan produk, memilih foto dan filter apa yang digunakan, mem-posting, hingga menjawab setiap feedback dari para follower.
“Iya, aku sendiri semua. Karena kalau misalnya orang lain, what’s the point begitu lho. Itu kan profil aku, begitu kan, aku lebih pengin pribadi begitu saja,” ujar dia.
Mahasiswi Jurusan Bisnis Manajemen itu mengatakan, tidak ada konsep khusus yang ditonjolkan untuk setiap posting-nya.
Untuk foto-foto, Nabila tidak menyewa fotografer secara khusus. Dia biasa bekerja sama dengan temannya. Tak jarang, dia bekerja sama dengan fotografer yang meminta endorsement.
“Jadi aku collab (kolaborasi) saja, dia (fotografer) dapat foto, aku dapat foto endorse,” sambung dia.
Konsistensi itu penting
Menurut Nabila, hal yang harus dijaga dalam mengelola akun Instagram adalah konsistensi. Selalu update dan mem-posting hal-hal baru yang menarik supaya follower tidak bosan.
Kesan yang ditampilkan dalam akun Instagram tersebut pun harus konsisten. Apabila selebgram ingin mencitrakan diri humoris, maka konten yang di-posting sedianya sejalan dengan karakter si selebgram.
“Kalau dia mau beauty ya dia mulai review produk, tetapi jangan melenceng dari situ karena enggak konsisten,” ucap dia.
Mengenai image yang ingin ditampilkan, Nabila mengaku hanya mencoba menjadi diri sendiri. Ia kerap mem-posting hal-hal yang menarik baginya. Ia pun tak ragu mengeksplorasi kelebihan pada dirinya untuk kemudian dibagikan kepada para follower.
Nabila juga kerap mem-posting hal-hal yang positif dan menginspirasi orang lain. Tak lupa, Nabila menyelipkan hal-hal lucu pada posting-nya.
Dalam meng-endorse produk, Nabila biasanya memerlukan waktu dua pekan untuk sampai pada proses posting foto.
Biasanya, penawaran endorse masuk melalui e-mail. Apabila ia tertarik, Nabila akan mengirimkan ketentuan-ketentuan darinya melalui e-mail. Jika sepakat, Nabila kemudian akan memilih produk yang dia minati.
“Aku pilih produk, dikirim ke rumah, difoto. Nah, biasanya ngantre sih kalau foto. Jadi misalnya sampai rumah itu seminggu, dua minggu difoto, nanti aku pilih, edit-edit, publish,” ujar dia.
Mengenai konsep posting, Nabila mengatakan bahwa biasanya perusahaan akan memberikan garis besar konsep. Nantinya, Nabila yang akan memilih bagaimana mengaplikasikan konsep tersebut.
Pernah juga Nabila menolak konsep yang ditawarkan. “Aku bilang, ‘Oh aku enggak bisa kayak begini, misalnya di-collage begitu jadi satu, itu aku enggak bisa. Jadi aku kasih juga rules dari awal kalau aku enggak bisa kayak gitu,” ujar dia.
Nabila tak selalu menerima permintaan endorsement suatu produk. Dia akan menolak tawaran apabila menilai produk tersebut tak sesuai dengan dirinya.
“Seperti skin care, aku enggak terlalu karena aku enggak pakai juga, jadi aku enggak mau bohong kan. Aku juga enggak terima street wear yang cowok banget begitu, terus obat-obatan pelangsing, of course (tentu saja) enggak. Biasanya aku juga enggak terima produk case hape,” kata Nabila.
Sebagai artis yang dikenal lewat layar kaca, Dude Harlino tentunya memiliki banyak penggemar. Tak hanya di dunia nyata, Dude juga digandrungi penggemarnya di dunia maya.
Banyaknya penggemar Dude ini bisa dilihat dari jumlah follower atau pengikut akun Instagram Dude yang jumlahnya mencapai 1,6 juta.
Saat ditemui di kediamannya November 2016, Dude menceritakan kepada Kompas.com sekelumit pengalamannya sebagai artis yang juga dikenal di Instagram.
Awalnya, Dude mengenal Instagram dari pembicaraan teman-temannya di kalangan artis. Ia kemudian membuat akun Instagram dengan nama @dude2harlino empat tahun lalu.
Dari sana, suami artis Alyssa Soebandono itu mulai mem-posting hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya di Instagram.
Tak jarang, Dude mempromosikan sinetron yang dilakoninya kepada penggemar melalui dunia maya. “Project apa pun yang saya bagi saya tuangkan kepada follower saya di situ,” ucap Dude.
Ia juga berbicara mengenai caranya dalam mengelola konten postingan pada Instagram. Cerita Dude tersebut kami rangkum dalam tanya jawab sebagai berikut:
Bisa ceritakan awal mulanya ada brand yang tertarik mengiklankan produknya di akun media sosial Anda?
Artis memiliki banyak kemudahan akses, antara industri dan produk itu satu hal yang sangat berkaitan. Produk butuh promo, artis punya akses kepada banyak orang. Menurut saya, ini bisa menjadi konsep artis yang menjadi brand ambassador sebuah produk iklan.
Apakah dikontrak satu tahun untuk iklan, misalnya, atau bisa dikontrak enam bulan, atau hanya dikontrak untuk foto, itu belum menyentuh Instagram, atau hanya di TV. Media promo ini bisa di mana-mana, termasuk Instagram.
Kemudian, karena media sosial sudah merebak di mana-mana. Follower para artis jumlahnya cukup banyak, kemudian ini ada jalinan kerja sama antara si artis dan pemilik produk. Dan, ini saya perkirakan baru berlangsung dua sampai tiga tahun terakhir.
Dulu, awal-awal saya membuat Instagram belum terlalu seperti sekarang. Kemudian, dengan berjalannya waktu dan banyaknya jumlah follower, semakin aktif juga para artis untuk mem-posting kegiatan di Instagram, maka yang mempunyai produk berniat untuk bisa mempromosikan produk dan barangnya di akun Instagram si artis.
Kapan tawaran semacam itu mulai datang?
Kalau saya pribadi setahun terakhir. Kalau fenomena ini saya lihat sudah dua tahun terakhir. Ada yang memang berbayar, ada yang memang sudah masuk ikatan kontrak saat seorang artis, misalnya, dikontrak oleh sebuah produk.
Dalam satu tahun item saya misalnya TVC (television commercial) satu kali, foto satu kali, dan posting-an Instagram sepuluh kali. Itu sudah include (termasuk) ke dalam kontrak kerja.
Dalam kontrak kerja itu tentunya sudah termasuk masalah pajak, apa pun itu. Ada juga yang misalnya produk-produk yang di-endorse per posting saja. Jadi sekali posting dibayar sekian.
Range harga tergantung dari jumlah follower-nya. Ada juga barang-barang yang kami posting tidak dibayar, misalnya, teman saya punya produk baju, saya pakai bajunya, saya foto, saya tag ke akun si pemilik bajunya itu. Saya promosikan produk baju tanpa dibayar karena hubungan pertemanan.
Atau bisa juga ada barter promo, misalkan saya butuh promo di salah satu media, misalnya, atau di salah satu tempat.
Nah, barter promonya adalah saya promosikan si tempat itu di Instagram saya, tetapi tidak bayar.
Jadi, untuk hal itu harus diketahui semua orang bahwa tidak semua posting-an Instagram artis itu dibayar.
Jadi, bisa free atau bisa juga include ke dalam harga di dalam kontrak iklan di dalam satu tahun, yakni include 10 kali posting-an di Instagram. Ada juga yang memang bayar per posting-an.
Bagaimana Anda mengelola konten posting-an Instagram?
Enggak ada konsep khusus, yang penting posting-an saya harus berkaitan dengan saya, itu yang pertama. Yang kedua, saya bisa membagi apa pun sama follower, baik itu pekerjaan saya maupun kehidupan keluarga. Apa yang mau saya bagi, atau ada hari-hari besar, seperti Idul Fitri, Hari Pahlawan, apa pun yang mau saya sharing.
Fotonya juga bisa foto simpel atau dengan satu konsep yang saya minta dari teman fotografer saya, lalu di-posting. Tidak ada konsep khusus, yang penting itu berkaitan dengan saya.
Apakah Anda mempunyai pertimbangan khusus terkait produk iklan yang dapat ditayangkan?
Mana produk yang sekiranya nyaman buat saya. Produk yang sekiranya bisa mewakili saya. Produk yang saya rasa cocok buat saya. Apa pun produknya, tetapi tidak seperti produk perempuan, misalnya bedak atau anting.
Berapa tarif per posting untuk iklan endorsement?
Itu saya enggak bisa katakan. Semua orang punya angka berbeda-beda dan range berbeda-beda.
Ada teman yang punya follower 7 juta sampai 8 juta, tetapi karena dia berhubungan baik dengan pemilik produk, tidak akan memasang range mahal.
Soal teknis mengiklankan, enggak ada yang terlalu rumit. Sebenarnya kami foto sama barangnya, lalu selesai.
Apakah menjadi selebgram mengganggu aktivitas keartisan Anda?
Kalau menjadi selebgram sama saya seperti pengguna akun Twitter. Saya bebas mau mem-posting apa pun, meng-upload foto apa pun, enggak ada masalah. Banyak artis yang punya akun Twitter dan Facebook misalnya. Ini kan hal yang sangat biasa sebenarnya. Setiap orang punya akun privasi dan itu sangat wajar.
Bagaimana pandangan Anda menjadi seorang selebgram?
Ingin bisa berbagi kepada follower tentang apa yang dia lakukan. Sama seperti ada infotainment datang, kenapa saya mau diwawancara? Karena saya ingin bisa berbagi dengan masyarakat mengenai apa yang saya berikan, promo apa yang diberikan, kegiatan apa yang ingin saya bagikan, kegiatan anak saya, kegiatan istri saya, sama seperti itu. Karena itu, media sosial itu sudah menjadi media publik. Orang yang menggunakan media sosial sudah banyak sekali.
Bagaimana pandangan Anda soal wacana pemberlakuan pajak endorsement?
Begini, pemerintah membuat suatu kebijakan dengan tujuan pasti ingin memberikan yang terbaik kepada warga negara. Sebagai warga negara yang baik, aturan apa pun harus diikuti. Pemerintah membuat kebijakan pasti karena ada kajian panjang. Bagaimana ketika itu disahkan, maka itu tidak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan publik atau setiap kebijakan lain akan diujikan lagi.
Jadi, buat saya, biarkan pemerintah mengkaji dengan berbagai macam hal. Jika nanti sudah diputuskan, apa pun hasilnya, kita sebagai warga negara wajib untuk bisa mengikuti itu.
@skinnymonkey, itulah nama username yang dipilih oleh Renaldi Ahmad saat membuat akun Instagram pada 2011 lalu. Saat itu, Renaldi mengaku hanya iseng dan bahkan belum mengetahui fungsi dari Instagram.
"Gue belum ngerti Instagram itu buat apa. Gue belum follow siapa-siapa tuh," kata Renaldi saat ditemui Kompas.com di kediamannya, di kawasan Jakarta Selatan, belum lama ini.
Renaldi baru mulai mengerti dan tertarik dengan Instagram setelah mem-follow beberapa akun yang disarankan aplikasi berbagi foto itu.
Kebanyakan dari mereka adalah travel photographer dari luar negeri, seperti Jimmy Nelson dari Belanda dan Alex Baldwin dari San Francisco.
"Mereka mengabadikan momen saat mereka jalan-jalan. Terus mereka disponsori oleh beberapa brand. Gue berpikir di Indonesia sudah ada belum sih yang kayak begini," kata Renaldi.
Akhirnya, pria kelahiran Bandung ini mulai mengikuti cara para fotografer luar negeri itu untuk selalu berbagi foto melalui Instagram setiap kali jalan-jalan ke suatu tempat. Renaldi memang sejak dulu hobi jalan-jalan ke berbagai kota.
"Sampai 2013, somehow gue masuk ke suggested user itu. Awalnya di situ kenapa follower bisa banyak sampai sekarang masih terus aktif dan berkembang," kata Renaldi yang kini sudah memiliki sekitar 70.000 followers tersebut.
Meski mempunyai banyak foto yang apik dalam akun Instagram-nya, Renaldi rupanya tidak mempunyai dasar fotografi. Ia belajar fotografi secara otodidak.
Kamera dan lensa profesional yang kini diandalkannya untuk memotret juga baru dibeli setelah mempunyai akun Instagram.
"Justru senang foto karena Instagram. Media sosial yang bicaranya lewat foto. Lumayan addict sih dulu. Apa-apa difoto, apa-apa di-posting," ujar lulusan UPN Veteran Yogyakarta ini.
Sebagai seorang travel photographer, setiap kali pergi ke suatu tempat, Renaldi wajib memfoto tiga hal.
Pertama, foto penduduk setempat. Kedua, foto tempat-tempat wisata. Ketiga, foto sesuatu yang khas dan unik yang ditemukan di tempat itu.
"Gue coba ngasih cerita ke follower seolah mereka ikut gue. Ini lho gue lagi di sini, gue lagi ngapain, gue lagi liburan di mana," ucap dia.
Semakin banyak foto yang di-posting oleh Renaldi, semakin banyak pula follower yang dia dapat.
Hal inilah yang membuat sejumlah produk tertarik untuk memasang iklan melalui akun Instagram Renaldi.
Meng-endorse produk mobil
Produk pertama yang di-endorse melalui akun Instagram Renaldi adalah sebuah merek mobil.
"Waktu itu tahun 2013. Brand itu minta gue promosiin mobil keluaran terbarunya. Awalnya dari situ sih, gue juga enggak nyangka ternyata brand sebesar itu yang gue dapat," kata dia.
Saat itu, follower Renaldi di angka 35.000. Setelah endorsement produk pertama sukses, permintaan untuk endorsement produk-produk lainnya mulai bermunculan. Kini, untuk satu kali posting, tarifnya bisa Rp 1 juta sampai Rp 2 juta.
"Biasanya sih mereka ngasih content brief dan barangnya. Terus fotonya terserah gue, jadi tergantung gaya foto lu yang gimana," ucap dia.
Tingginya pendapatan selebgram seperti Renaldi membuat pemerintah berniat untuk menarik pajak dari mereka. Renaldi pun tidak berkeberatan dengan aturan itu.
Bahkan, selama ini, memang sudah ada sejumlah merek yang memotong secara otomatis penghasilan Renaldi untuk dibayarkan pajaknya kepada negara.
"Kalau brand-nya gede, untuk pajak segala macam udah diurusin sama mereka. Gue sih enggak masalah ya. Ya begitulah, begitu sudah tahu ini ternyata lahan bisnis, suka ada regulasi aneh," kata dia.
Copyright 2017. Kompas.com