Kekerasan Seksual Daring

Kepada Bapak Presiden,

Perkenalkan nama saya Rosalia. Saya berasal dari Nagekeo, Timor Tengah Selatan.

Melalui surat ini, saya ingin menyampaikan kekhawatiran saya terkait isu pelecehan seksual daring.

Kekerasan seksual daring merupakan salah satu bentuk pelecehan berbasis gender yang didefinisikan sebagai tindakan yang menimbulkan kerusakan atau penderitaan fisik, seksual, dan psikologis.

Data terakhir menunjukkan, kekerasan gender daring meningkat lebih dari 40 persen pada 2023. Ada 281 kasus tercatat sepanjang 2019, sedangkan pada 2023 sudah ada 659 kasus dalam rentan waktu 10 bulan.

Dilansir dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tanggal 2 Maret 2023, sebagian besar korban berasal dari generasi muda. Hal itu bisa terjadi karena sebagian besar yang menggunakan internet adalah anak muda, baik yang bekerja maupun masih belajar. Dari aspek gender, mereka yang rentan menjadi korban adalah perempuan, yaitu 21 persen.

Tindakan yang mencakup pelecehan seksual digital adalah penyebaran konten seksual yang tidak diinginkan, pemaksaan perilaku seksual daring, dan penyebaran informasi pribadi tanpa persetujuan yang memengaruhi privasi keamanan dan kesejahteraan perempuan.

Tujuan pelaku biasanya untuk memperoleh keuntungan, baik seksual maupun finansial, atau keduanya, dengan menimbulkan perasaan tidak nyaman dan kerugian pada diri korban.

Perkembangan teknologi informasi dan populernya media sosial membuat para pelaku pelecehan bertindak tanpa hambatan.

Sementara itu, pandemi yang memaksa banyak orang menghabiskan waktu lebih di dunia maya demi mencegah penularan virus menghadapkan perempuan pada risiko lebih tinggi terdampak kekerasan gender daring.

Sayangnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki regulasi yang jelas tentang kekerasan berbasis gender daring.

Saya percaya bahwa ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual daring tersebut.

Saya yakin jalur pendidikan dapat mengatasi masalah. Pendidikan seksual, PPK, dan pendidikan internet sehat yang terintegrasi dapat dilakukan sekolah sebagai upaya preventif terhadap kekerasan seksual daring. Pelaksanaan pendidikan tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing institusi pendidikan.

Saya juga yakin, revisi UU ITE perlu dilakukan sehingga korban kekerasan seksual di dunia maya dapat memperoleh perlindungan dan pelaku tidak dapat mengkriminalisasi korban.

Selain itu, mengingat kekerasan seksual di dunia maya merupakan bagian dari tindak kekerasan seksual secara umum, diperlukan undang-undang khusus yang mengatur mengenai penghapusan kekerasan seksual.

Pak Presiden, pemerintah harus membuat terobosan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual daring, terutama terhadap perempuan.

Terima kasih

Rosalia