Satu hal lain yang dipesankan oleh Pak Jakob kepada wartawan adalah agar tidak pasif saat menangani berita, tetapi sebaliknya, wartawan harus proaktif sehingga tidak dikendalikan, tetapi mengendalikan berita.
Dalam bahasa Pak Jakob, wartawan harus ”menunggangi ombak” (riding the wave), bukan “diombang-ambingkan ombak”, atau malah “digulung ombak”.
Riding the wave atau in full command of the news meniscayakan wartawan memiliki sejumlah persyaratan yang dibutuhkan, yaitu harus kuat, dalam fisik dan pengetahuan, serta tekun dan semangat juang untuk menggeluti permasalahan.
Melalui ungkapan ini, Pak Jakob menginginkan wartawan Kompas membekali dirinya dengan pemahaman atas duduk perkara masalah, punya tekad untuk mengikuti perkembangan permasalahan, dan mempunyai insting untuk melihat bagaimana permasalahan tersebut akan berujung.
Sekadar mengambil contoh, misalnya peliputan kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Dengan menerapkan spirit riding the wave, wartawan yang ditugaskan akan mempunyai riwayat tentang sejak kapan kebakaran hutan dan lahan tersebut dimulai. Ia juga mempunyai catatan tentang bagaimana masalah itu ditangani pemerintah, baik pusat maupun daerah, apa yang efektif dari upaya tersebut dan apa yang tidak.
Hal yang terakhir ini penting karena kejadian tahunan yang jadi nyata sejak tahun 1997 itu nyaris muncul setiap musim kering tiba dan telah membuat masyarakat lokal, bahkan di sejumlah negara tetangga, sangat terganggu.
Wartawan juga bisa menimbang, solusi apa yang bisa ditawarkan, apakah dengan menyiapkan pesawat pengebom air, seperti Beriev Be-200 buatan Rusia atau CL-415 buatan Canadair/Bombardier, Kanada, atau mencabut izin usaha perusahaan yang terlibat dalam pembakaran lahan.
Ringkas kata, wartawan memiliki seperangkat pengetahuan dan pemahaman atas masalah yang semestinya membuat Indonesia malu pada dunia karena masalah yang menyusahkan masyarakat – di negeri sendiri dan di negeri tetangga – ini tak kunjung bisa ditanggulangi.
Untuk bisa riding the wave, sekali lagi wartawan harus kembali pada fungsi dan tanggung jawabnya untuk melayani kepentingan masyarakat luas, dan mengutip kembali buku The Universal Journalist karya David Randall, di antara fungsi tersebut adalah mengawasi aksi atau non-aksi pemerintah dan korporasi.
Dengan menerapkan semangat dan prinsip riding the wave, selain wartawan akan mempunyai konteks atas permasalahan yang diliputnya, ia juga bisa membawa liputannya berada di posisi terdepan, selain komprehensif dan mendalam.
Dengan spirit riding the wave juga, media tempat wartawan bekerja akan dikagumi sebagai media berkualitas. Di dalamnya implisit juga terkandung semangat investigasi.
Pada era ketika persaingan antarmedia semakin ketat, terutama setelah menanjaknya popularitas media baru atau media digital, wartawan media konvensional bisa menjadikan semangat riding the wave sebagai pengimbang.
Kelengkapan berita dan kaya, serta luasnya perspektif yang dimiliki wartawan dengan spirit ini bisa menjadi faktor kompetitif bagi jurnalisme just to know yang berupaya memuaskan rasa ingin tahu sekadarnya.
Namun, perlu ditambahkan juga di sini bahwa untuk mendapatkan hal bersifat latar belakang (backgrounder), kelengkapan, dan kecepatan, wartawan juga harus mempunyai jaringan yang luas dan otoritatif (mumpuni di bidangnya).
Selebihnya, wartawan, seperti disinggung dalam tema lain buku ini, harus bisa menjadikan peristiwa sebagai kapstok, di mana ia bisa segera menulis berita yang tidak saja cepat, tetapi juga lengkap dan kontekstual.