Data di Google Analytics Kompas.com menunjukkan, akses pada berita virus corona lebih
sedikit pembaca dari bulan-bulan sebelumnya. Berita yang banyak diakses kembali lagi ke soal
hiburan atau, jika pun soal SARS-CoV2, lebih banyak soal sensasi daripada inti.
Tren penurunan akses pemberitaan virus corona ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Data Global
Web Index pada April 2020 menunjukkan, dari sekitar 3.000 responden asal Amerika Serikat dan
Inggris yang disurvei, 30 persen kembali mengakses berita olahraga dari selebriti.
Dari riset itu juga, terkuak hanya 29 persen generasi Z yang menganggap media daring terpercaya.
Sementara yang percaya publikasi ilmiah dan media tradisional seperti koran secara
berturut-turut 27 dan 11 persen. Mereka juga lebih banyak mengakses video, game, dan medsos
seperti TikTok.
Jurnalisme perlu lebih menjangkau publik. Ada sebuah upaya yang digagas sejak 2000-an,
yaitu newsgame. Ian Bogost dalam Newsgame: Journalism at Play mendefinisikannya
sebagai perkawinan jurnalisme dan gim. Pembaca tidak hanya menerima pesan secara pasif, tetapi
menggali pesan itu lewat gim sebagai mediumnya.
Karena keterbatasan banyak organisasi media, newsgame pastinya bukan seperti PlayerUnknown's
Battleground (PUBG). Karenanya, kadang newsgame hanya disebut news gamification,
upaya memakai elemen-elemen gim untuk jurnalisme. Sebelum 2010, newsgame banyak hadir
dalam format flash. Setelahnya, format populernya HTML5, berupa choose your own
adventure game.
Kompas.com lewat proyek gamifikasi ini berupaya menjawab kejenuhan publik sekaligus
mengomunikasikan salah satu isu kompleks dalam pandemi COVID-19, yaitu vaksin. Kami sekaligus
menjajal kemungkinan format ini dikembangkan untuk menceritakan isu kompleks lain, seperti
ketahanan hingga sains dasar seperti fisika.
Kami pilih genre choose your own adventure. Pendekatan ini telah dipakai dalam banyak
bidang, mulai serial Black Mirror: Bandersnatch di Netflix, gim Dilan buatan
Agate, hingga fiksi interaktif di Wattpad. Konflik, kebingungan, frustasi mampu dicapai lewat
genre itu. Anda bisa memberi tanggapan dengan mengisi survei dengan klik tautan
ini.
Newsgame pastinya juga harus menganut prinsip-prinsip jurnalisme. Berbasis fakta dan
akurat, misalnya. Oleh karena itu, skenario konten ini kami kembangkan berdasarkan wawancara
dengan sejumlah peneliti, dokter, dan akademisi. Kami mengemasnya sedemikian sehingga bisa
menggambarkan kompleksitas pengembangan vaksin yang kerap tak dipahami.
Sejumlah ahli yang kami wawancara adalah:
Prof Herawati Sudoyo dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman
Ahmad Utomo, PhD; peneliti biologi molekuler independen
Ines Atmosukarto, PhD; CEO startup vaksin Lipotek di Australia
dr Dirga Sakti Rambe MSc, SpPD; vaksinolog dan dokter di Rumah Sakit Omni Pulomas
Satria Arief Prabowo, PhD; Research Fellow di London School of Hygiene and Tropical Medicine
Untuk mencerna materi sains yang kompleks dan menghubungkan dengan ahli, kami juga berhutang pada
generasi muda peneliti seperti:
Rama Dhenni, peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang kini sedang menempuh pendidikan
doktoral bidang imunologi di Australia
Febrina Meutia, mantan peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang kini tengah belajar di
jenjang doktoral soal antivirus di Belanda
Akbar Adjie Pratama, mahasiswa doktoral Ohio State University yang tengah belajar biodiversitas
virus
Teddy Wardhana PhD, ahli veteriner di Balitbang Kementerian Pertanian
Apakah konten ini layak disebut jurnalisme? Dalam sejarahnya, walaupun belum banyak berkembang,
newsgame kerap menjadi bahan perdebatan.
Newsgame BBC Syrian Journey: Choose Your Own Escape Route menuai kritik karena
dianggap mengeksploitasi nasib migran Syria.
Sementara investigasi interaktif Al Jazeera Pirate Fishing yang berhasil mencuri perhatian
banyak ahli komunikasi ternyata justru kurang sukses mencapai tujuan awalnya, menjangkau
khalayak luas yang kurang paham isu perikanan.
Financial Times mungkin contoh sukses. The Uber Game menerima banyak pujian karena
dianggap mampu menyajikan jurnalisme data dengan sangat interaktif, bukan hanya berupa hasil
Excell yang disajikan di Power Point, tetapi juga mengemasnya secara populer sehingga menjangkau
publik.
Jika Anda adalah peneliti komunikasi atau jurnalisme, Anda bisa mengirim tanggapan
lewat tautan ini.
Kami berharap inisiatif ini menuai hasil baik.
Yunanto Wiji Utomo