Tirta dan Emiliana

Tirta adalah air. Emiliana adalah anak dari Ende, Nusa Tenggara Timur. Keduanya sebenarnya dekat, tetapi terasa jauh karena pipa belum menyambungkannya. Untuk minum dan mandi saja, Emiliana dan teman-teman di desanya harus berjalan berkilometer, membawa jerigen dengan dua tangan mereka. Saat sekolah, kerap kali bukan buku yang jadi pikiran utama, tetapi bagaimana bisa sekalian bertemu tirta.
Sedihnya, pengalaman Emiliana tidak langka. Bahkan, di Kalimantan Barat yang hutannya seluas 8,3 juta hektar, bertemu tirta maha sulitnya. Meskipun tirta ada, coba lihat peta, ternyata belum 100 persen warga Indonesia bisa mendapatkannya. Akibatnya bukan cuma dahaga, tetapi juga masalah buruknya sanitasi dan kesehatan warga.

Data Akses Air Bersih dan Sanitasi NTT dan Kalimantan Barat.

Data itu sudah menunjukkan skenario terbaiknya. Baru soal bersih. Jika bicara soal aman, datanya lebih menyedihkan. Pada 2024, Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan bahwa rumah tangga dengan akses air minum aman di Kalimantan Barat cuma 30,96 persen dan NTT 25,38 persen. Soal sanitasi aman, hanya 3,52 persen di Kalimantan Barat yang punya dan 2,44 persen di NTT.
Kerap kali, ketiadaan tirta hanya dihubungkan dengan kekeringan semata. Namun, seperti terlihat dalam data, masalah tirta adalah soal dana. 

Data Gap Pendanaan Air dan Sanitasi di NTT dan Kalimantan Barat.