Img Sutarmidji
Img Iti Octavia
Img Ganjar Pranowo
Img Achmad Husein
Img Khofifah Indar Parawansa
Img Ridwan Kamil
Img Emil Elestianto Dardak
Img Sutarmidji
Img Iti Octavia
Img Ganjar Pranowo
Img Cellica Nurrachadiana
Img Achmad Husein
Img Ridwan Kamil
Img Emil Elestianto Dardak
Ilustrasi Avatar

Selisik Isi Media Sosial Kepala Daerah

Kompas.com

Media sosial saat ini merupakan sarana bagi sejumlah kepala daerah untuk berinteraksi dengan warganya secara langsung tanpa sekat birokrasi. Melalui media sosial pula, kepala daerah bisa menyosialisasikan program-program untuk pembangunan daerahnya. #Kompascom

Ilustrasi Kepala Daerah
Kompas.com

Selain itu, media sosial juga menjadi alat yang cukup efektif dalam melakukan klarifikasi atas hoaks yang berkaitan dengan kepala daerah. Mereka memanfaatkan media sosial untuk aktivitas tadi karena memang sarana itu sangat berpengaruh dalam mengubah persepsi warga.

Kompas.com

Media sosial juga menjadi cara efektif dalam memengaruhi seseorang. Dengan tingkat efektivitasnya yang tinggi itu, maka pengguna media sosial makin hari kian meningkat.

Berdasarkan data dari We Are Social (https://wearesocial.com/digital-2020), jumlah pengguna media sosial yang aktif di Indonesia mencapai 160 juta dari total populasi 272,1 juta per Januari 2020.

Kompas.com

Sebagian besar adalah pengguna Facebook yang mencapai 130 juta. Rata-rata kenaikan pengguna mencapai 10 juta per tahun.

Facebook sendiri merupakan platform media sosial dengan jumlah pengguna aktif terbanyak di dunia mencapai 2,44 miliar (data per Januari 2020).

Kompas.com

Besarnya potensi media sosial untuk kebutuhan kampanye dimanfaatkan betul oleh kepala daerah.

Banyak kepala daerah yang kini aktif menggunakan media sosial untuk menjangkau warganya secara online. Kebanyakan dari mereka memanfaatkan Facebook, Instagram, dan Twitter.

Apalagi di masa pandemi ini, interaksi tatap muka (face to face) diganti secara online dengan memanfaatkan media sosial.

Kompas.com

Beberapa kepala daerah yang begitu aktif di media sosial, antara lain Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Bupati Lebak Iti Oktaviani, hingga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Ketiganya cukup aktif dan responsif saat para followers mereka di media sosial memberikan tanggapan, masukkan, hingga kritik.

Kompas.com

Pemilihan kepala daerah di VIK ini dilakukan dengan melihat jumlah pengikut serta keaktifan mereka di media sosial.

Kepala Daerah yang Aktif di Medsos

Media Sosial Jangan Hanya Jadi Ajang Pamer Diri Kepala Daerah

User
Kompas.com

Banyaknya kepala daerah yang menggunakan media sosial, menurut pengamat komunikasi dan media Dr Aryo S Eddyono tak lepas dari pertumbuhan media sosial setiap tahunnya.

Sebagai gambaran, menurut Hootsuite, pengguna internet di Indonesia 174,5 juta. Ada 64 persen dari total penduduk Indonesia menggunakan internet. Dari angka itu, jumlah pengguna media sosial ada sebanyak 160 juta.

“Massa ini menjadi peluang bagi siapa pun untuk bermain di sana dan menggunakannya untuk tujuan-tujuan tertentu, termasuk sejumlah kepala daerah dalam upaya mendekatkan dirinya kepada masyarakat,” jelas Aryo yang juga dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie ini.

Kepala daerah bisa langsung mengevaluasi kinerja media sosialnya. Media sosial menawarkan keintiman (personal) dan penyimpanan informasi yang bisa dilihat kapan saja.

Pesan media sosial bisa diviralkan dan diteruskan ke siapa pun. Tak hanya teks tulisan, video, audio, dan juga gambar bisa disematkan dalam satu informasi. Dan yang tak kalah penting adalah media sosial interaktif.

Iti Octavia
Humas Pemkab Lebak @Humasprotokollebak

Apakah efektif?

Untuk mengukur apakah media sosial efektif dalam mendekatkan kepala daerah dengan masyarakat, menurut Aryo, ada beragam faktor yang memengaruhinya.

“Si kepala daerah harus sadar siapa yang ia sasar sebagai penerima pesannya. Tidak semua orang juga senang dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan publik dan politik,” kata Aryo.

Faktor lainnya adalah terkait dengan persoalan kemasan dan substansi pesan yang hendak disampaikan apakah menarik atau tidak, dibutuhkan atau tidak, populis atau tidak.

Belum lagi persoalan frekuensi seberapa sering pesan disampaikan. Faktor tokoh juga berpengaruh. Begitu pula dengan geliat pendukung dan buzzer-nya.

Semakin loyal dan agresif para pendukung dalam meramaikan isu maka potensi isu menjadi viral lebih terbuka lebar.

Meskipun begitu harus disadari bahwa masyarakat memiliki cara pandangnya sendiri dalam memahami apa yang ia lihat yang dipangaruhi oleh faktor psikologis, sosiologis, dan ideologis si khalayak.

“Jika semua itu dipahami dengan baik oleh kepala daerah, lalu diturunkan pada strategi yang ciamik, dikerjakan dengan sungguh-sungguh, tak sekadar ikut-ikutan, maka peluang mendapatkan dukungan masyarakat akan semakin besar,” ucapnya.

Aryo menambahkan, media sosial tidak bisa ditempatkan menjadi satu-satunya media untuk mendekatkan diri kepada masyarakat. Sebab, tidak semua masyarakat bermain dengan media sosial, motivasinya juga berbeda-beda.

Lagipula, belum tentu masyarakat yang berinteraksi di media sosial itu berasal dari wilayah konstituen si kepala daerah. Orang bisa darimana saja berkomentar media sosial.

Media sosial, kata Aryo, jangan hanya dijadikan sebagai wahana pamer diri, pamer prestasi, kehebatan, tapi juga harus bisa dijadikan wahana menemukan dan menyelesaikan masalah, terutama soal pengaduan terkait layanan dan fasilitas publik.

Percakapan tidak hanya soal sukses diri, tapi ruang memberikan masukan atas kinerja. Birokrasi yang lamban dan bertele-tele sudah tidak zamannya pada saat ini.

Di beberapa daerah pengaduan melalui media sosial bukan hal baru lagi. Biasanya dilakukan di daerah-daerah yang kepala daerahnya paham benar memanfaatkan media sosial dan memang mau kerja cepat.

Bahkan dengan data mining, kita bisa tahu apa yang dibutuhkan netizen dan menjadi salah satu masukan dalam mengambil kebijakan.

“Prinsipnya, jika tujuannya adalah membahagiakan masyarakat, maka cara apa pun harus ditempuh. Agar menjadi pemimpin yang hegemonik harus bisa merespons kebutuhan masyarakat dengan baik. Ruang-ruang komunikasi harus dibuka terus-menerus di berbagai saluran. Si kepala daerah harus memiliki perspektif ini agar langgeng,” ucap Aryo lagi.

Doktor lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini menambahkan, unggahan kepala daerah di media sosial belum tentu bisa mengubah pandangan masyarakat.

Masyarakat yang kritis tetap akan menilai siapa sosok yang berbicara di media sosial, pesan yang disampaikan,apa yang ia tawarkan, apa yang mau ia ubah, apakah yang didengungkan sesuai dengan perspektif si khalayak atau tidak, sepersonal apa pesannya.

Sehingga untuk mendapat simpati masyarakat tidak bisa seketika. Kinerjanya di dunia nyata juga diperhatikan, konsistensinya, kemampuan si tokoh dalam memimpin, komentar-komentarnya di depan publik, kebijakan-kebijakannya, termasuk ideologi dan kelompok pendukungnya.

“Situasi ini tidak berlaku bagi kelompok fanatik karena apa pun yang diutarakan si tokoh biasanya akan dikomentari dengan puja-puji,” ujar Aryo.

Cellica Nurachadiana
Instagram Cellica Nurachadiana @cellicanurrachadiana

Komentar negatif

Soal komentar negatif, Aryo menyarankan agar segera diklarifikasi oleh kepala daerah, terutama jika menyangkut hoaks.

“Jika hoaks terus dibiarkan akan berdampak pada popularitas si kepala daerah,” ujarnya.

Pada prinsipnya, kata Aryo, kepala daerah harus mampu membaca situasi. Ada komentar negatif yang harus dinetralisir dengan cepat, ada pula yang memang perlu didiamkan sementara waktu.

Diam itu emas, tapi tak selamanya diam itu adalah emas. Perlu strategi komunikasi politik yang jitu merespon komentar negatif.

Achmad Husein
Humas Pemkab Banyumas
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User
User

Analisis Drone Emprit

Penulis
Acep Nazmuddin Kontributor Banten
Farida Farhan Kontributor Karawang
Dendi Ramdhani Kontributor Bandung
Achmad Faizal Kontributor Surabaya
Fadlan Mukhtar Zain Kontributor Banyumas
Riska Farasonalia Kontributor Semarang
Hendra Cipta Kontributor Pontianak
Editor
Abba Gabrillin
Aprillia Ika
David Oliver Purba
Dheri Agriesta
Farid Assifa
Khairina
Robertus Belarminus
Teuku Muhammad Valdy Arief
Editor Video
Sherly Puspita
Dokumentasi foto
Dendi Ramdhani
Acep Nazmuddin
Humas Pemprov Jawa Timur
Humas Pemkab Karawang
Humas Pemkab Banyumas
Humas Pemprov Jawa Tengah
Humas Pemprov Kalimantan Barat
UI/UX
Andika Bayu
Annisa Gilang Pamekar
Moh. Khoirul Huda
Published: 27 November 2020
Copyright 2020. Kompas.com