Di Indonesia optimisme akan peluang baru media digital merebak di tahun 2000. Pada tahun itu berbagai situs berita baru bermunculan.
Sebelum optimisme itu merebak, pada 9 Juli 1998 detik.com hadir pertama kali di Internet disusul kemudian dengan Kompas Cyber Media (KCM) yang merupakan reformulasi situs berita KOL pada 6 Agustus 1998. Detik dan KOL adalah pionir berita-berita update ala online di Indonesia.
Optimisme di Indonesia mengalir dari apa yang terjadi di luar negeri. Di awal tahun 2000, raksasa Internet di Amerika, American Online (AOL) bersama Time Warner, membentuk sebuah kelompok media dan Internet raksasa yang disebut AOL Time Warner.
Perusahaan ini akan menjadi perusahaan global utama yang menyebarkan media layanan informasi, hiburan, dan komunikasi (Kompas, Time-AOL Bentuk Raksasa Internet, 2000).
Di tanah air optimisme di awal tahun 2000 ditunjukkan dengan masuknya investor-investor asing yang menanamkan duitnya untuk membangun bisnis media online di Indonesia.
Detik.com mendapat suntikan dana sebesar 1,5 juta dollar Amerika atau sekitar Rp 11 miliar dari investor asal Hongkong, Techpasific.com (Kompas, Pemodal Asing Serbu Layanan "Online" di Internet, 2000).
Perusahaan venture capital ini di dalamnya termasuk investor ternama Softbank dari Jepang dan Quantum Fund milik George Soros (Kompas, Masa Depan Ada di Jaringan Internet, 2000).
Pada saat yang sama, investor asal Amerika meluncurkan situs berita astaga.com. Situs berita yang disiapkan dua bulan ini diperkuat 30 wartawan senior yang direkrut dari berbagai media.
Nilai investasi astaga.com jauh lebih besar dibanding detik.com, 7,5 juta dollar Amerika atau sekitar Rp 70 miliar. Head of Marketing and Sales astaga.com kala itu Margie Djajakusuma memperkirakan, investasi sebesar itu akan kembali dalam dua tahun. Hal ini didasarkan pada peningkatan pengguna Internet dan bisnis e-commerce (Kompas, Pemodal Asing Serbu Layanan "Online" di Internet, 2000).
Situs berita besar lain yang juga didanai investasi asing adalah satunet.com. Investornya adalah Robert Eskapa, seorang pebisnis batubara asal Inggris yang berkongsi dengan pengusaha Indonesia Andy Luhur (Anggoro, Detik.com: Legenda Media Online, 2012).
Di luar itu, pemberitaan yang menghebohkan pada tahun 2000 mengenai optimisme bisnis online dicetuskan oleh Grup Lippo. Perusahaan Asuransi Lippo mengubah bisnis inti mereka dari asuransi menjadi layanan Internet bernama PT Asuransi Lippo e-Net tbk dengan investasi sekitar Rp 1 triliun (Kompas, Lippo E-Net Akui Ubah Bisnis Inti, 2000).
Perusahaan ini kemudian mendirikan situs berita Lippostar, e-commerce Lipposhop, dan jasa layanan Internet D-net.
Selain situs-situs berita bermodal besar itu, situs-situ berita yang lahir di tahun ini antara lain berpolitik.com, nasigoreng.com, rileks.com, bisik.com, indonesiakini.com, kopitime.com.
Selain situs berita, ruang-ruang interaksi bagi komunitas di dunia maya juga meluas dalam bentuk forum-forum seperti Kaskus dan Kafegaul milik satunet.com.
Sebelum euforia optimisme tahun 2000 di atas, Kompas sudah lebih dahulu mereformulasi KOL dengan menjadikannya sebagai sebuah perusahaan sendiri di luar redaksi harian Kompas pada 6 Agustus 1998 dengan nama PT Kompas Cyber Media atau KCM.
KCM diluncurkan oleh Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama dalam sebuah acara di Hotel Santika, Jakarta, pada 6 Agustus 1998.
"KCM yang sudah muncul Internet tanggal 8 Juli lalu merupakan perluasan dan pengayaan Kompas Online atau Kompas di Internet yang telah dimulai bulan September 1995," kata Direktur Utama KCM Ninok Leksono saat membuat acara peluncuran resmi KCM.
Berita-berita yang di-update di era Kompas Online membawa sebuah kesadaran baru bahwa medium internet ternyata memiliki ruang yang sangat luas untuk dieksplorasi.
Ada kemungkinan-kemungkinan baru yang bisa dilakukan yang sebelumnya tidak bisa dilakukan medium kertas. Berita bisa tayang lebih cepat tanpa proses produksi yang panjang.
Berita-berita update yang diunggah di Kompas Online Plus diminati pembaca. Pengunjung terus meningkat dari hari ke hari. Tercatat saat itu, Kompas Online berada pada peringkat 39 dan 25 situs web dunia yang paling banyak diakses.
Sebagaimana pada versi cetak, pada versi Internet ini pun telah terbangun satu komunitas pembaca yang solid dan serupa dengan pembaca harian Kompas.
Para pembaca berasal dari kalangan menengah ke atas, secara umum berpendidikan minimum SMA, birokrasi, para pengambil keputusan serta para pelaku bisnis.
Dengan demikian, harian Kompas maupun Kompas Online merupakan satu kesatuan yang saling memperkuat. Kompas Online meluaskan rentang jangkauan dan kecepatan kehadiran harian Kompas.
KCM didirikan untuk mengakselerasi pertumbuhan KOL dari sisi editorial dan bisnis, Domainnya tetap www.kompas.com. Di era itu, medium Internet mulai digunakan untuk menawarkan barang, layanan, dan jasa.
Ninok mengatakan, selama mengelola KOL Kompas menyadari bahwa Internet memiliki kemampuan yang lebih kaya ketimbang sekadar memuat replika berita-berita harian Kompas.
"Dalam hal ini lama-lama kan disadari kalau mau dikembangkan maka dibutuhkan orang. Itulah makanya dibentuk KCM, Agustus 1998 dalam suatu upacara di (Hotel) Santika, peluncuran KCM......Media online itu bukan media cetak yang ditaruh di online lalu didiemin, tapi juga harus di-update," kata Ninok.
Domainnya tetap www.kompas.com. Di era itu, medium internet mulai digunakan untuk menawarkan barang, layanan, dan jasa.
KCM tidak lagi hanya menampilkan replika berita-berita harian Kompas. Halaman utamanya menampilkan berita-berita update dari sejumlah rubrik. KCM juga menyajikan breaking news manakala ada kejadian-kejadian penting.
Ia adalah ekstensa dari harian Kompas. Di KCM pembaca mendapat sajian berita-berita lain yang tidak terbit di harian Kompas esok hari.
KCM lantas menambah kekuatan dengan merekrut tim editorial sendiri terpisah dari harian Kompas. Mereka adalah tim yang khusus mengerjakan berita-berita untuk online.
KCM adalah tahapan kedua tranformasi Kompas dalam perspektif Pavlik yaitu mulai memproduksi sendiri berita-berita yang memang khusus ditujukan untuk versi online-nya.
Selain mencari pemasukan melalui iklan, bisnis lain yang dikembangkan adalah jasa pembuatan web dan pemeliharaannya.
Hadirnya KCM dengan berita-berita update yang diproduksi sendiri berhasil memperluas khalayak pembaca Kompas, utamanya pembaca-pembaca baru yang berkerumun di internet seiring dengan bertumbuhnya pengguna internet di Indonesia.
Di era ini disadari bahwa tidak semua pembaca KCM adalah pembaca harian Kompas. Secara demografis pembaca KCM lebih muda dibanding pembaca harian Kompas. Artinya, KCM berhasil meluaskan jangkauan Kompas kepada masyarakat.
Pada tahun 2000, ketika dunia bisnis di Indonesia dilanda booming lahirnya perusahaan-perusahaan dotcom baru yang ditopang investasi besar dari luar negeri, sesungguhnya bisnis yang sama di Amerika justru sedang terancam gulung tikar.
Harga-harga saham perusahaan dotcom di Nasdaq, bursa yang menjadi “surga” perusahaan dotcom untuk mendapatkan modal, berguguran. Banyak perusahaan dotcom, terutama yang bergerak di perdagangan eceran (e-tail), harga sahamnya kurang dari 10 persen dari harga tertinggi.
Sebagai contoh drugstore.com yang bergerak dalam penjualan obat-obatan harga sahamnya anjlok dari 67,5 dollar menjadi hanya 6,4 dollar, padahal sudah berhasil meraup dana 175 juta dollar AS.
Bahkan boo.com yang bergerak di penjualan produk fesyen terancam bangkrut dan menjadi contoh gagal perusahaan dotcom (Kompas, Rontoknya Perusahaan-perusahaan "Dotcom", 2000).
Kisah buruk bisnis dotcom di Amerika perlahan merambat ke Asia. Di Cina, Chinese Books Cyberstone Ltd, salah satu usaha online terbesar di kawasan yang memfokuskan pada penjualan buku-buku Cina juga gulung tikar.
Perusahaan yang disebut sebagai Amazon-nya Cina ini gagal memperoleh dana tambahan dari para investornya sementara operasional bisnis mereka minim revenue.
Sebuah perusahaan operator portal 36.com di Hongkong sahamnya anjlok 22,22 persen. Tom.com anjlok 6,54 persen menjadi 5 HK dollar (sekitar Rp 5.000). Padahal, harga saham tom.com sebelumnya bisa mencapai sekitar 70 HK dollar ketika pertama kali diluncurkan.
Menurut catatan TheStandard.com, selama periode Desember 1999 hingga Januari 2001, di Amerika terdapat 51.400 orang telah di-PHK karena perusahaannya bangkrut atau akibat restrukturisasi (Kompas, Jatuh Bangunnya Bisnis di Internet, 2001).
Gelombang suram ini tak bisa dihindari juga menerpa tanah air. Sejumlah situs media online yang menyebut diri mereka portal dan dibangun dengan optimisme investasi miliaran rupiah pun akhirnya rontok satu per satu.
Portal Astaga dan Satunet yang sempat sempat dibeli investor baru dari Afrika Selatan, M-Web, tak luput gulung tikar. Lippo e-Net juga tutup.
Namun, prahara dotcom kala itu belumlah dianggap sebagai kiamat. Masih ada sebersit optimisme dari para pelaku media cetak untuk mempertahankan bahkan memunculkan versi online mereka.
Umumnya, media online yang bertahan adalah mereka yang memiliki “mothership” –nya. KCM terus dipertahankan meski roda bisnis terasa berat berputar. Republika.co.id juga bertahan bahkan memperbaiki penampilannya pada 2003.
Meski belum memiliki prospek bisnis, sejumlah media cetak pun masih mempertahankan situs mereka seperti suarapembaruan.com, mediaIndonesia.com, dan bisnis.com. Barangkali, satu-satunya media online mandiri yang masih bertahan kala itu hanya detik.com.
Kenapa bisnis dotcom rontok?
Perusahaan yang bergerak di bidang ini memerlukan biaya yang sangat besar untuk menjalankan bisnisnya, namun penghasilan dari layanan online yang baru mulai tumbuh itu relatif kecil.
Oleh karena itu, break event point-nya atau kembali modalnya akan memakan waktu lama. Bahkan yang terjadi adalah penggerogotan modal (cash burning) (Kompas, Sekitar 80 Persen Perusahaan "Dotcom" Terancam Bangkrut, 2000).
Layanan non berita yang disajikan portal-portal berita di Indonesia ternyata tidak mendapat sambutan berarti. Segala fasilitas yang disediakan mulai dari e-mail gratis, robot penunjuk direktori (search engine), fasilitas perbincangan (chat), serta kinerja Internet lainnya, ternyata tidak mampu untuk mengangkat pendapatan mereka selama ini.
Para pengguna Internet tetap saja menggunakan Hotmail sebagai fasilitas e-mail mereka. Tetap saja menggunakan Yahoo! sebagai direktori pencari, dan tetap saja menggunakan Internet Relay Chat (IRC) untuk bergosip atau berbincang sesama kawan dan lawan.
Artinya, pengeluaran akan menjadi lebih besar untuk menunjang dan memelihara fasilitas gratis yang disediakan oleh situs-situs portal, belum lagi termasuk fasilitas seperti SMS atau pengiriman faks gratis (Kompas, Awal Sebuah Kematian?, 2000).