Pahami HAM
Pahami HAM
Pertama yang Utama
Kita harus paham dulu HAM dan Kabupaten/Kota HAM.
Tanpa pemahaman, kita tidak akan mencapai tujuan.
Banyak yang mengira, HAM adalah produk barat. Itu SALAH.
Confusius (551 – 479 SM) sudah mengutarakan soal pentingnya penghormatan dan perlakukan baik pada
tiap individu. Kutaramanawa Dharmasastra , kitab dari Kerajaan Majapahit, mengungkapkan
pentingnya
perlakuan adil bagi siapa pun. Itu bukti bahwa bangsa timur pun memiliki gagasan soal HAM.
Pengakuan HAM secara resmi tertuang dalam United Nation Declaration of Human Rights (UNDHR) pada
1948.
UUD 1945
Pasal 28
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
UU No 39 tentang HAM tahun 1999
Pasal 8
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pasal 71
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini,
peraturan
perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang HAM, yang diterima oleh Negara
Republik Indonesia.
Pasal 72
Kewajiban dan tanggung-jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi,
sosial,
budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
UU 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Civil and Political Rights
UU No 11 Tahun 2005 tentang International Covenant on
Economic,
Social, and Cultural Rights.
HAM
Hak Hidup
Hak Berkeluarga
Hak Mengembangkan Diri
Hak Atas Keadilan
Hak Kebebasan Pribadi
Hak Atas Rasa Aman
Hak Kesejahteraan
Hak Partisipasi dalam Pemerintahan
Hak Perempuan
Hak Anak
Filsuf Perancis, Henri Lefebvre, menggagas
Hak atas
Kota yang mengungkapkan
pentingnya hak setiap warga untuk ikut berpartisipasi secara politik ataupun dalam tata kelola
kebijakan kota.
Gagasan itu kemudian menginspirasi lahirnya konsep Kabupaten/Kota HAM (Human Rights Cities) yang
pertama kali diungkapkan oleh People’s Movement for Human Rights Learning (PDHRE) dalam
World
Conference on Human Rights di Wina pada 1993. Peluncuran konsep Kabupaten/Kota HAM
dilakukan pada
1997.
Kabupaten/Kota HAM bukan sekadar kawasan yang penduduknya ramah, melainkan
komunitas lokal dan proses
sosial politik dalam konteks lokal di mana HAM memainkan peranan penting sebagai nilai-nilai
fundamental
dan prinsip panduan.
Kabupaten/Kota HAM menjadi kunci penting melokalkan HAM dan
mewujudkannya secara desentral.
Deklarasi Gwangju tahun 2011 menjadi tonggak sejarah penting
upaya mewujudkan Kabupaten/Kota HAM.
Deklarasi tersebut memuat Prinsip-prinsip Pelaksanaan Kabupaten/Kota
HAM.
- Menghormati semua HAM yang diakui oleh norma dan standar internasional yang relevan seperti Deklarasi Universal HAM dan konstitusi nasional.
- Bekerja menuju pengakuan dan implementasi hak atas kota sejalan dengan prinsip keadilan sosial, kesetaraan, solidaritas, demokrasi, dan keberlanjutan.
- Menghormati prinsip kesamaan dan kesetaraan di antara semua penduduk di dalam batas administratif dan di luarnya.
- Mengimplementasikan kebijakan non-diskriminasi yang mencakup kebijakan sensitif gender serta tindakan afirmatif untuk mengurangi ketidaksetaraan dan memberdayakan kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan rentan termasuk migran dan non-warga negara.
- Menghormati prinsip kesamaan dan kesetaraan di antara semua penduduk di dalam batas administratif dan di luarnya.
- Mengimplementasikan kebijakan non-diskriminasi yang mencakup kebijakan sensitif gender serta tindakan afirmatif untuk mengurangi ketidaksetaraan dan memberdayakan kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan rentan termasuk migran dan non-warga negara.
- Menghormati prinsip kesamaan dan kesetaraan di antara semua penduduk di dalam batas administratif dan di luarnya.
- Mengimplementasikan kebijakan non-diskriminasi yang mencakup kebijakan sensitif gender serta tindakan afirmatif untuk mengurangi ketidaksetaraan dan memberdayakan kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan rentan termasuk migran dan non-warga negara.
- Menghormati nilai-nilai keadilan sosial-ekonomi dan solidaritas serta keberlanjutan ekologis.
- Mempromosikan ekonomi solidaritas sosial dan konsumsi dan produksi yang berkelanjutan sebagai cara untuk meningkatan keadilan sosial-ekonomi-ekologis dan solidaritas di antara masyarakat perkotaan dan pedesaan di dalam dan di luar negeri.
- Mengakui pentingnya kepemimpinan politik tingkat tinggi kolektif wali kota dan anggota dewan kota dan komitmen mereka terhadap nilai-nilai HAM dan visi kota HAM.
- Memastikan kesinambungan jangka panjang melalui pelembagaan program dan anggaran yang memadai.
- Mengakui pentingnya mengintegrasikan HAM ke dalam kebijakan kota.
- Menerapkan pendekatan berbasis HAM untuk administrasi dan pemerintahan kota termasuk perencanaan, perumusan kebijakan, implementasi, pemantauan dan evaluasi.
- Mengakui peran lembaga-lembaga publik dan pentingnya koordinasi kebijakan dan koherensi untuk HAM dalam pemerintah daerah serta antara pemerintah nasional dan lokal.
- Membentuk lembaga yang efektif dan menerapkan kebijakan, dengan personel dan sumber daya yang memadai termasuk kantor HAM, rencana aksi lokal dasar, indikator HAM, dan penilaian dampak HAM.
- Mengakui pentingnya pendidikan dan pembelajaran HAM sebagai sarana untuk menumbuhkan budaya penghargaan terhadap HAM dan perdamaian.
- Mengembangkan dan mengimplementasikan berbagai jenis program pendidikan dan pelatihan HAM untuk semua pemangku kewajiban, pemegang hak, dan pemangku kepentingan yang lain.
- Mengakui pentingnya hak atas pemulihan yang efektif
Satu hal penting tentang HAM: pemahamannya akan terus berkembang seiring berkembangnya keberagaman manusia. Jadi, tidak ada yang bisa disebut praktik HAM kebablasan. Yang ada adalah praktik HAM yang berkembang.