Studi Kasus: Gwangju
Studi Kasus: Gwangju

17 Mei 1980, pemimpin militer Korea Selatan, Cho Doo Hwan mendeklarasikan Dekrit Hukum Militer yang kemudian diikuti oleh penahanan oposisi militer, pengekangan kebebasan pers, dan pelarangan aktivitas politik oleh rakyat, termasuk orang-orang Gwangju.
18 Mei 1980, warga Gwangju bersama mahasiswa Chonnam National University menggelar demonstrasi sebagai protes. Bukan didengar, protes itu malah berakhir penahanan dan pembunuhan terhadap ratusan orang yang ikut serta. Peristiwa itu dikenal sebagai Gwangju Uprising.
Tahun 2007, Gwangju menjadi kota pertama di Korea Selatan yang mendeklarasikan diri sebagai Human Rights City / kota yang mengadaptasi konsep Kabupaten/Kota HAM. Inilah perjalanan Gwangju untuk mencapai Kabupaten/Kota HAM dalam 10 langkah yang telah dirumuskan sebelumnya.
1
Sadar HAM
Masyarakat sipil dan keluarga korban menyadari bahwa pembunuhan terhadap peserta demonstrasi adalah wujud pengekangan kebebasan berpendapat. Mereka sadar perlu adanya pengusutan tuntas kematian para korban dan aturan yang menjamin kebebasan berpendapat.
2
Konsolidasi
Keluarga korban bersama dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) mendesak Pemerintah Kota Gwangju untuk menguak kebenaran di balik peristiwa 18 Mei 1980 dan mengakui bahwa yang terjadi adalah pelanggaran HAM. Selain itu, mereka juga menuntut pengusutan tuntas tentang aktor-aktor dalam pembunuhan massal itu sekaligus mengadilinya.
3
Komitmen Kepala Daerah
Setelah perjuangan warga sipil, Pemerintah Kota Gwangju akhirnya mengakui dan menetapkan 18 Mei sebagai hari peringatan Gwangju Uprising pada tahun 1987. Penentuan hari peringatan itu menunjukkan komitmen awal kepala daerah untuk memperjuangkan HAM.
4
Bentuk Kelompok Kerja
Setelah penetapan hari peringatan, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil (OMS), dan keluarga korban membentuk komite dan lebih sering bertemu untuk membahas implementasi.
5
Peningkatan Kapasitas
Komite yang terbentuk mulai melakukan kegiatan budaya, pameran, serta peringatan bersama dengan mengunjungi makam korban Gwangju Uprising. Tujuan kegiatan-kegiatan tersebut adalah meningkatkan pemahaman warga mengenai kejadian yang terjadi pada 18 Mei 1980 sekaligus sebagai upaya meningkatkan kesadaran HAM.
6
Ketahui Kondisi HAM
Karena masalahnya sudah gamblang dari awal, komite yang dibentuk sudah mengetahui dengan pasti bahwa kondisi HAM yang ada di masyarakat masih buruk, terutama terkait kebebasan berpendapat.
7
Prioritas Kebijakan
Pada awal perjuangan HAM di Gwangju, prioritasnya adalah mengupayakan keadilan bagi para korban.
8
Rencana Aksi
Komite mengumpulkan kesaksian dari keluarga korban serta para demonstran yang masih hidup serta mengajak semua keluarga korban untuk melayangkan aduan sebagai awal pengusutan.
9
Pelembagaan dan Pelaksanaan
Komite membentuk The May 18 Memorial Foundation yang mendampingi para keluarga korban dalam proses tuntutan.
Selain itu, pemerintah kota juga membentuk Kantor Divisi HAM, yang bertugas untuk menyusun kebijakan HAM; Komisi Lokal HAM, yang bertugas memfasilitasi mekanisme warga untuk berpartisipasi dalam menjamin pemenuhan HAM; dan Ombudsman HAM, fungsinya antara lain untuk pemulihan terhadap pelanggaran HAM.
10
Evaluasi
Kesuksesan gerakan 18 Mei dinilai dari keberhasilan mengadili Cho Doo Hwan pada 1996 dan pemberian kompensasi bagi keluarga korban yang diantaranya berupa pemberian dana pensiun bulanan, ganti rugi kerusakan properti, dan beasiswa bagi keturunan para korban.

Pasca-peristiwa Gwangju Uprising
Pasca-peristiwa Gwangju Uprising

Gwangju menjadi contoh baik sebab mereka juga mengajak dunia untuk bergerak bersama mewujudkan Kabupaten/Kota HAM. Salah satu kegiatan yang digagas adalah World Human Rights Cities Forum, yang mana merupakan pertemuan tahunan untuk membahas situasi HAM, langkah penyelesaian, dan saling berbagi praktik baik dari kabupaten/kota yang ada berbagai penjuru dunia.
Gwangju mengembangkan inisiatif HAM yang mereka inisiasi, semula hanya terkait korban 18 Mei menjadi lebih luas lagi. Terdapat pula konsolidasi lanjut untuk mewujudkan Kota Gwangju yang benar-benar berperspektif HAM.
Sekitar 40 pertemuan digelar. Warga, aktivis OMS, akademisi, ahli, pejabat publik, dan pemegang kebijakan lainnya, dengan keseluruhan lebih dari 1.300 organisasi turut hadir. Konsolidasi ini melahirkan sebuah komitmen berupa Piagam Gwangju pada tahun 1998.
Rencana aksi lanjutan dibuat dalam periode lima tahunan. Misalnya Rencana Utama untuk periode 2012-2016 dan 2018-2023 dengan kelompok target antara lain komunitas difabel, lanjut usia, perempuan, dan anak.
Selain itu, Gwangju juga menyusun 100 indikator untuk menilai praktik HAM yang dibagi dalam lima isu pokok.
Beberapa Indikator HAM di Gwangju
Area
  • Partisipasi dan Komunikasi
  • Menjamin Kehidupan Bahagia
  • Kota inklusif
  • Kenyamanan dan Keselamatan
  • Budaya dan Kreativitas
Jumlah Indikator
  • 6
  • 11
  • 16
  • 9
  • 8
Isi (Di antaranya)
    • Perlindungan privasi; partisipasi dalam administrasi;
    • Partisipasi dalam pendidikan HAM
    • Rasio pekerja paruh waktu; Upah yang tidak dibayar, Pekerjaan di perusahaan sosial, Kekerasan di sekolah;
    • Pemeriksaan kesehatan untuk kelompok rentan
    • Tingkat kemiskinan; Kesempatan kerja bagi perempuan; Perawatan dan pengasuhan, dukungan untuk anak-anak miskin; Pekerjaan bagi penyandang disabilitas.
    • Area taman kota perkapita; Fasilitas olahraga umum; Dukungan bagi mereka dengan disabilitas dalam mobilitas.
    • Pembangun fasilitas pemuda; Akses dan penggunaan perpustakaan umum,
    • Pertukaran pengetahuan tentang HAM internasional.
Gwangju juga mengembangkan mekanisme evaluasi praktik HAM.
Prosedur Penilaian Indikator HAM Gwangju
Target indikator dan rencana implementasi
  • Menetapkan indikator target berdasarkan hasil tahun-tahun sebelumnya serta saran dari pemerintah pusat dan penilaian sebelumnya;
  • Menetapkan rencana secara terperinci
Investigasi pencapaian indikator
Indikator kuantitatif: Pengumpulan data
Indikator kualitatif: Pengumpulan kuesioner
Penilaian
Penilaian diri dalam kelompok indikator
Laporan penilaian
Laporan penilaian kepada komite warga untuk perbaikan HAM
Komplementasi dan pengembangan
Implementasi hasil penilaian dan pelengkap
Pengumpulan hasil
Pengumpulan hasil implementasi indikator
Bagaimana dengan kota di Indonesia?
Adakah Praktik baiknya?