Selama tahun 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok, banyak menjadikan staf para pejabat DKI. Bahkan tak jarang, pejabat yang baru menjabat beberapa bulan langsung dijadikan staf.
Sebelumnya, para pejabat tersebut terus-terusan kena semprot Ahok. Akibat kinerja yang dianggap kurang baik. Berikut lima pejabat yang sering kena semprot Ahok selama tahun 2015.
Salah satu pejabat yang kerap disemprot Ahok adalah Joko Kundaryo. Mantan Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) DKI itu dianggap tidak berkinerja baik.
Menurut Ahok, Joko gagal atau lambat merealisasikan berbagai rencana program unggulan Dinas KUMKMP, terutama dalam hal penataan serta pendataan pedagang kaki lima (PKL).
Selain itu, Joko dinilai lambat mendata PKL dengan Jakarta Smart City. Padahal, Ahok sudah meminta data tersebut sejak tahun 2014.
"Sebenarnya yang enggak mau kerja itu Dinas Koperasi dan UMKM. Ini mungkin salah satu (pejabat) yang akan kami ganti," kata Ahok, Mei 2015 lalu.
Bahkan, Ahok pernah berencana mengganti posisi Joko oleh pegawai perempuan dan bukan dari internal Dinas KUMKMP DKI.
Benjamin Bukit juga dianggap Ahok lelet merealisasikan berbagai program unggulan. Ahok menyebut mantan Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI itu tidak tegas menjalankan aturan.
"Saya pecat Kepala Dishub. Jangankan yang tidak kelihatan seperti taksi Uber, angkot ngetem saja tidak dikasih sanksi kok. Padahal, sudah jelas terekam CCTV pelatnya (angkot yang berhenti sembarangan) berapa kok," kata Ahok.
Mantan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Nandar Sunandar merupakan salah satu pejabat yang kerap disemprot Ahok. Alasan Ahok menjadikan Nandar staf karena sampah berserakan di taman sepanjang Jalan Hayam Wuruk.
"Saya BBM Pak Nandar. Tadinya saya mau BBM sangat jahat gini, 'Tukang taman kamu buta apa enggak bisa lihat bersihkan sampah'."
"Tetapi, nanti bilang Ahok kasar lagi, makanya saya ngomong halus begini, 'Tolong deh sampahnya belum diangkut dari minggu lalu. Ini taman persis di depan Hayam Wuruk Plaza'. Masa hal yang paling kecil mesti saya urusin," kata Ahok mengeluh kinerja Dinas Pertamanan.
Keesokan harinya, Ahok mengajak Nandar blusukan langsung meninjau ?keadaan taman Hayam Wuruk. Di sana, lagi-lagi Ahok memarahi Nandar. Sementara Nandar memungut langsung sampah-sampah kecil.
"Saya ajak pejabatnya dan saya pungutin tuh kantong plastik. Saya tanya, 'Kok enggak diambil sampah-sampahnya', dia bilang maaf juga enggak. Saya kaget dengan jawabannya, 'mohon maaf Pak, saya baru tahu standar Bapak begitu tinggi'," kata Ahok menirukan pernyataan Nandar.
"Kalau di halaman rumah ibu-ibu, ada bungkus rokok enggak disapu. Berarti pembantunya udah melakukan pekerjaan apa belum? Pada jawab belum. Masa standar saya tinggi?" kata Ahok lagi.
Mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD DKI juga kerap disemprot Ahok. Ahok mengaku kecewa karena tidak diberi salinan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan DKI tahun 2014 pada sidang paripurna.
Bahkan, ia sampai melaporkan hal ini kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ahok menuding Sotar lebih takut kepada DPRD dibanding dirinya yang merupakan pimpinan Sotar.
"Pak Sotar ini dipindahkan apa enggak, saya yang menentukan. Kalau enggak suka sama saya, tunggu (Pilkada) 2017, jangan pilih saya lagi."
"Tolong Pak, jangan main-main, ini kenapa tiba-tiba saya enggak dikasih laporannya? Nasib Bapak itu bukan DPRD yang menentukan dan saya bisa pecat Bapak sekarang juga. Jadi, PNS jangan bohongi saya," kata Ahok meluapkan emosinya.
Apabila Ahok memarahi pejabat DKI karena kinerja yang tak memuaskan, tidak dengan mantan Wali Kota Jakarta Selatan, Syamsuddin Noor. Ahok memarahi dan memecat Syamsuddin karena dianggap terlalu baik dengan anak buahnya.
"Orangnya tuh terlalu baik, saya juga enggak bisa menolong orang baik di Jakarta. Kalau mereka ditolong terus, Jakarta enggak bisa dibenahi. Kalau kamu terlalu baik sama orang dan enggak tegas bekerja, mau enggak mau saya ganti kamu dengan orang yang berjanji mau kerja," kata Ahok.
Ahok mengganti Syamsuddin dengan Tri Kurniadi pada Agustus lalu.